Kesenjangan upah Laki-laki dan Perempuan, Karena Faktor Agama?

 

Kesenjangan upah Laki-laki dan Perempuan, Karena Faktor Agama

Kesenjangan upah Laki-laki dan Perempuan, Karena Faktor Agama? (Gambar: Pixabay/Stevepb)

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan di negara paling religius ketimbang negara paling sekuler. Kesenjangan tersebut sekitar 8% menurut penelitian terbaru.

Dilansir dari halaman Live Science (17 November 2020), pendapatan perempuan di negara sekuler memang 18% lebih rendah ketimbang laki-laki. Namun di negara religius gap gaji tersebut lebih lebar 26%, yang artinya perempuan menerima gaji lebih rendah lagi daripada laki-laki.

Penelitian ini tertuang dalam jurnal berjudul “The Hidden Cost of Prayer: Religiosity and the Gender Wage Gap” yang dipublikasikan 27 Oktober 2020. Jurnal ini ditulis oleh Professor Traci Sitzmann di bidang Manajemen dari University of Colorado, Denver dan Elizabeth M. Campbell, asisten professor yang juga di bidang yang sama dari University of Minnesota.

Kesenjangan Upah Laki-laki dan Perempuan, Karena Agama Pemicunya?

Kedua peneliti tersebut tertarik mmengenai pengaruh agama dalam isu ketenagakerjaan. Mereka mencoba mengomparasi berbagai data survey yang dikumpulkan dari lembaga yang sudah mengeluarkan data berkaitan dengan keagamaan sebelumnya. Selanjutnya mereka mencoba untuk menghubungkan antar temuan tersebut dengan tingkat upah dan indikator lain yang terkait.

Mereka memulainya dengan pandangan global “apakah agama penting dalam kehidupan anda?”. Kedua peneliti menyediakan jawaban “ya” dan “tidak” dalam penelitian ini.

Lalu didapatkanlah jawaban dari responden di 140 negara berbeda pada tahun 2013 lalu. Hasilnya adalah terdapat perbedaan mencolok antara upah negara paling religius (90%, seperti Pakistan dan Filipina) dengan gaji di negara yang tingkat religiusitasnya lebih rendah (20%, seperti Swedia dan Estonia).

Pada negara paling religius, paling tinggi perempuan hanya menerima 46% dari upah laki-laki. Sementara di negara dengan tingkat religius rendah, perempuan menerima gaji 75% dari upah laki-laki. Apa artinya? Gaji perempuan di negara dengan tingkat religius tinggi justru lebih rendah ketimbang gaji perempuan di negara yang kurang religius.

“Efeknya berlaku untuk semua agama besar” kata Sitzmann. Ia menambahkan bahwa tidak masalah apakah di orang-orang di negara tersebut memeluk Yahudi, Kristen, Islam, Budha, Hindu ataupun agama asli masyarakat. Kesenjangan upah masih lebih tinggi di negara yang lebih religius ketimbang di negara dengan tingkat religiusitas rendah.

Sebagai perbandingannya, di Amerika Serikat dimana agama memegang peranan tinggi sampai moderat, perempuan menerima gaji 66 sen dari setiap dollar upah laki-laki (100 sen= 1 dollar, Red). Artinya masih lebih rendah gaji perempuan ketimbang laki-laki, bahkan di negara maju sekalipun.

Kesenjangan Gaji Perempuan di Amerika Serikat

Para peneliti lalu beralih untuk mengeksplorasi data dari Gallup Poll mengenai layanan keagamaan dan pentingnya agama di Amerika Serikat. Khusus ini, peneliti melihat dari pekerjaan penuh agar tidak terjadi distorsi antar data dikarenakan perempuan bekerja lebih sedikit.

Ada 50 negara bagian di Amerika Serikat, lima wilayah diantaranya yaitu Missisipi, Alabama, Utah, South Dakota dan Carolina Selatan dinilai paling religius. Sementara wilayah Vermont, Massachussets, Rhode Island dan Nevada masing-masing berada di urutan terakhir.

Menariknya adalah para peneliti menemukan hal yang sama, yaitu kesenjangan upah lebih tinggi di negara bagian yang dinilai religius. Ada sekitar 17% variabilitas atau perbedaan upah di setiap negara bagian.

Data tersebut lalu dikomparasikan dengan data mengenai agama dan pengupahan pada 2008 dan 2018 agar perbedaan tersebut dapat dipertanggung-jawabkan validitasnya. Hasilnya adalah kesenjangan upah di AS sebetulnya tereduksi dari waktu ke waktu. Namun hal itu lebih cepat terjadi di negara bagian yang lebih sekuler ketimbang yang lebih religius.

Menurut data yang dari Payscale, perempuan menghasilkan 81 sen dari setiap dollar upah laki-laki pada tahun 2020. Data tersebut tidak termasuk indikator mengenai senioritas, pengalaman bertahun-tahun dan pendidikan, yang semuanya dapat dipengaruhi oleh diskriminasi gender dan ekspektasi peran gender.

Alasan Kesenjangan Upah

Menurut Sitzmann dan Campbell ada tiga alasan mengapa kesenjangan upah perempuan terjadi pada kawasan yang lebih religius. Pertama, semakin religius sebuah negara maka semakin masyarakat membedakan peran laki-laki dan perempuan.

Hal ini diukur dari berapa banyak anak yang dimiliki perempuan, banyaknya perempuan yang bekerja, akses ke aborsi dan kebijakan kerja yang ramah keluarga.

Dalam masyarakat yang lebih religius, perempuan memiliki lebih banyak anak, lebih sedikit berpartisipasi dalam angkatan kerja, memiliki lebih sedikit akses ke aborsi dan kebijakan yang membantu menyeimbangkan pekerjaan dengan keluarga.

Kedua, perempuan dalam masyarakat religius lebih sering ditempatkan pada posisi sebagai objek seksual. Peneliti mengukur hal ini dari Google Trends regional mengenai kata kunci “pornografi” dan “pemerkosaan”. Hal inilah yang lalu para peneliti menemukan korelasi antara gender dan upah.

Ketiga, dalam masyarakat yang religius perempuan kerap kali kurang dipromosikan sebagai pemimpin dalam agamanya. Dalam hal ini Sitzmann merujuk pada pernyataan Paus Fransiskus I pada tahun 2013 mengenai imam perempuan dalam gereja Katholik. “Itu menetapkan panggung untuk norma yang sangat kuat.”

Sitzmann dan Campbell juga menemukan bahwa dalam masyarakat yang lebih religius, perempuan memiliki lebih sedikit representasi dalam politik dan kepemimpinan organisasi. Mereka juga memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah dan kesetaraan hukum yang lebih rendah.

Pengujian Terakhir

Terakhir peneliti menguji untuk memastikan bahwa hanya alasan agama saja dan tidak ada konsep lain seperti ideologi konservatisme ataupun lainnya.

Mereka membuat game online dimana 91 peserta yang terdiri atas setengah perempuan dan laki-laki. Peserta akan bertindak layaknya manajer yang harus mengalokasikan gaji kepada karyawan berdasarkan tinjauan kinerja.

Semua peserta melihat tinjauan kinerja yang sama, tetapi dalam beberapa kasus karyawan tersebut diacak dengan nama Patricia Anderson dan dalam kasus lain disebut Michael Taylor sebagai pekerja yang harus diberi gaji.

Sebelum melihat performance review, beberapa peserta melihat gambaran tentang perusahaan tiruan tempat mereka bekerja yang menggambarkannya sebagai perusahaan berbasis agama. Peserta lain melihat deskripsi yang berfokus pada dedikasi perusahaan pada komunikasi dan komunitas.

Mereka yang yakin bahwa mereka bekerja untuk perusahaan religius mengalokasikan 3% lebih banyak untuk karyawan laki-laki dibandingkan dengan karyawan perempuan. Sebaliknya, mereka yang mengira organisasi itu sekuler mengalokasikan 6% lebih banyak untuk karyawan perempuan.

Apa artinya? Perusahaan yang lebih religius mengalokasikan gaji lebih sedikit dari perempuan ketimbang perusahaan yang sekuler.

Tetap ada Cara Mengurangi Kesenjangan

Namun para peneliti menemukan juga cara-cara yang bisa untuk mengurangi kesenjangan upah tersebut. Ada dua cara yang diajukan para peneliti, yaitu dengan keterlibatan perempuan dalam nilai-nilai perusahaan dan penindakan pelecehan seksual yang lebih ketat.

Sitzmann mencontohkan Islandia, dimana negara tersebut mengharuskan perusahaan untuk memberikan data gaji kepada pemerintah. Apabila terdapat perusahaan yang timpang dalam memberikan pengupahan antara laki-laki dan perempuan, maka perusahaan tersebut dapat didenda. Kebijakan ini diterapkan secara bertahap pada perusahaan besar disana.

Selain itu menurut Stephanie Coontz (tidak terlibat dalam penelitian ini), seorang sejarawan dari Evergreen State College di Washington menuturkan bahwa agama besar dunia telah menempati masyarakat agrikultural dimana laki-laki dan perempuan dipisahkan oleh peran mereka.

Hal itulah yang menyebabkan kesenjangan gender dalam pengupahan terjadi. Namun menurutnya selalu ada ruang interpretasi keagamaan dan banyak pandangan kesetaraan yang lebih modern.

“Pada akhirnya,Anda ingin gaji Anda dikorelasikan dengan kinerja Anda, bukan jenis kelamin Anda.” Kata Sitzmann.

 

Sumber:

https://www.livescience.com/religious-states-wider-gender-pay-gap.html

Tinggalkan komentar