Komunikasi Pembangunan Agama terkait Terorisme menurut Dr. K.H. Hasyim Muzadi

Komunikasi Pembangunan Agama terkait Terorisme menurut Dr. K.H. Hasyim Muzadi

Hampir 20 tahun Indonesia mengalami gangguan keamanan nasional secara berkepanjangan, mulai dari bom diri skala kecil hingga skala besar. Ada banyak solusi dari stakeholder, namun ternyata kondisinya masih belum stabil. Perlu komunikasi pembangunan agama untuk memperkuat kembali rasa kebangsaan kita.

Komunikasi Pembangunan Agama

Untuk menjaga toleransi dan mencegah terjadinya bom bunuh diri, setidaknya ada 5 langkah untuk mewujudkannya. Lima langkah ini sesuai apa yang disampaikan Dr. K.H. Hasyim Muzadi dalam muqadimah kitab Fatwa tentang Terorisme dan Bom Bunuh Diri.[1]

1. Aspek Ideologis dan Agama

Aspek ideologis dan agama ini sangat penting sebab aspek inilah sebagai dasar keyakinan seseorang. Masyarakat semua tahu bahwa dengan keyakinanlah (dogma) seseorang bisa melakukan dan mengorbankan apa saja yang dimiliki.

Dalam ranah ini, ormas Islam yang menjadi senior sepertihalnya Muhammadiyah atau NU seharusnya menjadi tulang punggung dari langkah ini. Bagaimanapun juga, kedua ormas ini adalah sesepuh yang sudah terbukti sanggup menjaga keutuhan NKRI. Di samping itu, kedua ormas ini juga memiliki wawasan kebangsaan yang mumpuni sehingga mampu mencegah terjadinya aksi-aksi radikalisme.

Aspek ideologi adalah aspek dasar yang perlu diperhatikan. Ia adalah akar permasalahan yang harus dituntaskan sampai ke akar-akarnya. Pemahaman agama yang kurang menyeluruh berujung pada penyalahgunaan agama. Inilah yang harus diluruskan.

2. Aspek Undang-undang dan Hukum

Aspek undang-undang dan hukum sangat penting digaungkan agar langkah penegak keamanan jelas dan terukur. Dalam hal ini, semuanya harus jelas. Jangan sampai hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Bela rakyat-rakyat lemah sehingga pemberantasan teroris bukan hanya terkait siapa yang melakukan, namun siapa di belakang yang mendanainya.

Langkah ini sangat penting mengingat terlepas siapa pelakunya kita semua masyarakat yakin bahwa semua agama mengajarkan perdamaian. Tidak ada satupun agama yang mengajarkan keburukan. Oleh sebab itu, penting kiranya pemerintah menelusuri lebih jauh siapakah dalang dan oknum di balik rentesan kasus yang telah terjadi.

Perlu dihindari, pemerintah hanya fokus di bawah, sedangkan mereka yang melakukannya barangkali adalah salah satu korban dari kesalahan pemahaman agama atau korban dari ideologi doktrin yang berseberangan.

3. Pendekatan Intelejen dan Kewilayanan atau Zona

Masyarakat semua tahu bahwa gerak massif yang dilakukan oleh para terorisme adalah gerakan bawah tanah. Dalam hal ini, antara pihak kepolisian, pemerintah setempat dan masyarakat harus bahu-membahu berkomunikasi untuk menyamakan persepsi.

Jangan sampai, polisi bekerja sendirian di lapangan tanpa ada bantuan dan dukungan dari masyarakat. Hal ini guna memperkecil kemungkinan terjadinya salah penangkapan sekaligus memperkecil terjadinya miss communication antar masyarakat.

Dengan demikian, masyarkat juga dituntut untuk berperan aktif agar wabah terorisme tidak menggejala ke mana-mana. Mayarakat diajak peduli untuk bergerak bersama-sama agar tercipta masyarakat yang tentram, utuh dan madani.

4. Aspek Sekuriti dan Represi

Sebab kasus teroris selalu menimbulkan pertanyaan, pihak kepolisian harus menuntaskan semua kasus yang pernah terjadi. Polisi harus menjadi pihak terdepan yang bertanggung jawab memberikan keamanan dan menjaminnya.

Dalam menuntaskan kasus demi kasus, pihak kepolisian sebaiknya tidak menggunakan cara kekerasan sebab cara kekerasan hanya akan melahirkan teroris baru. Hal ini berpijak pada penyalahgunaan ajaran sehingga balas dendam menjadi senjata utama semangat mereka dalam melakukan tindakan terorisme.

5. Political Will

Langkah selanjutnya, upaya tegas dan cerdas juga harus dilakukan pemimpin tertinggi negeri ini. Bagaimanapun juga, bawahan akan tergantung pada atasan. Jika atasan dalam hal ini presiden menyuarakan dengan lantang untuk pemberantasan terorisme, maka pihak-pihak pemerintahan yang lain pun akan turut tergerak.

Dari nasional menuju lokal akan berupaya keras bagaimana menekan sekuat-kuatnya terorisme yang menyebar. Dengan demikian, dalam upaya pemberantasan terorisme, semua elemen bangsa ini tergerak maju bersama.

6. Partisipasi Media

Dari kelima solusi yang ditawarkan Dr. KH. Hasyim Muzadi di atas, kiranya penulis menambah 1 solusi urgen yang perlu dilakukan yakni terkait partisipasi media. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, dalam pemberantasan terorisme, pihak kepolisian tidak bisa menggunakan cara kekerasan, terlebih cara tersebut disiarkan di televisi ataupun media sosial.

Tentu saja, hal yang akan terjadi adalah munculnya terorisme baru. Media baik offline maupun online perlu kesadaran untuk menahan ego dari kepentingan ekonomi guna memperkecil dampak negatif dari pemberitaan dengan cara memberitakan informasi-informasi yang cenderung bersifat persatuan dan tindakan bijaksana dari pemerintah.

Jangan sampai, media justru menjadi pengadu domba antara pihak pemerintah dengan teroris yang notabene mereka yang menjadi korban adalah masih satu kebangsaan.

KESIMPULAN

Dari uraian di atas, penting kiranya untuk menyelesaikan masalah terorisme terkait bom bunuh diri dengan cara yang memanusiakan manusia dan holistik. Pemerintah sudah saatnya mengupayakan mempersatukan semua elemen bangsa untuk memberantas hal-hal yang buruk bagi negeri dan menumbuhkan semangat-semangat baru yang lebih jernih.

Dengan persatuan, gotong royong dan keterikatan antar anak bangsa akan menjadikan strategi komunikasi pembangunan agama dalam hal penguatan toleransi akan semakin kuat, berkepanjangan dan berkesinambungan.

[1] Syaihk-Ul-Islam Dr. Muhammad Tahir-Ul-Qadri, Fatwa tentang Terorisme dan Bom Bunuh Diri, (Jakarta: Minhajul Quran International, 2014), hlm. 15.

DAFTAR PUSTAKA    

Mahasiswa Magister KPI UIN Sunan Kalijaga, 2018, Komunikasi Pembangunan Agama; Sebuah pergeseran Paradigma, Bening Pustaka

Ikhsan, Muhammad, 2014, Komunikasi Pembangunan Islam, CV Sefa Bumi Persada

Nashiruddin Al Albani, Muhammad, 2012, Ringkasan Sahih Bukhari, Jilid 3 Bab Kitab Al Jizyah, Pustaka Azzam.

Tahir-Ul-Qadri, Syaihk-Ul-Islam Dr. Muhammad, 2014, Fatwa tentang Terorisme dan Bom Bunuh Diri, Minhajul Quran International

Al-‘Asqalany, Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar, 2015, Kitab Bulughul Maram; Kitab Klasik Hadis Terpopuler, Mizan Media Utama.

al-Syirbhasi, Ahmad, 1994, Sejarah Tafsir al- Quran, ter. Tim Pustaka Firdaus.

Arif, Ahmad, 2010, Jurnalisme Bencana, Bencana Jurnalisme, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Baidan, Nashruddin, 2002, Metodologi Penasfsiran Al-Quran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Abu Ja’far, 2009, Tafsir Ath-Thabari Jilid 18, Jakarta: Pustaka Azzam.

Salim, Abd. Muin, 1990. Beberapa Aspek Metodologi Tafsir Al-Quran, Ujung Pandang: Pandang: Lembaga Studi Kebudayaan Islam.Lembaga Studi Kebudayaan Islam.

Shihab, M. Quraisy, 1998, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan.

Suryadilaga, M. Alfatih, dkk, 2005, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta: TERAS.

Syamsuddin, Sahiron, 2010, Hermeneutika Al-Qur’an dan Hadits, Yogyakarta: elsaq Press.

Syirbasi, Ahmad, 1999, Studi Tentang Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur‟anul Karim, Jakarta: Kalam Mulia.

Zulaiha, Eni, 2017, Jurnal Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan Standar Validitasnya, Bandung: Jurnal UIN SGD.

Tinggalkan komentar