Apakah Musik Tak Bisa Bersahabat dengan Alquran?

Alquran
pixabay.com

Bayang-bayang pertanyaan judul di atas semakin hari membayangi diri. Bertahun-tahun, penulis mencoba untuk menggali mengapa ada beberapa penghafal Alquran yang nikmatnya perlahan-lahan hilang.

Kemarin, ujian hafalan Alquran telah dijadwalkan. Sebagai orang biasa yang mendadak menghafal, penulis merasa gugup juga. Apalagi bila terbayang bagaimana jalannya ujiannya nanti.

Di pikiran yang terbayang seperti sebuah pertunjukan antar person santri. Per-santri di uji di depan guru dan disaksikan oleh para santri lannya.

Di waktu itu, penulis pun mnecoba tak mau membuka laptop, apalagi facebook. penulis merasa pusing dan pikiran bercabang bila membuka facebook. Ya, jarena informasi instan yang banyak dan sangat mudah menemui perbedaan informasi.

Di hari itu, pepenulis pun terus memaksa agar diri mau menghafal ayat-ayat  yang masih sering lupa. Hari itu penulis  merasa resah. Awalnya memang mudah untuk menghafal ayat 1-50. Semua lancer dan tak ada kendala.

Setelah ayat 60 sampai seterusnya, penulis merasa begitu berat menghafal Alquran. Betapa beban terasa berat ketika  menghafal ayat yang baru, lebih lagi terpikir ayat yang lain terasa ada banyak yang tertukar.

Inginnya sempurna tanpa ada yang lupa. Penulis pun terus  menghafal dan berusaha menjadi terbaik  agar tidak mengecewakan guru. Penulis sangat tidak mau mengecewakan guru yang begitu tulus mengajarkan ilmunya.

Tafakkur

Waktu pun berjalan, penulis semakin resah. Bahkan, hampir banyak bagian ayat terlupa. Segala cara telah di tempuh, bangun malam pun tak jarang, namun penulis masih sering merasakan pusing. Penulis pun mencoba mencari hal-hal lain yang dianggap dapat menghilangkan rasa pusing.

Di saat itulah penulis mulai mengkoreksi diri sendiri. Penulis yang memang bandel belum lama, perlahan mencari sebab penyebab yang membuat tak bisa fokus dan menikmati hafalan Alquran.

Sejenak teringat, ada satu kebiasaan penulis yang sulit  ditinggalkan. Penulis acapkali mencari obat kebosanan dengan cara  mendengarkan musik. Bila dulu, penulis sering menderngarkan musik tahun 80 sampai 90-an lagu-lagu mellow Malaysia. Kemudian bergeser lagu-lagu rock, lagu-lagu Indonesia dan tak lupa juga lagu bernuansakan Islam.

Akhirnya, ujian pun tiba. Kala itu, ternyata model ujian hafalan Alqurannya membentuk lingkaran. Setiap orang bergantian satu ayat-satu ayat. Cukup susah juga namun  segala puji bagi Rabb bisa dilakukan. Banyak di antara teman yang lancer saat murojaah sendiri, namun sewaktu ujian mereka ada beberapa yang terlupa.

Di sini, penulis mendapat pelajaran amat berharga bahwa Alquran itu memang adil. Alquran memang sangat adil. Alquran tak memandang kepada siapa yang banyak hafalannya, Alquran tak memilih sesiapa yang cerdas orangnya, namun Alquran memilih prang-orang yang senantiasa istiqomah memeluknya.

Sesiapa yang memperbanyak interaksi, maka ia akan selalu bersama Alquran. Begtu pula sebaliknya, yang jauh, menjauh atau  terlupa ia juga akan dijauhi dan dilupakan Alquran.

Mungkin itulah sebabnya sebutan penghafal Alquran bukanlah orang yang hafal berjuz-juz namun tak istiqomah memurojaahnya. Penghafal Alquran adalah orang yang senantiasa istiqomah menghafalnya, bisa jadi ia baru hafal 1 juz, namun bila ia istiqomah sampai akhir hayatnya, semoga Allah menghendaki ia menjadi bagian dari keluarga-Nya.

Pikiran penulis pun semakin teringat ketika takbir shalat Asar diangkat. Sepertinya musik memang melenakan. Keyakinan itu kembali membuncah. Mulai saat itu, penulis berniat untuk menghapus satu persatu musik yang ada. Penulis ikhlaskan, relakan untuk meninggalkan perlahan-lahan agar selalu bersama Alquran.

Bukan Tulisan yang Benar 100%

Sobat, Tulisan ini tak seratus persen benar. Namun juga tak seratus persen kurang tepat. Semua dikembalikan kepada pembaca termasuk tingkat keimanan, keadaan, dan hal-hal yang hanya Anda sendiri yang mengerti.

Karena bisa jadi, melalui musik, seseorang menemukan hidayah, bisa jadi pula melalui musiklah seseorang akan dihantarkan untuk bisa mencintai Alquran. Disitulah, bila telah mencintai Alquran, tak perlu dipaksa pun pasti ingin selalu bersama Alquran.

Islam memang indah, tak perlu dipaksa dalam berdakwah. Semua ada waktunya. Hati hanya Allah yang menguasai, jangan membela Allah bila perilaku, akhlak kita buruk kepada orang lain. Karena haikatnya yang mampu merubah hati hanyalah Allah, bukan usaha, bukan pula kekuasaan seseorang.

Kenanglah, ketika kekuasaan ataupun perasaan sudah merasa kuasa telah berdiam di dalam diri, di moment-moment itulah banyak anak Adam yang terlupa akan kekuasaan Allah.

Kesimpulannya, dari dulu hingga saat ini, penulis belum mampu menyatukan dua hal yang berbeda, yakni hal dunia dengan hal akhirat. Kalam-Nya.

Tinggalkan komentar