#IndonesiaTerserah Menggema Kembali, Transformasi Pelanggaran dan Standar Ganda Penanganan

 

IndonesiaTerserah-Menggema-Kembali-Transformasi-Pelanggaran-dan-Standar-Ganda-Penanganan.

#IndonesiaTerserah Menggema Kembali, Transformasi Pelanggaran dan Standar Ganda Penanganan (Gambar: Pixabay/LoboStudioHamburg)

Twitter Indonesia pada hari Sabtu kemarin kembali memiliki cuitan lama yang mengingatkan kita tentang abainya protokol kesehatan. Hashtag #IndonesiaTerserah menggema kembali setelah acara pernikahan putri Habib Rizieq Shihab, Sharifa Najwa Shihab dan Maulid Nabi Muhammad SAW kemarin (14 November 2020)

Mulai dari kepulangannya di tanah air sampai pernikahan putrinya “diawasi” oleh Netizen di tanah air. Pasalnya kekhawatiran akan kerumunan dan pelanggaran protokol kesehatan jadi kenyataan.

Netizen geram betul dengan adanya hajatan besar tersebut. Dokter muda yang sering memberi pencerahan seperti dr. Tirta Mandira Hudhi pun dibikin geram dengan adanya acara itu, seolah tidak peduli dengan nasib dokter (Kompas Online, 15 Oktober 2020)

Masalahnya adalah Satgas Penanganan Covid-19 sampai-sampai harus menyumbang 20.000 masker secara cuma-cuma dan pemerintah DKI Jakarta melalui Anies Baswedan hanya menghukum denda sebesar 50 juta rupiah (Kompas Online, 14 Oktober 2020).

Hal ini tentu saja tidak wajar mengingat acara tersebut telah melanggar protokol kesehatan yang hanya dibebankan pada satu pihak. Bukan kepada semua orang yang ada di acara tersebut yang notabene mereka harusnya paham soal itu.

Terlebih lagi tidak ada tindakan serius dari aparat Kepolisian dan Satpol PP untuk membubarkan acara. Padahal sebelumnya banyak restoran, kafe bahkan hajatan pernikahan di gedung yang kena tegur bahkan penutupan sementara dikarenakan pelanggaran protokol kesehatan tersebut.

Sementara yang satu ini justru dibiarkan dan bahkan “difasilitasi” oleh Satgas Covid-19. Sangat aneh dan justru menunjukkan dukungan BNPB terhadap acara tersebut beserta dengan pelanggarannya.

#IndonesiaTerserah Menggema Kembali: Transformasi Pelanggaran Individual ke “Berjamaah”

Jika dilihat dari bagaimana netizen berkomentar beserta kekesalannya, nampaknya tidak ada bedanya dengan topik penolakan #IndonesiaTerserah di awal kemunculannya. Kemarahan individu yaitu dokter adalah pemicunya.

Namun jika dibandingkan dengan awal kemunculannya, ada beberapa nada kekesalan yang berbeda kali ini. Salah satu faktor terbesarnya adalah “pelanggaran berjamaah” atau bersifat massal.

Sebelumnya para dokter yang mempelopori tagar ini mengeluhkan pelanggaran individual yang dipertontonkan ke publik ketika awal pandemi Covid-19. Sedangkan kali ini pelanggaran terang-terangan bukan hanya dipertontonkan, melainkan dipraktekkan secara massal.

Acara penyambutan dan pernikahan putri Habib Rizieq Shihab sangat mengandalkan massa yang banyak secara langsung menunjukkan kekuatan kelompoknya.

Masalahnya adalah acara-acara tersebut sudah pasti terjadi kontak massal dan protokol kesehatan pasti diabaikan lantaran betapa susahnya mengontrol massa dalam jumlah tersebut. Perkara perizinan seharusnya aparat Kepolisian dapat menjelaskan hal tersebut.

Jadilah para netizen menumpahkan kekesalan dengan bahasa yang cenderung menyerang massa, disamping kepolisian yang juga tidak bertindak apapun.

Transformasi Cara BNPB Menangani Covid-19: “Memuliakan” Elit Agamawan sebagai Standar Ganda

Salah satu yang menarik dari poin kekesalan netizen adalah cara BNPB dalam menangani Pandemi Covid-19. Kali ini terobosan BNPB adalah yang paling aneh dari semuanya, memberikan stok masker sejumlah 20.000 buah kepada jamaah dan ulama yang hadir dalam acara tersebut.

Anehnya hal tersebut tidak dilakukan BNPB ketika demo besar RUU Omnibus Law. Ketua BNPB sekaligus Satgas Penanganan Covid-19, Doni Monardo waktu itu justru prihatin dengan peserta demo yang mengabaikan protokol kesehatan dan bahkan mengatakan bahwa mereka akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat.

“Ingat, mereka yang mengabaikan protokol kesehatan sehingga menimbulkan korban jiwa bukan hanya dimintai pertanggungjawaban di dunia, tetapi juga di akhirat”, kata Doni seperti yang dikutip dari Oke Zone (10 Oktober 2020).

Kenyataan bernilai paradoksal tersebut amatlah mengecewakan walau dengan alasan kesehatan sekalipun. Artinya BNPB tidak hanya mengubah cara penanganan yang tegas, namun juga tidak konsisten dalam komunikasi beserta tindakannya. Pemberlakuan standar ganda ini jelas terlihat dalam kasus ini.

Cara “Memuliakan Ulama” tersebut sama saja membiarkan kerumunan terjadi secara langsung, nyata, dan tidak perlu malu-malu untuk menunjukkannya di media baik konvensional atapun digital. Karena apa? karena pemerintah sudah melegitimasi keramaian tersebut.

Kesimpulan

Baik Jamaah, Elit Agamawan yang terlibat, Polisi, dan Pemerintah semuanya saling melegitimasi masalah ini menjadi “sesuatu yang wajar” terjadi. Pelanggaran protokol kesehatan justru menjadi wajar dilakukan.

Ironisnya yang melegitimasi hal tersebut bukanlah orang yang memiliki kecenderungan konspiratif, melainkan pihak yang harusnya jadi panutan. Harusnya jika memang acara tersebut harus terjadi, pembatasan besar harus dilakukan sama adilnya dengan yang lain, bukan malah memfasilitasinya.

 

Sumber:

Ahmad Naufal Dzulfaroh, Tagar #IndonesiaTerserah Kembali Viral di Twitter, Ini Kata Satgas Covid-19. https://www.kompas.com/tren/read/2020/11/15/180300765/tagar-indonesiaterserah-kembali-viral-di-twitter-ini-kata-satgas-covid-19?page=all. Diakses 16 Oktober 2020.

Ihsanudin, Pernikahan Putri Rizieq Shihab difasilitasi 20000 Masker, Ini Kata Jubir. https://megapolitan.kompas.com/read/2020/11/14/17204031/pernikahan-putri-rizieq-shihab-difasilitasi-20000-masker-ini-kata-jubir. Diakses 16 Oktober 2020.

Karina Asta Widara, Pasca Demo Besar-besaran, Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo Ungkapkan Kekecewaanya, https://news.okezone.com/read/2020/10/10/1/2291484/pasca-demo-besar-besaran-ketua-satgas-covid-19-doni-monardo-ungkapkan-kekecewaannya. Diakses 16 Oktober 2020.

 

Tinggalkan komentar