Kenangan Bersama Buya Syafii Maarif

Buya Syafii Maarif Muda

Hari ke 10 Ramadhan awal, sekitar tahun 2013, kami mencoba menghubungi Buya Syafii. Alhamdulillah beliau berkenan menjadi pembicara di masjid kampus.

Yang bertugas menjemput beliau adalah saya sendiri. Waktu itu sebelum maghrib, dibantu dengan mobil kampus, kami pun berangkat ke Godean untuk menjemput beliau.

Kami sepakat bertemu di masjid persis dekat rumahnya Buya Syafii. Adzan pun selesai, Buya sudah terlihat di shaf belakang. Setelah iqamah dikumandangkan, Buya tetap di belakang. Ditunjuk jadi imam oleh warga, beliau lebih mempersilahkan warga yang datang lebih awal untuk jadi imam.

“Rendah hati sekali beliau,” gumamku tidak kuteruskan.

Nasehat Seorang Buya Syafii

Duduk bersebelahan di dalam mobil dengan seorang Buya Syafii tentu saja menjadi kebanggaan bagi saya sendiri. Ya kapan lagi mahasiswa kere seperti saya bisa belajar dengan Ketua Umum Muhammadiyah secara langsung.

“Prof, saya sering membaca tulisan njenengan di koran”, sapaku mengawali.

“Tulisan yang mana mas?” jawab Buya.

“Yang kemarin baru terbit prof, tentang Kebangsaan” timpalku.

“Oh, yang itu. Kamu juga harus bisa menulis di media mas. Media manapun yang penting konsisten menulis”, Buya berbicara agak panjang.

“Baik prof, apalagi prof yang harus saya lakukan di umur saya yang sudah segini (waktu itu S1 semester 5)”

“Terus menulis dan belajarlah menuangkan gagasan mas. Jangan takut menuangkan gagasanmu sendiri meski hanya dalam tulisan.” Buya syafii mengakhiri.

“Baik prof, terima kasih atas nasehatnya”.

Perjalanan pun terhenti, kami harus turun untuk melanjutkan shalat tarawih. Pulangnya pun saya sendiri yang mengantarkan beliau ke rumahnya. Di dalam mobil, kami lebih banyak diam. Bukan karena tidak ada sesuatu yang diobrolkan, tapi ceramah Buya Syafii sudah terlalu cukup untuk direnungkan esok hari.

Kini, beliau telah pergi,

Innalillahi wa inna ilaihi rojiun,

Selamat jalan Buya Syafii…

Sang Guru Bangsa…

 

Tinggalkan komentar