Contoh Essay tentang Diri Sendiri

Contoh Essay tentang Diri Sendiri
pixabay.com

Essay adalah karangan yang deskriptif mengenai suatu peristiwa atau topik tertentu. Essay adalah karangan yang tidak mudah basi ketika dibaca berkali-kali. Itu sebabnya ketika ada penawaan beasiswa, maka salah satu syaratnya adalah membuat essay tentang diri sendiri? Berikut adalah contoh essay tentang diri sendiri.

Contoh essay tentang diri sendiri akan membantu Anda untuk memiliki gambaran seperti apa menulis essay itu sendiri. Apa saja yang harus Anda deskripsikan pada sebuah essay? Lalu apa bedanya essay dengan biografi?

Essay tentang diri sendiri memang hampir sama dengan biografi. Anda hanya perlu mendeksripsikan diri Anda sendiri. siapa Anda? apa kegiatan Anda? Apa kesibukan Anda? Ya, anggap saja semacam menulis kehidupan Anda pada sebuah buku diary.

Bagi Anda yang masih bingung, seperti apa sih essay tentang diri sendiri? Anda bisa melihat contoh essay tentang diri sendiri di bawah ini yang ditulis langsung oleh pembicara jurnalistik.

 Essay tentang Diri Sendiri

Nama saya Lili Wijayanti, saya biasa dipanggil Lili. Sejak saya lulus sekolah dasar, saya sudah masuk pesantren tujuh tahun hingga lulus madrasah aliyah. Mengenyam ilmu agama yang lebih dominan daripada ilmu umumpun saya dapat.

Para masyayikh atau guru saya mengajarkan saya banyak hal tentang agama, tentang ubudiyah tentang akhlak tentang syariah dan masih banyak lainnya. Saya bahagia berada di pesantren bertahun-tahun, meski terkadang saya mengalami titik kejenuhan di dalamnya.

Namun saya berusaha untuk tetap bertahan, karena menurut saya itu hanya ujian bagi seorang santri. Hingga akhirnya saya lulus. Setiap manusia pasti memiliki rencana untuk masa depannya.

Setelah saya lulus saya ingin sekali melanjutkan pendidikan saya di Yogyakarta, tepatnya di Universitas Merah Putih. Meski saya tinggal di ibukota Jawa Tengah, Semarang, namun hati saya sama sekali tak tergerak ingin kuliah di tempat di mana saya tinggal.

Saya begitu keukeuh ingin melanjutkan di Yogyakarta, kota budaya  yang melahirkan banyak seniman dan sastrawan di dalamnya. Dan saya ingin terlahir menjadi bagian dari mereka. Larangan orang tua saya hiraukan.

Bukan karena alasan jauh yang dikhawatirkan, namun masalah biaya. Saat itu adik saya tidak diterima di SMK negeri, akhirnya terpaksa adik saya disekolahkan di SMK swasta yang tergolong mahal.

Entah mengapa keegoisan saya mengalahkan logika saya saat itu. Saya benar-benar tak peduli dengan kondisi finansial keluarga saya yang tergolong dari keluarga yang kurang mampu.

Saya berpikir, jika saya menunda study saya, saya akan bertambah tua. Sebab dahulu saya harus menunda sekolah saya satu tahun untuk menempuh kelas persiapan atau diniyyah ula sebelum masuk madrasah tsanawiyah.

Saat itu ayah berkata, “Nduk, mengalahlah untuk adikmu. Bapak dan mamakmu gak ada biaya untuk mendaftarkan kalian sekolah bersamaan. Sekolahmu bisa ditunda, tapi adikmu gak bisa. Korbankan waktumu setahun dulu, kamu bisa ngajar-ngajar di sini. Ilmumu berguna buat masyarakat di sini!”

Tapi saya tak mengacuhkan perkataan ayah saya, saya masih saja mengagungkan ego saya, saya tak ingin kerja. Saya ingin tetap sekolah, ingin tetap belajar. Saya meyakinkan kedua orang tua saya untuk tetap menyekolahkan kami berduaan secara bersamaan, meskipun itu dengan biaya hutang.

Meyakinkan beliau bahwa setelah saya diterima di Universitas Merah Putih, saya pasti kerja dan mengembalikan hutang yang telah beliau pinjam. Hingga akhirnya, orang tua saya terpaksa mengaminkan keinginan saya.

Diantarlah saya ke Yogyakarta, karena kebetulan ayah saya adalah asli penduduk Yogyakarta, tepatnya Gunung Kidul, namun karena ibu saya berasal dari Semarang, tinggalah kami di Semarang.

Beberapa hari mengelilingi Yogya, membuat saya benar-benar membulatkan tekad dan niat agar saya bisa diterima di Universitas Merah Putih, bagaimanapun caranya! Mulailah saya belajar soal-soal ujian, mempelajarinya dengan tekun.

Sayangnya, ketekunan saya tak berbuah hasil. Saya gagal. Mengejutkan memang. Bukan bermaksud sombong, namun saya tergolong pandai saat saya masih di sekolah. Mengapa bisa saya tak diterima?

Padahal saat sekolah bisa dikatakan saya adalah orang yang cukup pintar. Saya mampu berorganisasi dengan tetap tidak melupakan pelajaran dan juga mengaji. Bila dituliskan, seperti inilah daftar riwayat organisasi saya saat bersekolah :

  1. Pondok Pesantren Al-Kautsar, Jati                                                                2006-2013
  2. Dauroh ‘Arabiyah Qism Nasyath Al’Aroby, Jati                                           2006-2013
  3. Kursus Membaca Puisi 2007
  4. Training Jurnalistik OSIS, Jati                                                                        2008-2013
  5. Pelatihan Karya Tulis Ilmiah  , Jati                                                                 2010-2013
  6. Kursus Keputrian, Memasak dan Menjahit, PP Al-Kautsar, Jati 2010
  7. Pelatihan Menulis Sastra PMH Putra, Jati 2012
  8. Pelatihan Menulis Fiksi Mata Pena, Jati 2012
  9. Pelatihan Karya Tulis Bahasa Arab , Jati 2013

 

Prestasi yang pernah saya raih saat masih sekolah adalah :

  1. Juara I Sayembara Cerpen Tingkat Kabupaten Jati                            2011
  2. Juara I Lomba Resensi Buku, Perpustakaan                                         2012
  3. Juara III Lomba Menulis Cerpen Tingkat Kabupaten                         2013

 

Dengan kemampuan saya tersebut, sayapun merutuki diri saya sendiri, apa yang salah dengan ikhtiar saya? Saya pun pasrah, nasehat ayah beberapa minggu lalu yang meminta saya bekerja, saya laksanakan.

Teringat saya dengan nasehat kiai saya, almarhum Syaikhona Muhammad Imam Syafi’i, “Di manapun kalian berada, mengajarlah. Karena dengan mengajar, ilmu kalian akan bermanfaat dan barokah. “

Saya pun mengajar selama setahun di rumah, mengajar ngaji, menjadi guru TK dan guru privat. Hingga akhirnya setahunpun berlalu, saya kembali mendaftar di Universitas Merah Putih, jalur ujian SBMPTN dan ujian regulerpun saya tempuh.

Alhamdulillah, dari kedua jalur tersebut, semuanya berhasil goal. Di SBMPTN saya diterima, di regular saya juga diterima. Kemudian ayah menasehati saya, dan meminta maaf bahwa dahulu beliau dan ibu saya tidak meridhoi keputusan saya.

Beliau berpikir bahwa mungkin penyebab tidak diterimanya saya tahun lalu mungkin karena tak mendapat restu dari kedua orang tua saya. Toh nyatanya ketika saya mengorbankan waktu saya selama setahun dengan mengajar, pada akhirnya saya diterima di dua jalur tersebut.

Tiba-tiba saya menangis dalam hati, menyesali keegoisan yang pernah saya lakukan pada orang tua saya. Begitu tidak sopannya saya meminta, begitu memaksakannya saya akan kabulnya permintaan saya.

Saya memang terlampau keras kepala jika berhadapan dengan siapa saja, bahkan orang tua sekalipun. Hingga akhirnya saya menyadari satu hal, bukankah ridhollah fi ridho al-walidain? Sukhtullah fi sukhtu al-walidain?

Ridho Allah adalah ridho orang tua, murka Allah adalah murkanya orang tua. Saya benar-benar menyesali perbuatan saya.

Semenjak saat itu saya mulai membenahi diri saya untuk bersikap lebih bijak lagi, lebih santun lagi, tidak keras kepala lagi. Dan saya berjanji, di setiap langkah yang saya jalani harus diridhoi orang tua saya.


Nah, seperti itulah contoh essay tentang diri sendiri yang bisa kami bagi. Tidak begitu sulit bukan? Selamat mencoba!

Tinggalkan komentar