Full Day School (FDS), Setuju atau Tidak?

opini

  • Wulan Oktavia Sari
  • Pendidikan Matematika
  • IKIP PGRI BOJONEGORO

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy, menegaskan tak akan surut dalam penerapan Full Day School (FDS) meski banyak ditentang berbagai kalangan masyarakat. FDS disebutnya menjadi jawaban untuk mengatasi permasalahan pendidikan di Tanah Air.

Menurutnya, sekolah itu sebagai school base management of education yaitu mengandaikan sekolah menjadi pusat manajemen belajar, sekolah sebagai manajemen masyarakat, dan sekolah sebagai manajemen keluarga. Tiga hal tersebut saat ini berjalan sendiri-sendiri sehingga perlu sinkronisasi.

Full Day School

Dengan penerapan FDS, pemerintah bisa menyamakan irama dari ketiga lingkungan itu untuk menanamkan pendidikan berbasis karakter kepada peserta didik.

Dalam pelaksanaan FDS, pemerintah tetap menerapkan Kurikulum 2013 (K13) sebagai bahan ajar wajib di sekolah. Kurikulum tersebut juga telah mencakup beragam materi yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik di masing-masing daerah.

“Setelah kita hitung penambahan jam pelajaran pada FDS pada Senin-Jumat, tiap harinya bertambah 1 jam 20 menit. Anak SD paling molor sampai pukul 12.30 WIB. Kalau SMP hingga 13.30. Jadi untuk kegiatan ekskul itu tidak mengganggu sama sekali.” Ujarnya.

Jadi FDS tidak berarti siswa seharian penuh di sekolah, tetapi memastikan bahwa peserta didik dapat mengikuti kegiatan-kegiatan penanaman pendidikan karakter, seperti kegiatan ekstrakulikuler.

Menurut Muhajir, FDS dapat membendung pengaruh-pengaruh buruk yang diterima anak saat orang tua sedang sibuk bekerja dan tak sempat mengawasi. Selama satu hari di sekolah, itu ada banyak hal yang bisa di pelajari anak-anak untuk menambah wawasan mereka.

Namun dari keputusan diatas, memancing sejumlah respon dari berbagai pihak. Sebagian besar masyarakat menganggap hal tersebut akan memberatkan siswa, mengingat sistem FDS mengharuskan siswa menjalankan aktivitas akademik secara penuh yaitu dari pagi sampai petang.

Seperti komentar dari Imam Prasodjo, “Ketahuilah pak Menteri bahwa terlalu banyak sekolah yang tak layak sebagai lingkungan belajar, atau bahkan tak layak sebagai tempat sekedar berkumpul. Lihatlah kondisi SD dan SMP di berbagai wilayah, apalagi daerah terpencil.

Angka statistik di Kemendikbud pasti tersedia yang menunjukkan berapa sekolah yang rusak, tak ada toilet, tak ada halaman bermain, atau bahkan sudah termasuk zona berbahaya”. Dari komentar tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada yang kurang setuju penerapan FDS dikarenakan fasilitas dan infrastruktur sekolah yang dianggap belum memadai.

Bukan hanya dari kalangan masyarakat biasa, artis tanah air dan juga dari jajaran pemerintahan pun ikut bersuara mengenai penerapan FDS ini. “Gagasan program Full Day School belum tepat diterapkan di Indonesia karena memang secara filosofis dan praktis, gagasan tersebut bermasalah”. Kata Anang Hermansyah.

“Dunia pendidikan kita ini jangan dijadikan kelinci percobaan. Ini bukan waktunya untuk menjadi kelinci percobaan, dan siswa-siswa kita juga bukan kelinci percobaan.” Ujar Fadli Zon (Wakil DPR-RI).

Selain banyak yang menolak penerapan FDS di Indonesia, ada banyak juga yang memberi apresiasi dan dukungan untuk penerapan FDS ini, misal dari para pendidik ternama yaitu Arif Rachman, Rhenald Kasali, dan Komaruddin Hidayat.

Masyarakat juga ada yang me-welcome-kan penerapan FDS ini, mereka beranggapan bahwa FDS membuat siswa menjadi proaktif terhadap kegiatan akademik, dan dinilai bisa bermanfaat terhadap tumbuh kembang siswa.

Harapan FDS

Dari mereka yang mendukung, mereka berharap agar hal tersebut diimbangi dengan fasilitas sekolah yang memadai juga tenaga pengajar yang profesional dalam mendidik.

Coba kita lihat Negara lain yang menerapkan sistem Full Day School, Singapura, China, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Amerika Serikat da Inggris. Sekarang kita ambil contoh dari negara Jepang. Mengapa harus Jepang? Karena dapat kita lihat, bahwa Jepang adalah negara yang disiplin akan waktu.

Pemerintah Jepang pun menerapkan sistem Full Day School (FDS) atau berangkat pagi pulang sore, kecuali untuk SD. Untuk tingkat SD biasa pulang pukul 13.00, sedangkan SMP pulang sekitar pukul 15.30, dan SMA pulangnya sekitar pukul 19.00. Lalu bagaimana dengan perkembangan anak-anak di Jepang?

Apakah fisik dan mentalnya menurun setelah menjalani aktifitas sehari di sekolah? Tentu tidak, mereka dididik menjadi pemuda yang tangguh, tidak ada rasa malas yang ada di dirinya.

Mereka terlihat lebih senang karena lebih sering berinteraksi dengan teman-teman, lebih bisa mengembangkan bakatnya, dan siswa lebih paham cara agar tidak mudah goyah dalam menyikapi arus globalisasi yang semakin maju. Mereka bahkan mampu menciptakan ide-ide baru untuk andil dalam era globalisasi ini.

Sekarang tergantung bagaimana kita menanggapi hal tersebut, seharusnya kita mendukung hal tersebut. Dikarenakan hal itu dilakukan bukan semata-mata untuk menjatuhkan mental anak negeri, malah sebaliknya.

Penerapan FDS malah memberikan berbagai dampak positif untuk perkembangan anak kedepannya. Namun juga harus diperhatikan dari segi fasilitas sekolah dan fisik dari peserta didik.

Orang tua dan guru harus membekali siswa tentang pentingnya gaya hidup sehat. Tidak lupa untuk menekankan olahraga dan makan makanan yang bergizi. Jangan sampai penerapan FDS ini menjadi boomerang bangsa karena banyak siswa yang tumbang dikarenakan sakit atau lain sebagainya.

Tinggalkan komentar