Menumbuhkan Nilai Karakter Melalui Permainan Tradisional

penulis Opini
Penulis Opini
  • Cahyo Hasanudin
  • Pascasarjana
  • Universitas Sebelas Maret Surakarta

Perubahan kondisi sosial-ekonomi yang dipacu oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat, membawa serta perubahan–perubahan dalam cara berpikir, cara menghadapi hidup dan kehidupan ini.

Salah satu perubahan terlihat dengan semakin memudarnya rasa kemanusiaan, empati dan saling menghargai pada sesama manusia, belum lagi memudarnya sikap disiplin, jujur, rasa nasionalisme, kurang menghargai budaya lokal, atau pun primordialisme yang tak terkendali.

Kemajuan teknologi yang semakin pesat ternyata juga mempengaruhi aktivitas bermain anak. Sekarang, anak-anak lebih sering  bermain permainan digital  seperti video games, Playstation (PS), dan  games online (misalnya COC dan Pokemon-go yang lagi membooming di akhir tahun 2016 ini).

Permainan ini memiliki kesan sebagai permainan modern karena dimainkan menggunakan peralatan yang canggih dengan teknologi yang mutakhir, yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan permainan anak tradisional.

Permainan anak tradisional kadang tidak membutuhkan peralatan saat dimainkan kalaupun ada peralatan yang digunakan  hanyalah  peralatan yang sederhana yang mudah didapatkan, dan  biasanya ada di sekitar  anak saat bermain, seperti batu, ranting kayu, atau daun kering.

Mengharapkan mereka mau kembali mengenal permainan tradisional tersebut memang sulit, karena disamping teknologi yang tinggi dan tidak sederhana, permainan ini terkesan kuno. Namun sebenarnya banyak nilai-nilai yang dapat dipelajari dari setiap permainan tradisional. Misal permainan gobak sodor.

Gobak sodor sendiri memiliki banyak pengertian, ada yang mengatakan bahwa gobak sodor itu berasal dari bahasa Inggris dari kata “Go back to door” yang berarti kembali ke pintu. Melihat arti ini memang masuk akal juga bila permainan gobak sodor itu kembali ke pintu.

Karena permainan ini memang diharuskan kembali ke pintu/pangkalan awal setelah melewati pintu-pintu penjagaan lawan. Namun, di sebagian daerah di nusantara permainan gobak sodor sering disebut sebagai permainan galasin, galah asin, dan main asing.

Permainan gobak sodor dimainkan di lapangan terbuka dengan ukuran lapangan 9 X 4 m, lapangan harus berbentuk segi empat dan dibagi menjadi enam bagian dan diberi garis tengah. Permainan ini dibagi menjadi dua grup, yaitu grup lawan dan grup jaga, masing-masing grup terdiri dari tiga sampai lima orang.

Grup jaga harus menjaga garis horizontal dan vertikal. Seseorang yang berjaga di garis vertikal dia bisa mengakses semua garis, termasuk garis horizontal. Grup jaga bertugas menjaga garis-garis tersebut agar tidak dilewati oleh grup lawan. Grup lawan harus mampu melewati grup jaga, grup lawan yang dinyatakan berhasil yaitu mereka yang mampu melewati grup jaga dan mampu kembali ke posisi awal/pangkalan.

Permainan gobak sodor ini mampu meningkatkan kemampuan motorik, pengembangan otak kanan, juga mengembangkan kemampuan bersosialisasi anak, baik dalam bekerjasama maupun dalam memecahkan persoalan, melalui permainan tersebut.

Permaian gobal sodor ini sangat mengasyikkan sekaligus penuh kesulitan karena setiap orang harus melewati tim jaga secepat mungkin agar tidak terkena pegangan atau senggolan dari grup jaga, apabila terkena sentuhan tangan grup jaga maka dinyatakan kalah dalam permainan tersebut.

Keunikan permainan gobak sodor dapat dilihat dari pergantian grup. Grup jaga bisa berganti menjadi grup lawan atau sebaliknya. Sedangkan kemenangan dari permainan gobak sodor adalah dari banyaknya anggota tim yang mampu meloloskan diri dari tim jaga.

Permainan tradisional memiliki pengaruh dalam meningkatkan kompetensi interpersonal anak Sekolah Dasar. Kompetensi interpersonal tersebut dapat terangkum dalam nilai pendidikan karakter, nilai pendidikan karakter dalam permainan gobak sodor meliputi nilai yang berhubungan dengan diri sendiri, nilai yang berhubungan dengan sesama, nilai yang berhubungan dengan lingkungan, dan nilai kebangsaan.

Nilai-nilai tersebutlah yang nantinya akan membawa peserta didik untuk lebih bermartabat dalam mengemban hidup bermasyarakat, negara, dan agama.

Potret pendidikan karakter menyentuh sesuatu yang dalam pada hati manusia, seiring manusia memulai abad yang baru, manusia memiliki pemahaman yang lebih tajam tentang beberapa karakter yang penting dalam dunia pendidikan.

Mengutip pendapat salah satu pakar pendidikan karakter Thomas Lickona, beliau menyebutkan bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan yang di dalamnya mengandung nilai-nilai operatif, nilai-nilai yang berfugsi dalam praktik. Pendidikan karakter mengalami pertumbuhan yang membuat suatu nilai menjadi budi pekerti, sebuah watak batin yang dapat diandalkan dan digunakan untuk merespon berbagai situasi dengan cara yang bermoral.

Selain itu, Kementerian Pendidikan Nasional juga menambahkan bahwa nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dapat diidentifikasikan dari sumber agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan.

Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa yaitu, religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,  mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Kedelapan belas nilai yang sudah diusung oleh Kementerian Pendidikan Nasional ini sudah kiranya dapat diintegrasikan pada sebuah permainan tradisional anak Indonesia.

 

BIODATA

Cahyo Hasanudin lahir di Bojonegoro pada tanggal 06 Mei 1988. Setamat dari SDN Geger Kec. Kedungadem Bojonegoro tahun 2000. Kemudian melanjutkan studi di MTs M2 Kedungadem, lulus tahun 2003. Tahun 2006 lulus dari MAN Negara Bali jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Pada program penerimaan mahasiswa baru pada tahun 2006 mendapat beasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) jurusan perikanan selama delapan semester, namun pada tahun 2007 pindah dari Universitas Muhammadiyah Malang dan pada tahun 2008 melanjutkan belajar di perguruan tinggi IKIP PGRI Bojonegoro hingga lulus pada tahun 2012.

Pada tahun 2013 melanjutkan belajar pada program pascasarjana di Universitas Sebelas Maret Surakarta dan lulus pada tahun 2014.

Penghargaan yang pernah diraih antara lain 1) juara II dalam pekan olahraga dan seni (porseni) olympiade Bidang Studi Ekonomi antar MA se-Bali pada tahun 2005, 2) Juara III Bidang Seni pada LKTM (Lomba karya Tulis Mahasiswa) antar jurusan se-Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada tahun 2007, dan 3) sebagai kontributor terbaik dalam lomba penulisan puisi yang diselenggarakan oleh Sabana Pustaka pada tahun 2016

 

Tinggalkan komentar