Inilah 8 Etika Komunikasi Ala Alquran

Salah satu masalah kompleks yang kini kian mengikis kebhinekaan adalah rapuhnya kerukunan. Tanpa disadari, kerukunan menjadi sesuatu yang langka ditemui. Melemahnya kerukunan tidak hanya terjadi karena perbedaan antar agama, sesama agama pun sulit mewujudkan suasana rukun.

Bahkan, di lingkup terkecil seperti keluarga pun kerukunan nampaknya sudah jarang ditemui. Padahal, keluarga adalah pendidikan pertama yang seharusnya menanamkan nilai-nilai kerukunan.

komunikasi ala Nabi
makassar.tribunnews.com

Setiap manusia memerlukan komunikasi. Komunikasi menjadi hal yang urgen dalam kehidupan bermasyarakat. Tanpa komunikasi, manusia tidak dapat menyampaikan pesan yang ingin disampaikannya. Istilah komunikasi itu sendiri dalam bahasa Inggris “communication” berasal dari bahasa Latin “communication”, bersumber dari “communis” yang berarti “sama”. Sama disini bermaksud sebagai “sama makna”. Artinya, komunikasi adalah hubungan yang mempunyai “kesamaan makna”.[1]

Bisa diambil kesimpulan bahwa etika komunikasi adalah bagaimana cara atau adab dalam menyampaikan pesan. So, di samping pentingnya memahami ilmu komunikasi, sahabat juga perlu mengerti bagaimana cara menyampaikannya, dalam hal ini berkaitan erat dengan etika komunikasi.

Betapa pentingnya etika komunikasi, sampai-sampai adanya etika komunikasi sangat mempengaruhi apakah pesan tersebut akan sampai kepada mad’u hingga ke perilaku, atau hanya pesan yang hanya masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Etika komunikasi mempunyai peranan penting dalam memengaruhi audiens.

Terkait komunikasi itu sendiri, Al Quran lebih awal menjelaskan terkait keberadaan komunikasi. Al Quran juga telah menjelaskan bahwa bermulanya hidup berasal dari komunikasi yang turun temurun hingga saat ini.

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama benda seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada malaikat lalu berfirman: ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu jika kamu orang-orang yang benar!’ Mereka menjawab: ‘Maha suci Engkau, tidak ada yang Engkau ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami”. Sesungguhnya Engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana. Allah berfirman: ‘Hai Adam, beritahukanlah nama-nama benda itu. Allah berfirman; ‘Bukankah sudah Kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan yang kamu sembunyikan.” (QS Al Baqarah (2): 31-33).

Sayangnya, manusia seringkali meremehkan apa yang disebut komunikasi. Padahal komunikasi adalah kebutuhan sehari-hari yang bersinggungan langsung dengan perilaku. Tanpa berpikir panjang, sering banyak yang melupakan bahwa komunikasi hanya sebatas pembicaraan saja. Komunikasi hanya dianggap alat yang selalu benar tanpa memperhatikan susunan kosa kata, budaya setempat dan lain sebagainya.

Hal inilah bukti bahwa sebagian besar masyarakat meskipun berpenduduk Muslim masih jauh dari Al Quran. Al Quran seharusnya senantiasa standby di manapun dan kapanpun berada. Termasuk dalam ranah komunikasi baik sesama saudara, orang tua, pemimpin, bawahan, pemuka agama dan lain sebagainya. Al Quran telah jelas menerangkan keberadaan pentingnya komunikasi seperti termaktub dalam surat An Nahl ayat 105. yang artinya:

“Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan peajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengethaui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Tanpa mengamalkan hal di atas, kiranya akan terjadi kesalahpahaman di dalam masyarakat. Dalam hal ini, disebut prasangka (prejudice). Prasangka itu sendiri merupakan studi yang ditempatkan fokus utama dalam ilmu psikologi sosial.[2]

Cara Berkomunikasi yang Baik

Prasangka sebagai Penyebab Pentingnya Etika Komunikasi Massa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi prasangka adalah suatu pendapat (anggapan) yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengenai.[3] Konkritnya, Sarlito di dalam bukunya Psikologi Prasangka orang Indonesia menjelaskan bahwa prasangka mempunyai fungsi heuristic (jalan pintas), yaitu langsung menilai sesuatu tanpa memprosesnya secara rinci dalam alam pikiran kognisi.[4]

Dengan tantangan komunikasi yang beragam di atas, tentu saja etika komunikasi al Quran sebagai panduan hidup sehari-hari perlu dipegang erat. Oleh sebab itu, tulisan ini akan menguraikan 8 etika komunikasi sesuai Al Quran baik lingkup individu maupun lingkup etika komunikasi massa.

Etika Komunikasi dalam Kantor, Bisnis, Masyarakat dan Negara

Dalam Sumpah Pemuda, 17 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan, para pemuda dari seluruh Nusantara sudah menyatakan tekad mereka sebagai bangsa. Para pemuda berusaha menerobos batas-batas sentimen etno-religius (etno-nationalism).

Para pemuda menawarkan fantasi inkorporasi baru berdasarkan konsepsi kewargaan yang menjalin solidaritas atas dasar kesamaan tumpah darah, bangsa dan bahasa kesatuan (civic nationalism).[5] Dalam sumpah tersebut, sayangnya kurang dijaga erat pengikatnya sehingga perlahan-lahan renggang.

Seperti judul di atas, kondisi kerukunan Indonesia saat ini masih sebatas “menjumput”. Mengapa demikian? Melihat peristiwa akhir-akhir ini seperti penyerangan masjid Adz Dzikra, perusakan gereja, dan lain sebagainya mengindikasikan bahwa kerukunan di negeri ini baru sebagian. Tak bisa bila jika dikatakan mengambil karena yang terjadi adalah sebagian Negara ini rukun dan sebagian lainnya konflik.

Mengamati berbagai peristiwa di atas, penyebab berbagai masalah konflik di atas hanyalah sederhana, yakni prasangka. Seperti yang penulis jelaskan pada bab pendahuluan tadi bahwa prasangka adalah anggapan buruk sebelum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Check and recheck (tabayyun) yang jarang dilakukan membuat prasangka-prasangka tersebut menjadi sebuah ledakan besar disertai perilaku kejam.

Munculnya Berbagai Konflik karena Minimnya Pengetahuan Etika Komunikasi

Apa yang penulis saat ini tulis adalah bagian dari prasangka. Prasangka ingin mengikuti pioneer ke Sulawesi, prasangka ingin menjadi pemenang, prasangka agar lebih dekat dengan wanita idaman dan lain sebagainya. Ilmu psikologi telah membahasnya dalam definisi pertamanya. Di dalam teologi, logos digunakan sebagai kata yang menunjukkan Tuhan. Yakni suatu prinsip. Dengan demikian, psikologi ingin mengungkapkan prinsip kehidupan, jiwa dan roh.[6]

Hal di atas mengindikasikan bahwa di dalam psikologi terdapat analisis yang digunakan untuk menjawab kemunculan prasangka. Para ahli psikologi berpendapat bahwa prasangka itu sendiri memiliki ikatan erat terhadap individu. Menurut Idamsyah, menyebutkan ada tiga penyebab kemunculan prasangka.[7]

  • Frustasi

Frustasi adalah rasa gagal karena masalah yang sulit di tangani. Dari hal itu membuat kecewa dan mencari pelampiasan. Kegagalan yang dialaminya tidak berkaca pada kurangnya kemampuan pada diri sendiri, namun mencari kesalahan orang lain sehingga menimbulkan konflik.

  • Proyeksi

Proyeksi terdapat dua macam yakni proyeksi psikologis dan proyeksi sosial. Adapun pengertian proyeksi itu sendiri adalah penyangkalan-penyangkalan atribut yang bersifat negatif seperti jahat, malas dll. Sedangkan lawan dari proyeksi adalah introyeksi yakni menyukai atribut-atribut positif. Keduanya berdampak konflik jika tidak dikendalikan yakni jika proyeksi maka akan terjadi konflik karena merasa dihina. Sedangkan introyeksi akan berdampak konflik jika atribut-atribut tersebut melekat pada orang lain.

  • Kepribadian

Sering kita menjumpai sifat seseorang yang mempunyai kepribadian otoriter, demokratis dan lain sebagainya. Kita ambil pada contoh ototoriter tentu tidak baik dalam kepemimpinan. Watak kepribadian tersebut biasanya terlahir dari lingkungan yang keras sehingga menyebabkan kekerasan juga dalam memahami hidup. Jika tidak bisa dikendalikan, prasangka pembenaran tersebut akan menjadi konflik.

Etika Komunikasi Al Quran

komunikasi al quran
gizanherbal.wordpress.com

            “Sambunglah rasa terlebih dahulu sebelum sambung perilaku”.

Ungkapan di atas sengaja penulis sertakan untuk memudahkan pemahaman dalam makalah ini. Banyak yang beranggapan bahwa majunya dunia Barat dari segi teknologi, sains, matematika, fisika atau kimia hanya bertopang keilmuan itu saja.

Penulis mengajak para pembaca untuk merenungkan sejenak bahwa tanpa sambung rasa, sambung ilmu tentu tidak akan terbina. Dunia Barat dalam hal ilmu-ilmu komunikasi tidak meremehkan, bahkan dijadikan bahan ajar pertama yang harus tuntas. Dengan demikian, pijakan kultur pendidikan bahasa menjadi sarat majunya sebuah retorika.

Retorika tidak hanya seni bagaimana melakukan propaganda seperti yang kita lihat di TV-TV. Lebih dari itu, retorika menjadi gaya bagaimana memanage anak didik, memfokuskan bakat, mengkomunikasikan medan pikiran dan menjadi poros pelajaran bagaimana menjadi tuan dan puan.

Maka tak berlebihan jika ada ungkapan bahwa komunikasi adalah syarat untuk meraih gelar puan dan tuan. Dengan komunikasi yang baik, kita dapat mempengaruhi jiwa dan pikiran sehingga apa yang kita harapkan dapat terpenuhi.[8] Di dalam Al Quran sendiri, telah disebutkan 8 etika komunikasi Al Quran;

1. Qawlan Adhima

Maka Apakah patut Tuhan memilihkan bagimu anak-anak laki-laki sedang Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara Para malaikat? Sesungguhnya kamu benar-benar mengucapkan kata-kata yang besar (dosanya).

Dalam ayat tersebut yang dimaksud adalah kata-kata atau ucapan yang banyak mengandung kesalahan dan kebohongan besar. Dalam ayat tersebut mempunyai tafsir bahwa kaum musyrikin menganggap dan mengadakan pembohongan yang besar bahwa malaikat adalah anak Allah. Mereka mengatakan sesuatu yang tidak berdasar.

Penafsiran ayat di atas melukiskan bahwa dalam menjaga kerukunan, perlulah berhati-hati menyebarkan berita bohong. Apalagi saat ini adalah dunia cyber yang berlaku bahwa pembaca bukan sekedar pembaca namun juga pelaku distribusi berita.

2. Qawlan baligho

Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.

Qawlan baligho dapat diartikan sebagai “sampai”, “mengenai sasaran” atau “mencapai tujuan”. Jika dikaitkan dalam dunia komunikasi berarti “jelas”, “fasih” dan tepat sesuai yang dikehendaki komunikator.

Dalam komunikasi menjaga kerukunan, perlu kiranya setiap individu mempunyai keyakinan bahwa apa yang disampaikannya tepat sesuai harapan kita. Jangan sampai apa yang kita ucapkan mengandung unsur kecurigaan yang menyebabkan adanya berbagai prasangka ingin mengelabuhi, menipu, atau yang lainnya.

Selain itu juga penting kiranya memahami siapa lawan bicara kita, dalam tuturan bahasa nantinya aka nada tingkatan tersendiri baik untuk serius, bercanda atau lain sebagainya. Hal ini dapat kita ambil iktibar dari surah Ibrahim ayat 4.

Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya[779], supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan[780] siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.

3. Qaulan Karima

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia[850].

Kata “kariman”, biasa disebut diterjemahkan dengan “mulia”. Di dalam ayat ini, komunikasi lagi-lagi menjadi sebuah ilmu yang luar biasa. Dijelaskan dalam ayat ini bahwa saat kita berbicara kepada orang tua, berbicara “ah” saja tidak diperkenankan apalagi lebih. Al Quran bukan saja mengajarkan kepada kita betapa pentingnya berbuat baik sesuai adat namun juga lebih baik dan lebih mulia dalam memuliakannya.

Dalam konteks kerukunan, berkomunikasi yang baik adalah komunikasi yang menasehati namun tidak terkesan menggurui. Jika  terkesan menggurui, tentu saja akan menimbulkan prasangka-prasangka yang bisa memudarkan kerukunan. Jadilah penginspirasi tanpa menggurui!

4. Qawlan Layyina

Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, Sesungguhnya Dia telah melampaui batas; Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut”.

Layyin secara terminology berarti “lembut”. Qawlan layyinan juga berarti perkataan yang lemah lembut. Di dalam konteks kerukunan, ayat ini pas dengan situasi saat ini. Ketika Musa menasehati Fir’aun Allah perintahkan kepada Musa agar menggunakan kata-kata yang lemah lembut. Hal ini bukan berarti bahwa lembut tanpa kekuatan, namun lembut yang mengandung kebijaksanaan dan berharap akan kembali kepada Allah.

Cermin untuk saat ini adalah bahwa anak negeri sering mengutuk pemerintahan dengan cara-cara yang tidak pantas. Bahkan dengan berlaku kasar dan mengeluarkan kata-kata kotor. Hal ini jelas bertentangan dengan perintah Allah seperti termaktub di atas.

Ayat di atas juga pernah berlaku kepada kaum lemah, ketika itu Nabi Muhammad mengingatkan seorang Badui yang mengencingi masjid. Nabi tidak lantas mengusir atau memarahi orrang badui tersebut, meskipun para sahabat telah geram. Rosul dengan lembut menasehati dan berkata lemah lembut. Hasilnya, orang Badui tersebut mengakui bahwa akhlak Rosulullah memang luar biasa. Terkait sikap lembut, Allah juga telah menjelaskan dalam surat Ali Imran ayat 109.

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.

5. Qawlan Ma’rufan

Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka Ucapan yang pantas[851].

Para ulama menafsirkan ayat di atas ketika Nabi Muhammad menghindar ketika dimintai bantuan. Beliau malu karena tak bisa membantunya, maka Allah pun memberikan petunjuk lewat firman-Nya bahwa hendaknya dihadapi dengan menyampaikan kata-kata yang baik dan harapan di masa yang akan datang akan membantunya.

Dalam ranah menjaga kerukunan, Allah telah mengatur segalanya. Dengan demikian, meskipun kita tak bisa membantunya dalam waktu itu, namun hendaknya persaudaraan tetap terjaga sehingga sewaktu-waktu dapat membantunya. Pada akhirnya, jangan sekali-kali membuat tersinggung teman kita namun diberikan sikap optimis dan harapan bahwa esok akan lebih baik.

6. Qawlan Ma’rufan

Qawlan ma’rufan adalah perkataan yang “baik”, “sopan”, “terhormat”. Adapun ayat dalam Al Quran dapat kita jumpai dalam Al Baqarah ayat 235 yang menegaskan bahwa mutlak seorang pria dilarang mengucapkan sesuatu yang sedang menjalani ‘iddah kecuali yang baik-baik. Berkaitan dengan perasaan wanita juga terkandung dalam surat Annisa ayat 5.

Perintah berkata baik juga terdapat dalam surat An Nisa ayat 8 agar tidak mengatakan hal-hal menyinggung perasaannya. Bagaimanapun juga orang yang kurang akalnya lebih cenderung mengandalkan emosinya daripada logika dan pikirannya. Berikut surah Annisa ayat 8;

Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat[270], anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu [271] (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang baik.

7. Qawlan Saddidan

Qawlan saddidan adalah perkataan yang tidak “berbelit-belit”, “benar”, “lurus”. Dalam konteks menjaga kerukunan, perkataan yang dimaksud adalah “konsisten” atau “istiqomah”, Hal ini akan bersinggungan dengan lawan bicara yang kita beri janji atau informasi sehingga kita bertanggung jawab penuh terhadap apa yang terjadi. Jika kita konsisten kepada kebenaran, InsyaAllah kerukunan akan terwujud karena yang terjalin adalah rasa saling percaya. Hal ini termaktub dalam surah Al Ahzab ayat 70;

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar.

8. Qawlan Tsaqila

Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu Perkataan yang berat.

Dalam penafsiran kata berat pada ayat tersebut, mengacu pada saat Rosulullah menerima wahyu. Begitu dahsyatnya sehingga Aisyah Ra menceritakan keringat Rosul bercucuran meskipun saat itu musim dingin.

Di dalam ranah komunikasi menjalin kerukunan, bahwa kata-kata yang semestinya kita ucapkan berdasarkan kebenaran sesuai firman Allah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makna berat dalam konteks ini adalah bermakna “mantap” tanpa keragu-raguan.

Kemantapan tentu berasal dari keyakinan akan kebenaran, bukan atas pengaruh dari pihak luar. Dengan demikian, kemerdekaan dalam bertutur kata sangat menentukan dalam menjaga kerukunan.

Filsafat Komunikasi

            Kerukunan merupakan suasana yang tak bisa berdiri sendiri. Namun demikian, kerukunan mampu menular tatkala salah satu pihak melakukan tindakan yang tepat. Satu-satunya cara yang tepat tidak lain hanya bersandar pada Al Quran. Bagi sesiapa yang percaya pada Al Quran, berarti Ia percaya bahwa Ia akan memperoleh kemenangan yang besar. Bukan saatnya ummat terbaik ini hobi menyalahkan satu sama lain karena hakikatnya kesalahan itu berasal dari diri kita sendiri (Yunus:108).

Katakanlah: “Hai manusia, Sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran (Al Quran) dari Tuhanmu, sebab itu Barangsiapa yang mendapat petunjuk Maka Sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. dan Barangsiapa yang sesat, Maka Sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu”.

Kerukunan adalah dambaan, oleh karenanya fokus kita sebagai generasi yang akan mewarisi dari generasi sebelumnya adalah berpijak pada satu tujuan yakni sebuah peradaban. Perlu dikethaui bahwa jikalau ummat ini hanya “hobi” menyelesaikan konflik, tentu konflik akan hilang satu per satu namun akan tumbuh menjadi seribu.

Berjanjilah mulai hari ini bahwa kita bukan ummat yang disudutkan, ummat yang menjadi korban alih-alih konspirasi. Kita adalah ummat terbaik yang memiliki visi tercerahkan sebagai pelaku utama. Kembalilah kepada Al Quran, engkau akan tinggi jika engkau beriman (Al Mujadilah ayat 11).

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Wallahu alam bisshawab.

 

[1] Wahyu Illahi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: Rosdakarya, 2013), hlm. 4.

[2] Idhamsyah Eka Putra, Psikologi Prasangka, Sebab, Dampak Dan Solusi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2012), hlm. 6.

[3] Kamus Besar Bahasa Indonesia.

[4] Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Prasangka Orang Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007) hlm. 2.

[5] Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), hlm. xxiv.

[6] Lynn Willcox, Psikologi Kepribadian: Analisis Seluk Beluk Kepribadian Manusia, (Yogyakarta; IRCisoD, 2013) hlm. 23.

[7] Idhamsyah Eka Putra, Psikologi Prasangka, Sebab, Dampak Dan Solusi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2012), hlm. 33.

[8]Wahyu Illahi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: Rosdakarya, 2013), hlm. 168.

Tinggalkan komentar