Menyoal Komunikasi Politik Ahok

“…Bagi saya, komunikasi yang santun itu tidak curi uang rakyat, bukan (bersikap) baik-baik. Kalau (bersikap) baik-baik sama semua orang tetapi mencuri bersama, mendingan saya dicap tidak sopan,” (Kompas, Sabtu 28/02/2015).

Statement di atas sempat menjadi trending topic di berbagai media massa. Ahok sapaan akrab Gubernur DKI Jakarta memang sejak awal sudah menyita perhatian publik. Bukan hanya terkait gaya komunikasinya saja, namun juga penentangan beberapa ormas Islam ketika Ahok secara konstitusi dinobatkan menjadi orang nomor satu di Jakarta.

komunikasi politik Ahok
Sumber www.colourbox.com

Publik pun seakan-akan terbelah menjadi dua kubu; kubu pertama menganggap bahwa gaya komunikasi Ahok merupakan ketegasan dalam berkomunikasi politik. Hal ini tidak lain karena langkah Ahok yang berani “blak-blakan” dengan dewan legislatif DPRD DKI Jakarta.

Kedua, sebagian publik juga menyayangkan sikap Ahok yang terkesan arogan. Bukan saja membangun komunikasi yang baik, justru membuat para pejabat eselon IV PNS Pemprov DKI banyak yang berniat mengundurkan diri.

Di berbagai media menyebutkan 15 pejabat eselon IV PNS Pemprov DKI berniat menanggalkan baju PNS. Hal ini dikarenaka para PNS merasa tertekan dan tidak nyaman dengan gaya kepemimpinan Ahok. Tak hanya itu, dalam kasus anggaran APBD pun Ahok kembali menyuguhkan gaya komunikasi yang menggebrak.

Berawal dari prasangka Ahok terkait penyisipan dana aggaran sebesar 12,1 triliun, Ahok menyerahkan berkas rancangan APBD ke kementrian dalam negeri tanpa sepengetahuan DPRD. Dana itulah yang disebut Ahok sebagai dana siluman.

Banyak asumsi bermuculan dari gaya komunikasi Ahok. Di antaranya; sikap arogan Ahok merupakan wujud dari kurangnya kematangan masa kecil. Ada pula yang beranggapan bahwa gaya kepemimpinan Ahok merupakan akibat didikan keras dan ketat orang tuanya.

Disisi lain, juga mungkin dikarenakan situasi dan kondisi mengakarnya budaya korupsi birokrasi sehingga memaksa sikap Ahok untuk bergerak tanpa mementingkan aspek komunikasi yang lain.

Terlepas dari semua itu, penting kiranya mengerti maksud adanya komunikasi politik. Komuikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa.

Dengan komunikasi politik, masalah yang dibahas oleh jenis komunikasi ini dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik (Astrid, S. Soesanto, 1980: 2).

Bila memposisikan Ahok sebagai Gubernur, tentu Ahok perlu cerdas dalam mengambil langkah mempengaruhi rekan politiknya. Mengingat komunikasi adalah suatu cara untuk menuju cita-cita politik bersama. Tidak bisa dilakukan sendiri tanpa menggandeng unsur-usur elemen pemerintahan meskipun benar.

Metakomunikasi Politik dalam Komunikasi Politik Ahok

Dalam ranah ilmu komunikasi, komunikasi politik Ahok lebih condong pada istilah metakomunikasi. Metakomunikasi dapat diartikan sebagai berkomunikasi tentang komunikasi (Tubbs dan Moss, 2001). Dengan kata lain, metakomunikasi adalah komunikasi yang tidak berfokus pada isi pesan, namun lebih pada cara orang berkomunikasi.

Alhasil, meskipun kedua pihak antara Ahok dan DPRD sepakat bertemu dengan musyawarah namun sama sekali tak berdampak karena terlanjur sibuk menanggapi cara penyampaian pesannya melalui media-media.

Meskipun begitu, publik memahami bagaimana tantangan yang dihadapi Ahok di tengah desas-desus korupsi yang kian mengakar. Sikap dilema antara kelembutan dalam memimpin yang tak berujung perubahan seringkali menyebabkan diri putus asa dan mengambil langkah instan tanpa pertimbangan. Begitu sebaliknya, seandainya dilakukan kekerasan maka akan kaget dan akhirnya rasa tertekan semakin tinggi.

Akhirnya, rakyat hanya mengharapkan kedua lembaga tersebut damai. Ingatlah wejangan Cak Nun bahwa tugas utama manusia adalah meracik bumbu di dapur dan menghindangkannya selezat mungkin untuk orang lain. Konkritnya, rakyat tentu memilih yang santun namun tidak makan uang rakyat.

 

Tinggalkan komentar