Mbah Google: Menajamkan, Bukan Menumpulkan

Mbah Google
ACADEMIC INDONESIA

Siapakah Mbah Google?

Mbah adalah kata yang berasal dari bahasa Jawa yang artinya simbah. Seseorang yang umurnya lebih tua dan lebih memiliki pengalaman dalam bidang yang ditekuni.

Pernahkan Anda melihat teman dipanggil mbah? Nah, barangkali salah satu penyebabnya ia sangat ahli dalam bidang yang ia tekuni sehingga untuk “menuakan” seseorang memanggilnya dengan istilah mbah atau simbah.

So, makna simbah sebenarnya bukan hanya berarti orang yang sudah tua, namun juga bisa digunakan sebagai kata untuk menuakan seseorang karena keahlian dan kepiawaiannya di bidang yang ia tekuni.

Mbah Google Si Kantong Ajaib

Jika diibaratkan, Mbah Google ini seperti Doraemon yang memiliki kantong ajaib. Apapun yang kita cari semua ada di Mbah Google. Mau cari info kuliner; ada, Berita Teknologi Terbaru pun juga ada.

Misal Anda ingin berkunjung ke tempat saudara, kebetulan Anda tidak mengetahui jalannya; Anda bisa menggunakan Google Map.

Hanya dengan mengaktifkan internet, Anda akan dipandu dengan suara seseorang yang mungkin tidak bisa marah dan tidak bisa tertawa haha… Ya, datar-datar saja.

Apabila Anda tidak bisa berbahasa Inggris, Anda juga bisa minta bantuan dengan Mbah Google “keturunan” Translate. Cukup Anda menuliskan teks bahasa Indonesia, Mbah Google akan dengan sendirinya mengalihkan dalam bahasa Inggris.

Hemm… Tentu masih banyak manfaat lainnya bila kita menggunakan Mbah Google ini. Lebih jelasnya, coba sebutkan apapun keinginan Anda, Insya Allah Mbah Google akan merespon dan memberikan jawaban kepada Anda.

Menajamkan, Bukan Menumpulkan

Begitu mudah akses di era ini. Apapun yang menjadi kehendak kita semua akan terturuti. Bahkan, bila kita ingin melihat negara di ujung sana pun hanya memerlukan beberapa klik dan detik.

Tentu saja hal tersebut berbeda dengan realitas di zaman dahulu, zaman tatkala seseorang sangat terbatas dan serba memerlukan waktu bila menginginkan sesuatu.

Misalnya saja ketika terjadi berita di Halmahera tahun 80-an, tsunami yang menewaskan ribuan nyawa itu baru sampai di masyarakat kurang lebih 20 hari. Hal tersebut karena lamanya perjalanan berita sampai ke redaktur media massa.

Tak hanya itu saja, berbagai catatan sejarah menunjukkan sebelum adanya kecanggihan teknologi yang dihadirkan Mbah Google semua serba terbatas. Di sinilah peran Mbah Goolge sebagai pelopor kemajuan dunia teknologi informasi.

Kemajuan teknologi dengan berbagai kemudahan tersebut layaknya kita syukuri sebab waktu kita menjadi lebih efektif dan efisien.

Namun, dari sekumpulan syukur tersebut kiranya kita sebagai pelaku komunikasi sebaiknya waspada dan senantiasa menjaga diri dari hal-hal buruk yang mungkin terjadi.

Bisa Anda sebutkan sendiri mulai dari pengaruh tontonan negatif sampai berita-berita yang berbau hoax. Kiranya point kedua perlu menjadi benang merah perhatian mengingat masyarakat dunia maya sangat rawan terhadap hal tersebut.

Mending bila yang terjadi adalah berhenti sebagai konsumen informasi, di zaman serba genggaman ini kiranya tidak hanya berhenti di situ saja, masyarakat cyber sudah beralih menjadi distributor informasi sekaligus produsen informasi.

Terbuai Kemudahan

Sayangnya, peran tersebut tidak diimbangi dengan akal sehat sehingga yang terjadi justru membinasakan dirinya sendiri. Berapa banyak nyawa yang hilang lantaran bermain media sosial? Berapa hujatan yang sebenarnya tak perlu namun tampil memenuhi media sosial kita?

Bagi penulis sendiri, alangkah lebih bijak bila teknologi; dalam hal ini Mbah Google kita gunakan sebagai pemantik nalar kita. Dalam artian begini, bila ada berita dari salah satu sudut pandang media, bisa dijadikan pembanding berita-berita dari sudut pandang yang lain.

Dengan hadirnya teknologi seperti Mbah Google, pengaruh yang ditimbulkan semestinya menjadikan pribadi kita lebih kritis. Bukan main baca pendahuluan kemudian share tanpa tahu isi pesan yang disampaikan.

Mbah Google sebenarnya mengajarkan kita tentang arti kepekaan. Mbah Google juga mengajarkan kepada kita agar tidak mudah percaya— termasuk sama Mbah Google juga.

Sebab, teknologi tak selalu benar. Ia juga akan berubah-ubah sesuai algoritma si pemiliknya. Nah, bila Google saja di atasnya ada pikiran manusia, mau sampai kapan kita lebih percaya kepada Mbah Google daripada pikiran kita sendiri?

 

Tinggalkan komentar