Metode Semiotika Roland Barthes

Sebagaimana lazimnya sebuah penelitian, tujuan utama dari semiotika media adalah mempelajari bagaimana media masa menciptakan atau mendaur ulang tanda untuk tujuannya sendiri dengan metode semiotika. Secara garis besar, Marcel Danesi dalam bukunya bertajuk Pengantar Memahami Semiotika Media, terdapat 3 pertanyaan yang harus dijawab di dalam sebuah penelitian semiotika di media, yakni;

  1. Apakah yang dimaksudkan oleh struktur tertentu (teks, genre dan sebagainya)?
  2. Bagaimana caranya ia merepresentasikan apa yang dimaksudkannya?
  3. Mengapa ia bermakna begitu?[1]

Baca Pengertian Semiotika Terlengkap di ACADEMIC INDONESIA

source:  darta-anekateori.blogspot.com/2011/04/teori-semiotika-roland-barthes.html

METODE PENELITIAN

Adapun tahapan riset semiotik menurut Rachmat Krisyantoro dalam Teknik Praktis Riset  Komunikasi menyebutkan, pertama, cari topik yang menarik perhatian, kedua, buat pertanyaan riset  yang menarik (mengapa, bagaimana, di mana, apa), ketiga, tentukan alasan/rasionalitas  penelitian, keempat, tentukan metode pengolahan data (model semiotiknya), lima, klasifikasi data; identifikasi teks (tanda), berikan alasan mengapa teks (tanda) tersebut dipilih dan perlu diidentifikasi, tentukan pola semiosis yang umum dengan mempertimbangkan hierarki maupun konsekuennya atau pola seintagmatis dan paradigmatis, tentukan kekhasan wacananya dengan mempertimbangkan elemen semiotika yang ada, keenam analisis data berdasarkan; ideologi, interpretan kelompok, frame-work budaya, pragmatik, aspek sosial, komunikatif, lapis makna, intertekstualitas, kaitan dengan tanda lain, hukum yang mengaturnya, kamus vs ensiklopedia.[2]

Adapun penelitian ini menggunakan pisau analisis semiotika model Roland Barthes yang pada dasarnya terletak pada makna denotasi, konotasi dan mitos. Menurut Barthes, tanda denotatif itu sendiri terdiri dari penanda dan petanda. Meskipun demikian, bila kita membahas konotatif, akan secara otomatis sebagai tanda dari denotatif.

Meskipun tanda konotatif adalah tanda yang memuat tanda asli, tanda konotatif juga mempunyai makna yang lebih atau berbeda dengan tanda denotatif. Sepertihalnya tanda “singa”, dalam hal konotatif bisa diartikan pula sebagai pemberani, harga diri dan kegarangan. Di sinilah tada konotatif memerlukan keaktifan pembaca untuk menemukan makna yang kebenarannya bisa lebih dekat.

Di bagian tanda terakhir, Barthes menjelaskan bahwa dalam tataran semiotika, ia menjadikan mitos sebagai pemaknaan terakhir. Mitos baginya adalah sebuah ilmu yang berkaitan dengan akar sejarah, sebuah ideologi yang tentunya memiliki sebuah kepentingan tertentu, ia mempelajari gagasan dalam bentuk-bentuk.[3]

HASIL PENELITIAN

Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah 10 berita di media online. Adapun tema berita dan medianya peneliti pilih secara acak. Inilah objek penelitian selengkapnya.

No Media Judul Berita Edisi
1 https://www.republika.co.id Letkol Dono Tewas Akibat Luka Tembak di Pelipis dan Punggung 26 Desember 2018
2 tempo.co/ Pendiri Desak Amien Rais Mundur, Sekjen PAN: Mereka Dukung Jokowi 26 Desember 2018
3 kumparan.com Serda JR Mabuk Miras saat Tembak Mati Letkol Dono 26 Desember 2018
4 news.detik.com Sekjen: PAN Solid Dukung Amien Rais, Surat Goenawan Mohamad dkk Diabaikan 26 Desember 2018
5 tirto.id/ 2018 Tahun Bencana Mematikan di Indonesia, Bagaimana Pemulihannya? 21 Desember 2018
6 mediaindonesia.com/ Dry Dam Sukamahi dan Ciawi Untuk Atasi Banjir Jakarta 26 Desember 2018
7 sindonews.com/ Prihatin! Pengungsi Tsunami Selat Sunda Mulai Terserang Penyakit 26 Desember 2018
8 jpnn.com/ Cerita Mencekam Ade Jigo Menyelamatkan Anaknya dari Tsunami  
9 liputan6.com/ Serda JR Tembak Mati Letkol Dono dalam Kondisi Mabuk 26 Desember 2018
10 cnnindonesia.com/ Rupiah Kurang Bergairah Usai Libur Natal, Melemah ke Rp14.604 26 Desember 2018

Hasil Penelitian

Berdasarkan 18 berita yang dijadikan objek penelitian, berikut ini penemuan-penemuannya.

Berdasarkan penemuan peneliti, adanya berita-berita yang beredar di media online atau new media sangat jauh dari standar jurnalisme. Dari pokok dasar saja sudah bisa dilihat bagaimana media online menggunakan teknis kepenulisannya. Di 10 media online yang diteliti, semua memiliki kesalahan kepenulisan.

Hal ini tentu saja mengundang pertanyaan yang mendalam. Bisa jadi wartawan memang malas dalam hal melakukan editing naskah. Atau wartawan memang dikejar oleh deadline sehingga tidak mempedulikan kebenaran teks berita. Bisa jadi juga ideologi dari media yang menghendaki adanya berita yang asal karena berkaitan dengan ekonomi media bersangkutan.

1. Teknik Penulisan yang Salah

No Media Judul Berita Edisi Teknik Penulisan Salah
1 republika.co.id Letkol Dono Tewas Akibat Luka Tembak di Pelipis dan Punggung 26 Desember 2018 Sekira harusnya sekitar
2 tempo.co/ Pendiri Desak Amien Rais Mundur, Sekjen PAN: Mereka Dukung Jokowi 26 Desember 2018 Tutup kurung PAN  seharusnya di awal
3 kumparan.com Serda JR Mabuk Miras saat Tembak Mati Letkol Dono 26 Desember 2018 Kata hubung yang diulang-ulang (dan)
4 news.detik.com Sekjen: PAN Solid Dukung Amien Rais, Surat Goenawan Mohamad dkk Diabaikan 26 Desember 2018 Kalimat tidak efektif (daripada)
5 tirto.id/ 2018 Tahun Bencana Mematikan di Indonesia, Bagaimana Pemulihannya? 21 Desember 2018 Empat seharunya 4, karena di tengah kalimat
6 mediaindonesia.com/ Dry Dam Sukamahi dan Ciawi Untuk Atasi Banjir Jakarta 26 Desember 2018 Terlalu banyak kata hubung dan
7 sindonews.com/ Prihatin! Pengungsi Tsunami Selat Sunda Mulai Terserang Penyakit 26 Desember 2018 Mengataan, seharusnya mengatakan
8 jpnn.com/ Cerita Mencekam Ade Jigo Menyelamatkan Anaknya dari Tsunami 26 Desember 2018 Bernapas seharusnya bernafas
9 liputan6.com/ Serda JR Tembak Mati Letkol Dono dalam Kondisi Mabuk 26 Desember 2018 Enpat seharusnya empat karena di tengah kalimat
10 cnnindonesia.com/ Rupiah Kurang Bergairah Usai Libur Natal, Melemah ke Rp14.604 26 Desember 2018 Istilah asing tidak italic, CSA Research Institute

Berita dan Semiotika Roland Barthes

Pada hakikatnya, Roland Barthes memberikan tahapan pemaknaan mulai dari denotasi, konotasi dan mythos sebagai pemaknaan terakhir. Denotasi dalam hal bermedia, yakni berita adalah sebagai alat untuk menyampaikan pesan. Pada dasarnya, teks berita selayaknya memang harus standar dengan etika atau teknik jurnalistik. Bila hal ini saja dilewatkan, sudah bisa dipastikan bahwa teks berita yang seharusnya menjadi penyampai pesan, justru menjadi masalah baru dalam sosial, misalnya kesalahan tafsir, makna dan lain sebagainya. Makna denotasi dalam berita menuntut teks berita untuk independent, netral, berimbang, akurat dan terpercaya.

Adapun makna konotasinya, Barthes menjelaskan bahwa untuk melihat konotasi, seseorang harus aktif untuk membaca pesan tersembunyi. Dalam hal penulisan berita, adanya berita yang keliru dalam hal penulisannya memberikan makna bahwa seorang wartawan memang dituntut cepat untuk menghadirkan berita. Di sisi lain, wartawan juga dituntut untuk jeli bagaimana wartawan menghadirkan berita, mulai dari keakuratan dan lai sebagainya. Di sisi lain, wartawan secara tidak langsung juga memiliki 2 tanggungjawab, pertama; sebagai produsen berita, dan yang kedua; sebagai pencari pundi-pundi rupiah. Kecepatan dalam hal produksi berita tidak lain untuk kepentingan tanggungjawab kedua, yakni faktor ekonomi.

KESIMPULAN

Dalam hal bermedia, Barthes menyebutkan bahwa tahap terakhir dari semiotika adalah mitos. Baginya, mitos adalah bagian dari ilmu akar sejarah sekaligus membicarakan tentang ideologi sebuah kebudayaan. Mitosnya wartawan, bila ia tidak bisa menulis dengan cepat, maka ia tidak bisa dikatakan sebagai wartawan profesional. Mitos wartawan, bila ia selalu salah dalam hal teknis kepenulisan, maka ia juga tidak bisa dikatakan sebagai wartawan profesional. Setiap hari wartawan diperas otaknya untuk menghasilkan berita-berita yang tidak hanya menarik, namun juga berita-berita yang bisa membawa keuntungan.

Oleh karena itulah, teks berita akan menjadi mitos manakala ia kehilangan makna denotatifnya. Teks berita yang penuh kesalahan, tidak berimbang, tidak objektif, tidak mencerminkan standar jurnalisme akan mejadi mitos manakala berada di bawah makna konotatif. Lebih luasnya sebagai media online, media yang hanya berkutat pada keuntungan ekonomi, berita sensasi, kecepatan tanpa keakuratan, tidak komprehensif, terlalu memihak adalah wujud wacana dari mitos hari ini. Makna mitos sudah jauh bergeser dari fungsi media online sebagai pilar keempat demokrasi, menjadi media online yang hanya mementingkan faktor ekonomi semata.

Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa kualitas jurnalisme pada new media cenderung menurun. Hal ini ditandai dengan ketidaktelitian wartawan sebagai penulis berita. Bahkan, di dalam beberapa berita tertentu ada unsur kemiripan antara berita di media satu dengan media lainnya.

Di tengah maraknya pesaing media, fungsi utama dari media online saat ini tidak lagi bertumpu pada kualitas, namun pada segi ekonomi. Hal ini bisa dilihat bahwa penggunaan judul click bait, teknik penulisan yang hanya mengejar kecepatan semata mengindikasikan bahwa kepentingan ekonomi menjadi segala-galanya untuk bisa turut eksis.

Makna denotatif media online yang menghadirkan berita-berita demi sebuah pencerahan mulai bergeser ke arah kepentingan ekonomi sesaat. Media online sudah kehilangan makna denotatifnya sehingga juga berkontribusi menghadirkan era post truth, di mana dalam era ini kebenaran menjadi samar, bahkan tidak ada. Mitos media online saat ini yang ada hanyalah peraup pundi-pundi semata, baik melalui berita politik, bencana, sosial, agama dan lain sebagainya.


[1] Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta:jalaputra, 2017), hlm. 28.

[2] Rachmat Krisyantoro, Teknik Praktik Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm. 274.

[3] Roland Barthes, Membedah Mitos-mitos Budaya Massa: Semiotika atau Sosiologi Tanda, Simbol, dan

Representasi, Penerjemah, (Yogyakarta: Jalasutra, 2007), hlm. 300

Tinggalkan komentar