Isu Separatisme dan Tawaran Pemuda

Isu Separatisme dan Tawaran Pemuda

“Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri (Bung Karno).”

Kata-kata perjuangan di atas hendaknya lebih menyadarkan kita akan kondisi bangsa Indonesia saat ini. Isu separatisme yang kian hari kian hangat nampaknya menjadi perhatian masyarakat Indonesia secara luas. Apa yang sebenarnya terjadi?

Belum lama ini, Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau yang biasa disebut Kelompok Krimial Bersenjata (KKB) kembali melakukan perlawanan untuk menyebarkan narasi sebuah kemerdekaan. Berita terakhir, adanya sebuah kasus mengagetkan penembakan 31 tenaga proyek Jembatan Trans Papua oleh KKB.

Awalnya, kelompok separatis tersebut hanya menembak 24 pekerja, sedangkan 8 orang pekerja lainnya lantas melarikan diri ke rumah DPRD setempat, namun KKB mendatangi rumah tersebut dan langsung menembaki 7 pekerja lainnya. Adapun 1 pekerja Jembatan Trans Papua berhasil meloloska diri meskipun hingga saat ini belum diketahui keberadaan nasibnya. Hal ini menjadikan isu separatisme semakin meluas.

Berlanjutnya perjuangan’ menuntut kebebasan menentukan nasibnya sendiri (self determination) yang dilakukan KKB tentu saja bukan tanpa alasan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa gerakan separatisme di tanah Merauke ini kian marak. Menurut LIPI (2009) terdapat 4 masalah krusial yang menjadi sumber kekecewaan; pertama peminggiran dan diskriminasi terhadap Orang Asli Papua (OAP), kedua belum optimalnya pembangunan sekto-sektor utama, ketiga terkait kekerasan politik dan pelanggaran HAM masa lalu, keempat merupakan politik Papua.

Belajar dari Sejarah

Pengertian separatis itu sendiri adalah sebuah gerakan yang sifatya mengacau atau menghancurkan yang dilakukan oleh segerombolan pengacau yang memiliki tujuan untuk memisahkan diri dari ikatan suatu negara (Abdul Qadir Jaelani: 2001).

Secara historis, Soekarno Presiden RI Pertama telah menegaskan bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia. Dalam pidatonya 1963, sejak 17 Agustus 1945, Papua sudah final menjadi milik NKRI. Hal tersebut tak terlepas dari kebersamaan sebagai kaki-kaki pejuang di atas kepentingan bangsa yang berjuang mengusir kaum penjajah.

Salah satu sejarah yang berkesan adalah adanya Konferensi Meja Bundar (KMB). Perjanjian tersebut bukan hanya soal memerangi politik Devide at Impera yang diterapkan Belanda, namun juga membawa kembali Papua ke pelukan Ibu Pertiwi.

Kala itu, tentunya setiap rakyat Indonesia ingat betul bagaimana upaya pemerintahan Indonesia untuk membebaskan tanah Irian Barat dari Kolonial.  Kala itu kolonial ingin menjadikan Irian sebagai negara boneka. Melalui Operasi Trikora 19 Desember 1961, operasi tersebut bukan hanya berarti bahwa Belanda negara pengganggu, namun juga posisi tawar secara politik dan posisi kepentingan negara atas Irian Barat.

Adanya sebuah perjanjian yang diprakarsai Amerika Serikat pada 1962 terkait terwujudnya pemindahan kekuasaan atas Papua Barat dari Belanda ke Indonesia juga tidak bisa dilupakan begitu saja. Hal ini secara resmi juga diserahkan oleh United Nation Temporary Excecutive Authority (UNTEA) pada 1 Mei 1963.

Puncaknya, di bawah pengawasan PBB pula, Bangsa Indonesia melaksanakan Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) yang memberikan pilihan kepada rakyat Papua untuk memisahkan diri atau bergabung dengan Republik Indonesia.

Atas peristiwa itu pula, pada Sidang Umum 19 November 1969, Resolusi PBB No. 2504 menetapkan bahwa hasil Pepera mengakui bahwa Irian Barat final menjadi milik Indonesia. Dengan demikian, apabila terjadi usaha melepaskan diri atau memisahkan diri dari negara yang dilakukan oleh sebagian kelompok, hal tersebut sama saja melakukan kegiatan ilegal seiring mencuatnya isu separatisme  dan dianggap mengikis kedaulatan NKRI.

Tawaran Pemuda

Tentu saja tidak mudah untuk menangani masalah yang sudah sekian lama menggurita. Namun, dengan kerendahan hati dan niat yang baik akan adanya persatuan bangsa, solusi atas masalah ini bisa diatasi. Pertama, hendaknya setiap pemuda giat mempelajari sejarah kebangsaan, sebab dengan sejarah sama saja kita memupuk identitas nasional kita sebagai bagian dari Bangsa Indonesia.  

Kedua, hendaknya setiap pemuda mempunyai pemikiran yang cemerlang bahwa adanya keanekaragaman suku, budaya, bahasa dan lain sebagainya merupakan kekayaan Indonesia yang harus dijaga keberlangsungannya. Ketiga,  adanya perbedaan tentu saja akan melahirkan hal-hal yang berbeda pula. Oleh karena itu, demi mempertahankan persatuan, setiap pemuda hendaknya lebih mengutamakan musyawarah mufakat untuk menentukan sebuah keputusan.

Keempat, memperkuat nilai-nilai toleransi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penyebaran nilai-nilai toleransi bisa dilakukan melalui komunitas atau lembaga-lembaga pemuda dengan memanfaatkan narasi kekinian. Kelima tidak membeda-bedakan  perilaku, pembangunan nasional, maupun aspek-aspek kehidupan lainnya demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Keenam melestarikan budaya gotong-royong antar sesama anak bangsa. Melalui gotong-royong pula, sikap individualis serta sikap negatif tidak mau kompromi perlahan-lahan akan terkikis karena hubungan batin yang bisa mempererat persatuan dan kesatuan.

Tinggalkan komentar