Ikhlas Membuka Al Quran; Ringkasan Perkuliahan Dr. Robby Habiba Abror

Ikhlas Membuka Al Quran

Hari ini, 14 November 2018 dalam mata kuliah Komunikasi Antar Budaya ada sesuatu yang menarik. Ternyata, ada dimensi-dimensi perjalanan hidup yang sama dari saudara seiman. Barangkali bukan hanya dosennya saja, namun juga sebagian besar mahasiswanya. Diantaranya manfaat ketika kita ikhlas membuka Al Quran.

Setiap orang pasti pernah menemui masalah, dan masalah tersebut sangat beraneka ragam baik bentuknya maupun cara penyelesaiannya. Bagi mereka yang minim akan keyakinan petunjuk pusaka (Al Quran dan Hadits). Bisa jadi cara penyelesaiannya lari ke orang-orang pintar, jimat atau bahkan dukun naudzubillah gess.

Namun bagi mereka yang yakin bahwa Al Quran dan Al Hadits merupakan petunjuk nyata, dia akan mengembalikannya kepada Allah dan mulai berkomunikasi dengan Allah melalui Al Quran maupun Hadits.

Di tengah kepayahan dan kepasrahan itulah, selepas shalat, diantara kita ada yang membuka Al Quran. Membukanya pun tidak sesuai bacaan yang sebelumnya telah dibaca, namun membukanya dengan kepasrahan total bahwa akan ada pesan yang Allah sampaikan melalui ayat yang tidak disengaja dibuka tersebut.

Tidak menentu juga, apakah membukanya di juz-juz awal, tengah ataupun juz-juz akhir. Bila sudah dibuka, Maha Besar Allah yang telah memberikan solusi melalui Al Quran. Tidak disangka kegelisahan, kegundahan, kesedihan yang awalnya berpunca dari keinginan duniawi menjadi terang benderang karena Al Quran telah merasuk ke tulang-tulang persendian.

Ikhlas Membuka Al Quran

Di akhir perkuliahan, beliau Dr. Robby Abror juga menjelaskan mengenai bagaimana turunnya Al Quran. Baginya, Al Quran tidak diturunkan secara berangsur namun utuh 30 juz langsung ke dalam dada Nabi Muhammad Saw. Menurutnya, adapun jika ayat-ayat Allah keluar secara bertahap, hal itu merupakan kuasa Allah untuk menjadikanya sebagai pembelajaran ummat manusia melalui singgungan-singgungan sosial pada masa Nabi Saw.

Terkait turunnya Al Quran, beliau menjelaskan mengapa melalui perantara Malaikat Jibril. Baginya, manusia biasa tidak akan bisa melihat Allah secara langsung, begitu juga yang dahulu pernah dilakukan Nabi Musa ketika hendak melihat Allah. Oleh karena itu, Allah memerantakan wahyu melalui Malaikat Jibril agar wahyu yang diterima sesuai gelombang alam manusia.

Perihal Nabi Saw pernah melakukan perjalanan Isra Mi’raj, sebab waktu itu Nabi sudah diangkat menjadi Rasul sehingga badan Nabi Saw sudah disucikan Allah dengan cahaya.

 

Tinggalkan komentar