Fenomena “Numpang Iklan” dan Pesan Hoax: Mau Sampai Kapan?

Geli rasanya kalau melihat kolom komentar di website manapun belakangan ini. Ada saja ulah sebagian orang yang memanfaatkan kolom tersebut dengan tujuan lain. Dagang! Ya itulah realitanya. Kolom komentar berubah fungsi jadi “lapak” bak pedagang kaki lima yang tidak punya izin dagang di tempat ia mencari nafkah. Pengalihan fungsi ini bukan tanpa sebab.

iklan hoax
joy105.com

Setidaknya kita harus berkaca pada mahalnya biaya promosi atau iklan di sebuah website secara resmi. Atau mungkin jenis usahanya bukanlah jenis usaha yang besar, namun membutuhkan income yang teratur. Sehingga dengan numpang iklan inilah mereka bisa promosi secara gratis dan dijamin semua orang akan melihatnya. Yap, cukup dengan pemikiran “yang penting ada yang lihat” maka siapa saja bisa numpang iklan.

Maka tidak heran apabila Anda menemukan berbagai jenis iklan yang sebenarnya unik, jelas, namun beberapa di antaranya kayak “ndak pantes”. Okelah kalau ada yang iklan baju, sepatu, dan mungkin pulsa yang memang lazim dibutuhkan banyak orang. Walaupun kelihatannya tidak pas saja. Bayangkan saja kita baru melihat berita berbau politik atau kesehatan, lalu kita scroll ke bawah dan muncullah iklan bisnis MLM. Nggak pas kan?

Jangan heran pula kalau Anda sering menemukan iklan yang sebenarnya “ndak pantes” seperti yang telah penulis sebutkan di  atas. Tahukan iklan pembesar… (maaf), ya Anda tahu sendiri lah. Hehehe, memang kenyataan kok. Bahkan saya terkadang jengkel kalau melihat iklan seperti ini. Tidak pantas maksudnya?, very clearly and very disturb! Tak perlu kebanyakan penjelasan dan saya harap pikiran Anda tidak terganggu dengan paragraf satu ini.

Itu baru di kolom komentar, lain lagi ceritanya kalau sudah di aplikasi media sosial. Terkadang ada saja yang bikin saya kaget. Saya kebetulan pengguna salah satu aplikasi messaging berbasis pin yang notabene lebih aman dan orang lain belum tentu tahu kalau tidak saya kasih tahu.

Ada saja yang tiba-tiba invite dan menawarkan dagangan, padahal saya sudah ganti pin. Entah dari mana dia dapat pin saya, bahkan ada yang lebih menjengkelkan dari itu. Sudah saya blokir berkali-kali, eh masih coba nawarin dengan ganti nomor pin lainnya.

Lebih parah dan payahnya lagi, ketika kita coba hubungi alamat iklan tersebut ternyata fiktif alias palsu. Dalam dunia maya kita mengenal pesan ini sebagai “Hoax”. Tidak hanya pesan palsu yang dikategorikan sebagai Hoax. Semua hal di dunia maya yang memiliki kandungan kepalsuan sebenarnya layak dikatakan Hoax, tidak terkecuali iklan. Jadilah sebuah iklan yang memiliki alamat  palsu,, di mana, di mana, di mana.. Ku tak tahu harus mencari ke mana… (Tuh kan saya jadi nyanyi… hehehe)

Hal ini bagi penulis lebih dari sekedar mengganggu. Karena mereka seolah-olah berdagang dengan cara yang norak. Halal tidaknya itu memang bukan urusan saya. Tapi lama-lama masalah ini mengganggu bagi banyak orang. Apalagi model iklan yang diulang-ulang dan di up terus menerus yang seolah-olah iklannya tidak pernah habis. Jadilah

Dampak Pentingnya

Saya awalnya berpikir, apakah para “pedagang online” ini kehilangan akal sampai harus berdagang di tempat yang tidak seharusnya?  Mengingat situs belanja yang diperuntukkan untuk pedagang saja sudah ada dan banyak.

Belum lagi kalau mau berdagang di media sosial, kita bisa membuat akun atau forum grup agar cara berdagangnya bisa diatur dan dapat dilihat oleh siapa saja. Tanpa harus mengganggu orang lain dan tidak terkesan seperti membuat spam di internet. Lalu kenapa mereka masih melakukannya?

Pertanyaan yang sama juga muncul dalam pikiran saya ketika berhadapan dengan Pesan Hoax. Apakah perlu membuat sebuah pesan yang justru malah membuat kita atau instansi terkait terlihat bodoh demi menarik perhatian semua orang? Memang susah pertanyaan ini dijawab, namun bukan berarti tidak ada penjelasannya.

Di era sekarang ini media memegang peranan penting dalam setiap kehidupan manusia. Namun yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana kita dapat mengemas sebuah pesan dengan bahasa yang menarik.

Norman Fairclough, seperti yang di kutip Anang Santoso dalam bukunya Studi Bahasa Kritis: Membongkar Bahasa Membongkar Kuasa pernah berujar bahwa kita sekarang dihadapkan pada sebuah era di mana bahasa merupakan “panglima”. Jadi bahasa merupakan hal yang dikedepankan untuk meraih perhatian massa.

Maka tidak heran ketika kita menemui iklan atau pesan yang dari segi bahasa meyakinkan, namun dari segi logika sebenarnya hal itu masih bisa diperdebatkan atau bahkan lemah. Namun bagi khalayak umum pasti pertama kali akan melihat pesan dari segi bahasanya dulu karena dianggap lebih menarik. Sedangkan untuk melogiskan pesan semacam itu sudah terlalu capek duluan karena hanya akan mengundang atensi yang berlebihan.

Belum cukup sampai di situ, Fairclough juga berujar bahwa kontrol dan kekuatan sepenuhnya adalah milik bahasa di era kontemporer. Artinya semua orang bisa menggerakkan massa hanya dengan kemampuan bersilat lidah. Maka dalam hal ini, pesan Hoax bisa mempengaruhi persepsi publik, terutama karena bahasa bisa bergerak dalam sendi apapun termasuk menggerakkan massa yang mempunyai pemikiran sesempit apapun.

Artinya apa? Iklan dan pesan hoax adalah dua hal yang sama-sama memiliki kekuatan dan kontrol karena faktor bahasa yang simpel dan menarik. Karena bisa bergerak dalam segala lini, maka apa yang coba ditampilkan dan mereka persepsikan akan ada saja orang yang langsung percaya. Kita tidak bisa menghindari begitu saja.

Era kontemporer dan new media akan selalu bersinggungan langsung dengan bahasa dan pengaruh bahasa sendiri untuk saat ini susah sekali untuk dibatasi dan dihindari. Bahasa adalah bagian dari komunikasi sehari-hari yang bisa ditemui di mana saja dan kapan saja, tak terkecuali media itu sendiri. Jadi selama mereka menemukan celah, mereka akan “bergentayangan” di mana saja.

Mau Sampai Kapan?

Susah memang jika kita mengukur seberapa hal itu diperlukan dan sampai kapan hal ini akan berhenti. Tapi pada intinya, fenomena numpang iklan dan pesan hoax akan terus terjadi bila tidak ada yang menggunakan bahasa untuk melawannya. Maksudnya? Jika kita tidak melawan atau berusaha untuk mencounter hal ini, kita hanya akan menjadi bulan-bulanan promosi dan pesan tak bermanfaat yang membodohkan.

Menggunakan media apapun bentuk dan jenisnya memiliki implikasinya masing-masing. Jika kita melihat TV atau radio, tetap saja ada kelemahan dan keluhan yang muncul. Apalagi media internet yang tidak memiliki batasan waktu dan tempat. Membatasi dan memfilter hanyalah langkah awal yang mungkin efektif sementara saja.

Saya tidak mengatakan bahwa kita harus berdebat dengan pedagang atau pemberi pesan Hoax tersebut. Itu tidak efektif, hanya menambah kerugian bagi kita. Sudah capek jari menulis, kuota internet terus berkurang. Diam memang jadi solusi alternatif, kalau perlu hapus dan blokir sekalian. Jika di aplikasikan di media messaging hal ini bisa dilakukan dan memang efektif.

Beberapa website dan media sosial saat ini mempunyai beberapa langkah untuk memblokir pesan seperti ini. Tapi itu juga bergantung kepada kita, dalam artian keaktifan kita untuk melaporkan hal tersebut. Tidak ingin juga kan kita baru melihat berita dengan seriusnya tiba – tiba ada iklan jual sepatu hak tinggi? Tidak ingin juga kan kalau kita baru menemukan artikel menarik dan mencerahkan di dunia maya, lalu ada pesan hoax yang bergentayangan.

Memang, solusi di atas hanya bisa mengurangi atau setidaknya mempersempit ruang gerak mereka. Belum sampai pada titik di mana bisa benar-benar menimbulkan efek jera bagi mereka. Namun jika Anda sadar dan memang terganggu, hal-hal tersebut perlu dilakukan agar kita tidak mudah mempercayai hal-hal yang justru mempersempit persepsi dan logika. Kecerdasan menggunakan media sangat dituntut dalam hal ini.

“Media memang pedang bermata dua. Bisa jadi mencerdaskan, memudahkan namun bisa pula membodohkan. Jalan satu-satunya untuk menghindari kebodohan adalah membaca buku dan pelajarilah kehidupan di sekitar kita secara bijak dan berkualitas”

Tinggalkan komentar