8 Tips Belajar Menulis Judul Artikel Opini

Belajar Menulis Judul Artikel Opini di Koran
salmonhousewriters.com

Judul adalah hal pertama yang dilihat sang redaktur. Biasanya, telah tersedia pikiran-pikiran atau kejadian-kejadian yang mempunyai news value di benak redaktur, oleh karena itu judul artikel akan menjadi ajang eliminasi paling cepat dalam menulis artikel.

Ketika membaca judul, redaktur akan melihat sekilas beberapa detik saja lalu membiarkannya. Jika judulnya saja tidak menarik dan memikat bagaimana redaktur bisa tergoda?

Dari hal di atas, maka judul sebuah artikel seharusnya menarik, bahkan menurut Bung Bram, judul sebuah artikel memang semestinya disengaja kontroversial dan provokatif.

Hal ini jugalah yang membuat opini menjadi menarik, berada jelas di salah satu pihak namun menggunakan bahasa eufimisme.

Di dalam proses pembuatan artikel, judul dapat disematkan di awal ataupun di akhir tulisan. Jika di awal sudah langsung menemukan judul yang cocok berbarengan penemuan tema, maka penulis tak perlu menggantinya.

Namun terkadang banyak penulis memang mengakhirkan dalam pemberian judul, demi menunggu kata-kata inspirasi yang menggugah, menggoda, tak lazim, mengagetkan, lucu, dan berkesan.

Memang butuh waktu untuk menemukan judul yang menukik dan mampu merebut hati sang redaktur. Penulis sendiri sering mengulang-ulang dan ganti judul karena pertimbangan-pertimbangan seperti kesesuaian isi dan judul harus luar biasa.

Pokoknya berbeda dari yang lain dan tentunya judul juga bisa membuat pembaca penasaran. Singkat kata, untuk melatih keunikan judul, perbanyaklah perbendaharaan kata. Bisa melalui kamus bahasa Indonesia ataupun perbanyak membaca artikel opini ataupun buku-buku.

Berkaitan dengan judul, Penulis menyarankan sesuai media surat kabar yang dituju karena memiliki karakter masing-masing. Tentu saja surat kabar harian (SKH) Kompas berbeda dengan surat kabar lokal seperti Kedaulatan Rakyat baik dari segi ideologi maupun visi dan misi surat kabar tersebut.

Berkaitan akan pentingnya judul dalam penulisan artikel populer, berikut akan Penulis paparkan kriteria judul yang peluangnya sangat besar di muat media massa:

1. Judul Singkat

Cara Membuat Judul
gillikinconsulting.com

Dua hal penting dalam menulis judul adalah adanya unsur singkat namun membuat penasaran. Usahakan, judul sebuah artikel yang kita buat adalah artikel yang singkat, padat, dan membuat penasaran. Judul yang singkat biasanya terdiri dari 1-5 kata.

Tentu saja dalam hal penulisan artikel populer dengan karya ilmiah ataupun skripsi sangat berbeda. Jika karya ilmiah ataupun skripsi paling tidak 8 sampai 12 kata.

Penulis sendiri sering menggunakan 2 sampai 4 kata ketika membuat judul artikel. Misal artikel opini mahasiswa yang terbit di Kedaulatan Rakyat bertajuk “Mahasiswa Krisis Kritis”.

Tulisan di atas ditulis oleh teman aktivis Bung Rosedy yang memberikan penjelasan bahwa di zaman akhir-akhir ini aktivis semakin kehilangan kritisnya dalam memahami masalah. Adapun sebuah judul ada yang menggunakan satu kata, biasanya dilakukan oleh penulis yang benar-benar terlatih kepenulisannya.

Namun selagi masa muda, kita pun bisa mulai mencobanya dari sekarang. Beberapa contoh judul dengan satu kata di antaranya, tulisan Goenawan Mohammad bertajuk “Racun”. Beliau adalah budayawan sekaligus pendiri Majalah Tempo. Tentu gaya penulisan seorang budayawan lebih bebas dan mengalir.

Selain tulisan Goenawan Moehammad, tulisan yang menyertakan satu kata dalam judulnya terdapat pada artikel seorang pemerhati kebudayaan Indra Tranggono. Bertajuk “Pesohor” yang termuat di halaman opini Tempo 25 Februari 2014. Indra bermaksud memaparkan secara gamblang posisi pesohor.

Apa yang dimaksud pesohor di sini adalah selebritas yang oleh rekaman media menjadi pihak kerja sama dalam jalinan emosional. Pesohor seolah menjadi korban yang selalu ada pada posisi aman. Motif relasi yang bermacam-macam seperti teman biasa, hubungan gelap, pacar gelap, ataupun istri simpanan merupakan kiasan yang sering terlontar.

Indra memaparkan bahwa tak semuanya para pesohor yang baru atau yang lama merupakan korban, ada pula dari mereka yang sengaja untuk turut serta menikmati uang hasil rampasan negaranya sendiri.

Ya, dalam hal ini, tak hanya koruptor yang dihukum, status pesohor pun harusnya layak dihukum. Tentu masih banyak lagi contoh-contoh judul yang menggunakan satu kata, judul di atas hanya sebagai contoh saja.

2. Mengundang Penasaran

Tips Menulis Judul Artikel
pixabay.com

Hal yang tak kalah penting untuk diperhatikan alias yang harus ada dalam judul artikel populer adalah buatlah artikel yang membuat orang penasaran dan menimbulkan kesan tersendiri. Dalam hal ini, kita dapat belajar dari karya-karya project Anti Tank yang terpampang di dinding-dinding kota.

Kata-kata yang dimainkan sangat berkesan dan membuat penasaran, misal kata Boediono: Antara Ada dan Tiada. Ya, kata-kata itu menunjukkan keunikan kesan dan penasaran tersendiri. Bagi kaum politisi tentu tahu yang dimaksud kata-kata di atas adalah kurangnya keaktifan seorang wakil presiden pada masa jabatannya.

Penulis pertama kali menggunakan judul yang agak “nyleneh” ketika memberi judul “Musim Kemarau Bagi Koruptor”. Artikel ini sempat terbit di Suara Mahasiswa KR dan mendapat beragam tanggapan. Kebanyakan tanggapan tersebut adalah: tidak paham.

Mereka sempat nyletuk,“Opo Mas hubungane koruptor dengan musim kemarau, kok ra nyambung banget!”.

Penulispun hanya senyum dan mendadak jadi dosen karena menjelaskan apa yang dimaksud dari judul artikel tersebut.

Sebelumnya, pembaca ada yang tahu? Tulisan tersebut sengaja penulis beri judul “Musim Kemarau” karena di saat menulis artikel tersebut sedang dilanda musim kemarau dan saat itu media sedang hangat-hangatnya dipenuhi berita korupsi.

Penulis berharap adanya musim kemarau bukan menyebabkan air menjadi kering, namun awal musim tertangkapnya koruptor-koruptor baik kelas teri maupun kelas kakap.

Selain judul artikel di atas, Penulis juga sempat menulis artikel bertajuk “Politik Dolanan”. Artikel tersebut memaparkan tingkah polah politisi yang semakin hari semakin memperlihatkan kebobrokan di instansi sana-sini. Artis berduyun-duyun mengajukan diri atas nama kepentingan rakyat, politik seperti dolanan (mainan).

Alhamdulillah, artikel tersebut sempat membuat Penulis bingung karena sebelumnya tak sedikit orang jika berpapasan mereka bilang, “Politik Dolanannya bagus Mas.” Penulis pun cuek karena tak ingat. Namun karena artikel tersebut, Penulis baru tahu mengapa mereka bilang begitu.

Perlu diketahui sebagai catatan, judul sebuah artikel populer sebaiknya huruf kapitalnya untuk awal huruf saja. Penulis yakin pembaca bisa lebih dari itu, jika mencoba dan terus mencoba. Selamat Mencoba!

3. Menukik Masalah

Judul yang Menukik Masalah
positivewriter.com

Pada pemaparan ini, Penulis kutip buku Menaklukkan Media karya senior KPI Andi Adrianto. Menurutnya, judul sebuah artikel haruslah menukik masalah. Judul yang menukik masalah adalah judul yang bila dipandang sekilas orang tahu isu apa yang hendak diopinikan, sehingga hal ini mempercepat kerja redaktur untuk memilah opini.

Beberapa contoh judul yang singkat dan menukik masalah banyak kita jumpai di berbagai surat kabar, di antaranya, artikel Wakil Presiden RI Boediono berjudul “Pendidikan Kunci Pembanguan” yang berhasil menembus Kompas, Senin, 27 Agustus 2012.

Artikel tersebut jelas memberikan gambaran sekilas bagi pembaca bahwa apa yang ingin disampaikan adalah terkait isu pendidikan. Artikel tersebut sedang hangat-hangatnya mengingat peringkat pendidikan Indonesia masih jauh berada di tingkat bawah negara-negara dunia.

Selain itu, simpang siur penghapusan RCBI pun saat itu marak. Soal pendidikan, Indonesia memang tak ada habisnya. Berbagai pakar di berbagai bidang dan jabatan tak luput ikut urun tangan menulis artikel opini sesuai gagasannya.

Contoh berikutnya Tulisan Cak Nun bertajuk “Merindu Nasionalisasi Indonesia” yang terbit di Harian Kompas, 22 September 2012. Jika dilihat sekilas, sang redaktur akan langsung mengarah pada isu nasionalisasi sumber daya alam Indonesia.

Ya, ini juga termasuk isu yang tak ada habis-habisnya dibahas mengingat Indonesia masih dibawah cengkeraman bandit-bandit kapitalisme. Judul-judul tersebut hanya beberapa contoh saja. Kita bisa menemukan dan berkarya lebih dari yang di atas.

4. Judul Provokatif

Cara Membuat Judul Provokatif
pixabay.com

Model judul seperti ini banyak kita jumpai di kalangan budayawan dan biasanya terbit di koran yang berani seperti Tempo, Kompas, dan surat kabar lainnya. Judul yang provokatif menarik pembaca untuk ingin tahu lebih lanjut sehingga hal ini merupakan modal yang bagus untuk menarik perhatian sang redaktur.

Tulisan dengan judul provokatif bukan berarti menyalahi etika dan norma, justru membuat tulisan berkesan lebih hidup lewat otak-atik gaya bahasa.

Berikut adalah contoh beberapa judul provokatif yang Penulis jumpai, yakni tulisan Azyumardi Azra, Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah bertajuk “Negeri Tawuran”, yang terbit di Kompas 8 Oktober 2012.

Tulisan tersebut menjelaskan bahwa negeri Indonesia sedang dilanda kekacauan berbagai kasus tawuran antara lain SMA N 70 dengan SMA N 6, tawuran antarmahasiswa, tawuran antarkampung dan bahkan tawuran yang dilakukan para pejabat elite.

Beliau ingin menjelaskan bahwa tawuran tak bisa diselesaikan dengan satu solusi. Dengan arti lain semua pihak harus terlibat baik orang tua, guru, maupun dua pihak yang saling bertikai.

Sebelumnya, apakah merasa kesulitan memahami artikel di atas? Tenang, bagi pemula itu wajar, karena tulisan di atas ditulis oleh kalangan akademisi yang bahasanya “tinggi”.

Adapun contoh judul yang provokatif lainnya dan mudah dipahami adalah tulisan Anis Baswedan, Rektor Universitas Paramadina bertajuk “Ini Soal Tenun Kebangsaan. Titik!” Tulisan tersebut terbit di SKH Kompas pada 12 September 2012.

Tulisan di atas ingin mengajak kepada segenap rakyat Indonesia untuk menjaga tenun bangsa yang semakin hari kian robek. Anis memaparkan bahwa bangsa ini didirikan untuk melindungi segenap tumpah darah bangsa, tidak peduli minoritas maupun mayoritas. Siapa saja yang berbuat salah harus segera diganjar hukuman yang menjerakan.

Penulis pun pernah menggunakan judul yang bisa dibilang provokatif. Bertajuk “Bangkitlah Aktivis!” yang terbit di Swara Mahasiswa Kedaulatan Mahasiswa. Judul provokatif tersebut sengaja Penulis gunakan untuk membangkitkan peran mahasiswa sebagai aktivis organisasi pergerakan.

Bisa dibilang memang pengaruh aktivis pergerakan lama-lama mengalami penurunan daya tawar. Mahasiswa sudah layu terlebih dahulu ketika berhadapan dengan bandit-bandit pejabat elite.

Hal ini diperparah dengan adanya sistem pendidikan yang melanggengkan penjajahan atasnama pendidikan. Penulis secara tegas menolak pemberlakuan kuliah dengan absen 75%. Selain tenaga pengajar belum profesional, ruang kuliah seakan-akan hanya terpaku menguasai teori tanpa implementasi.

Alhasil, banyak mahasiswa yang mampu menguasai teori namun berjarak ketika membaur di dalam bermasyarakat. No! 75% harus dikaji kembali sampai semua benar-benar siap dan memerdekakan.

5. Judul Atraktif

Cara Membuat Judul Menarik
pixabay.com

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan kata atraktif berarti mempunyai daya tarik atau bersifat menyenangkan. Judul memang harus mempunyai komponen sedemikian. Pada judul ini kata-kata dapat dibolak-balik, meloncat, dan dapat menggugah perasaan namun menimbulkan rasa senang dan terhibur.

Tulisan Indra Tranggono adalah contoh tulisan yang menggunakan judul atraktif. Terbit di Kompas, 15 Mei 2014 berjudul “Yang Terlempar dan yang Tertawa” mengisahkan Pileg tahun 2014 yang menjelaskan antara sang calon yang ingin mengajukan sebagai priyayi dengan calon pengusung priyayi (rakyat).

Indra menjelaskan banyaknya caleg yang gagal masuk dalam lingkar parlemen mengundang gelak tawa dari para rakyat. Rakyat tertawa melihat ulah caleg yang gila dan stres karena banyak kehilangan uang.

Di bab selanjutnya, Indra menjelaskan bahwa kesakralan politik memang sudah pudar oleh adanya uang. Rakyat tidak lagi ikut dalam situasi ideologis dan emosional namun cenderung pada hal teknis akibat suap para bandit. Ya, seperti dikatakan Sophocles berabad-abad lalu bahwa uang merupakan produk kebudayaan terburuk.

Di negeri inilah bukti nyatanya, demokrasi menjadi ajang transaksional yang mengaburkan tujuan sebenarnya.

6. Kiasan

Cara Membuat Judul kiasan
pixabay.com

Pernahkah mengikuti acara Maiyahan? Acara Maiyahan yang rutin berlangsung malam Kamis setiap tanggal 15 pekan kedua tersebut sarat akan makna kehidupan. Di acara tersebut sangat kental bahasa-bahasa sastra yang digunakan. Bahkan kita akan menemui pikiran yang tak terpikirkan sebelumnya. Misalnya, Cak Nun pernah menjelaskan bahwa kata “asu” tergolong konotasi atau memiliki kiasan negatif.

“Koe asu!” merupakan kiasan yang diberikan kepada orang yang wataknya seperti hewan “asu”. Ya, karena kata-kata itu diungkapkan dengan nada kesal, marah, dan bentakan. Berbeda dengan kiasan yang diungkapkan dengan nada yang santai sedang ronda di cakruk, “Asu koe…” adalah ungkapan yang biasanya dalam budaya Jawa digunakan untuk menambah keakraban.

Ya, walaupun memang hanya sebagian orang saja yang menggunakannya namun memang semua mempunyai budaya beragam dan sangat unik.

Dalam penulisan judul artikel, kiasan memang banyak digunakan untuk lambang perumpamaan. Seperti penjelasan di atas, kiasan memang ada yang bernada positif maupun negatif. Judul seperti ini biasanya dibuat oleh para budayawan yang mempunyai jiwa sastra sangat kental.

Namun jangan berkecil hati, kita pun bisa membuatnya jika akrab dengan dunia sastra. Tipe judul seperti ini memang tidak mudah ditebak apa yang ingin disampaikan oleh penulis opini. Untuk mengetahui apa yang ingin disampaikan, perlu membacanya secara keseluruhan.

Contoh judul kiasan ini dapat kita lihat pada artikel karya Andi Adrianto berjudul “Nestapa Pendidikan” di Kedaulatan Rakyat, Rabu 10 September 2008.

Perhatikan kata “nestapa”, jika dibahasakan secara umum bisa disamakan dengan keadaan yang genting dan serius berakibat kesengsaraan, memprihatinkan, atau kesusahan. Namun agar judul artikel menarik maka Andi Adrianto sengaja menggunakan diksi “nestapa.”

7. Judul Plesetan

Cara Menulis Judul Plesetan
sentimentsfromtheheart.wordpress.com

Beranilah berpikir! Mungkin itulah yang selalu Penulis ulang-ulang. Jika Penulis ulang-ulang berarti penting ya. Agar kita sebagai penulis pemula mampu menemukan plesetan yang bukan sekadar plesetan, syaratnya harus berani berpikir. Pikirkan saja apa yang ada di dekat kita.

Penulis pun sempat membuat sebuah artikel opini berjudul “UN: Ujian Ngawur”. Tulisan tersebut Penulis kirimkan di www. Hminews.com yang diposkan pada 16 April 2013. Tulisan tersebut lahir dari kegaulauan dan kegelisahan Penulis ketika melihat adik Penulis menjadi salah satu peserta UN.

Memang tak mudah, namun kesalahan pemerintah berulang kali telah mengabaikan amanat rakyat untuk menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya. Dari situlah rasanya ingin “melampiaskan” kekesalan menjadi sebuah opini yang menggugah dan menginspirasi. Semoga!

Adapun judul-judul yang lain bisa kita buat sendiri sesuai tema yang akan dibahas. Contoh lain yang tak kalah unik yang juga dikutip Andi Adrianto, terkait artikel opini plesetan yang sinis dan tajam ada pada judul artikel Reza Syawawi yang dimuat di Kompas, kamis 17 Maret 2011.

Artikel Reza tersebut berjudulkan “Dewan Pemburu Rente”. Judul tersebut sengaja dibuat untuk memplesetkan Dewan Perwakilan Rakyat yang kinerjanya sudah dianggap khalayak umum keluar dari rel keadilan. Dari judul di atas, Reza ingin menggambarkan betapa peran wakil rakyat khususnya yang berada di DPR melakoni kongkalikong dengan berbagai pengusaha asing untuk meraup keuntungan pribadi.

Tak tanggung-tanggung, Dewan Perwakilan Rakyat yang seharusnya mewakili rakyat dalam memutuskan persoalan berdalih atas nama rakyat. Hasilnya, uang 14,7 miliar pun digelontorkan tanpa izin dari rakyat.

Penulis pun pernah memplesetkan DPR menjadi Dewan Perwakilan Rentenir. Ya, meskipun judulnya diubah menjadi Negeri Rentenir, namun ide bermula dari DPR. kita pun bisa memplesetkannya sendiri sesuai kreativitas Anda. Tak harus kata DPR, bisa seperti contoh di atas UN menjadi Ujian Ngawur.

Di sinilah letak menulis itu tanpa memerlukan bakat. Karena menulis adalah ketekunan bagaimana terus mengasah gagasan-gagasan menjadi kreativitas yang unik, tajam, menarik, dan mempunyai daya tawar. Judul plesetan juga merupakan pelampiasan makna melawan, menghina, meremehkan, hujatan, kritik sosial, sampai pengalihan opini dari makna yang sebenarnya.

8. Reflektif

Cara Membuat Judul Reflektif
hsb.nfsb.qc.ca

Salah satu cara agar artikel kita segera dimuat adalah menulis artikel yang bersifat refleksi. Judul seperti ini sering kita temukan di surat kabar mengingat Indonesia adalah negeri yang pernah dijajah sekaligus mempunyai tingkat peradaban yang sangat tinggi. Ini adalah ladang rezeki untuk penulis!

Judul seperti ini biasanya digunakan untuk mengenang momen yang sangat penting ataupun berharga dalam sejarah hidup manusia. Momen tersebut bisa seperti hari bersejarah bangsa Indonesia mulai penjajahan sampai hari kemerdekaan. Semua bisa ditulis dan dijadikan bahan refleksi untuk mengenang jasa para pahlawan ataupun tokoh-tokoh yang mempunyai peran dan karya besar semasa hidupnya.

Tujuan pembuatan judul reflektif seperti ini tidak lain untuk menjadi koreksi generasi saat ini dan yang akan datang. Selain itu, judul reflektif juga mengajak agar pembaca mampu meneladani tokoh ataupun mengambil ibrah dari sisi berbeda gagasan si penulis. Tulisan seperti ini sangat disukai redaktur selain menggali butir-butir inspirasi kembali dari tokoh-tokoh yang ditulis juga merupakan perluasan ideologi terutama menyangkut kepentingan bangsa dan negara.

Contohnya dapat dilihat pada tulisan Dedi Haryadi Deputi Sekjen Transparansi Internasional Indonesia. Tajuk yang dibawakan Dedi, “Dewi Sartika dan Kartini Berduka” yang terbit 23 April 2014 memang patut diapresiasi. Tulisan yang dibuat untuk mengenang kehidupan R.A. Kartini sekaligus Dewi Sartika itu dibenturkan kondisi real perpolitikan kaum perempuan saat ini.

Artikel tersebut bercerita mengenai dua pionir tokoh pemberdayaan perempuan yang menganalogikan dua perasaan, sedih dan senang melihat perkembangan gender di tanah air. Intinya, saat ini perempuan sudah diangkat bahkan sejajar dengan kaum laki-laki dalam hal berpolitik dan kehidupan sosial lainnya.

Dari semua itu, hal yang paling menjadi perhatian adalah banyaknya kasus korupsi yang banyak melibatkan sejumlah perempuan antara lain: Angelina Sondakh hingga mantan Menteri Kesehatan Siti Fadhilah Supari yang menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan alat kesehatan.

Adapun tulisan yang mempunyai judul reflektif namun dikemukakan secara implisit adalah tulisan Dr. Nurul Hak berjudul “Membangun Karakter Bangsa dan Tatanan Keadaban” yang terbit 13 Januari 2014 di Kedaulatan Rakyat.

Selaku Direktur Laboratorium Agama Masjid Sunan Kalijaga, beliau ingin meniupkan refleksi mengenai pentingnya karakter dalam membangun sebuah peradaban bangsa. Menilik sejarah sirah agung Nabi Muhammad Saw, beliau memaparkan bahwa suri tauladan Nabi Muhammad tak akan lekang oleh waktu dan tetap relevan dalam setiap zaman.

Ya, melalui pembangunan karakter dimulai dari pemimpin adalah salah satunya. Pemimpin harus menunjukkan teladan sebaik-baiknya bagi rakyat selaku pengemban amanah tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Masih berkaitan dengan artikel pengurus Masjid Sunan Kalijaga. Kali ini, opini yang tak kalah menarik milik Pembina Laboratorium sekaligus Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi bertajuk “Minal ‘Aidin Wal Faizin”. Jika dilihat dari judulnya, jelas bahwa artikel tersebut ingin menyampaikan makna Idulfitri.

Dua model judul di atas memang membahas bab yang sama. Namun ada yang mengungkapkan judulnya secara implisit ada juga secara ekplisit tergantung kita sebagai penulis.

Judul refleksi secara implisit maupun eksplisit biasanya turut menentukan mau dibawa ke mana artikel yang akan kita kirim. Bahasa memang memengaruhi ke mana kita akan mengirim artikel opini.

Simak juga ulasan selanjutnya tentang bagaimana menulis lead artikel opini ke media massa.

Tinggalkan komentar