2 Tips Ampuh Belajar Menulis Opini (Middle) di Media Massa

freepicturesweb.com
freepicturesweb.com

Bagi Penulis, hal yang paling sulit dilakukan saat menulis artikel opini adalah menulis middle. Bagi penulis awal, sudah bisa ditebak bahwa dalam hal middle ini kesannya masih monoton dan terlalu luas, sehingga apa yang disampaikannya menjadi kabur.

Ketika kita menjadi penulis pemula, lalu kita mencoba membacanya sendiri pasti ada rasa anggapan “wagu”. Anggapan ini memang ada benarnya, terlebih ketika kita membaca karya-karya orang lain pasti kerasa banget.

Tapi insya Allah, Penulis akan memberikan kontribusi paling tidak menambah sedikit wawasan terkait penulisan middle ini. Penulis sering berpikir, mengapa orang yang gemar ke perpustakaan selalu pandai? (Bagi yang di perpustakaan membaca buku lho).

Hemat Penulis, jawabannya sangat sederhana, ketika ia ada masalah dalam mengerjakan suatu hal ia terus fokus untuk memecahkan masalah melalui jelajah-jelajah buku. Ingat kata pepatah bijak, “Banyak orang yang gagal karena tidak fokus”. Penulis yakin pasti orang yang bersungguh-sungguh akan menemukan buku yang merangsang berpikir dan sesuai dengan kemampuan kita menyerap ilmu.

Arti lainnya, setiap orang memang mempunyai kecenderungan masing-masing terhadap bagaimana ilmu disampaikan atau bagaimana ilmu akan tersalurkan dengan sempurna. Setiap orang mempunyai masing-masing cara.

Middle atau yang sering disebut tubuh tulisan atau bisa disebut paragraf pengembang adalah inti dari sebuah gagasan tulisan. Maka tak heran jika beberapa penulis pemula KO di ronde ini dikarenakan bukan hanya satu gagasan saja, namun berbagai gagasan yang saling berkesinambungan.

Selain anggapan sukar dan dibutuhkan gagasan yang sistematis, Penulis yakin pasti godaan-godaan juga berat di luar sana. Mulai dari ajakan teman nonton bioskop, nongkrong di angkringan, ataupun pesta-pesta khas anak muda lainnya.

Jangan mau! Semua ada batasnya! Jangan biarkan waktu kita berlalu dengan obrolan yang sia-sia, arahkan ke diskusi yang berbobot dan berkualitas.

Di bagian tubuh tulisan inilah ide pokok gagasan dikembangkan sedemikian rupa, menerangkan dan menjabarkan dengan detail dan sistematis. Adapun fungsi tubuh tulisan yang dirujuk dari Seni Menuangkan Gagasan A. Widyamartaya ini dapat berupa:

  • Pernyataan-pernyataan pikiran utama
  • Menerangkan tiap pikiran utama, bisa dengan mendefinisikan ataupun menjelaskan
  • Paragraf isi juga berisi contoh, alasan, fakta, rincian, ataupun data-data penguat
  • Dan yang terpenting adalah berisi opini, pendapat kita pribadi.

Dari keempat unsur di atas, pembaca tidak harus mak plek sesuai nomornya. Biasanya juga bagi mereka yang telah profesional ataupun sudah terlatih dalam menulis dengan bebas menempatkan keempat unsur tersebut. Ada yang memulai dengan opini lalu fakta, ada juga yang sebaliknya.

Yang jelas, bahwa ini biasanya dalam satu paragraf terdapat pikiran utama yakni gagasan yang akan dikemukakan, kemudian pendukung yang bisa berisi fakta, contoh konkret, maupun data-data juga ditambah pikiran penjelas dapat berupa opini yang akan kita sampaikan. Sebagai contoh:

1. Sertakan Data

best-wallpaper.net
best-wallpaper.net

Data dapat berupa contoh, alasan, fakta, dan rincian. Adapun data dapat diperoleh melalui koran. Jika ingin lebih afdal bisa datang langsung ke sekretariat media yang bersangkutan secara langsung ke bagian pusat penyimpanan data. Selain koran, kita juga bisa mencari data melalui buku pintar.

Buku pintar ini biasanya diterbitkan media-media besar seperti Kompas untuk merangkum kejadian-kejadian yang sangat penting dalam rentang tahun tertentu mulai dari kronologi, data, perkembangan, sampai kabar hari terkait suatu kejadian penting tersebut.

Ada lagi yang lebih mudah, kita bisa mencari data dengan cara “klik”, dan dua detik kemudian sudah muncul di hadapan Anda. Ya, lewat mesin pencari informasi, kita bisa memperoleh data apa saja yang diinginkan.

Misal, kita ingin menulis terkait sekolah-sekolah yang ada di Yogya, langsung saja kunjungi website Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga tepatnya di www.pendidikan-diy.go.id.

Selanjutnya, mengapa kita memerlukan data dalam menulis? Penting tidak sih? Penting atau tidak, tergantung seberapa penting data tersebut kita cantumkan.

Jika media hanya memberikan ruang sedikit karakter maka jangan terlalu banyak memberikan datanya, cukup dipaparkan secara singkat dan jelas. Namun jika media tersebut memberikan ruang karakter yang banyak dalam menulis, kita bisa memberikan secukupnya.

Apakah data harus hitumg-hitungan yang jelimet? Tidak juga! Data tak harus jelimet, jadi tak perlu khawatir. Biasanya data sudah diolah oleh suatu pengelola data tertentu, dan biasanya kita tinggal mengutipnya berupa alasan, rincian, ataupun fakta kejadian.

Namun jika menginginkan data yang berasal dari diri sendiri pun tak masalah, kita bisa mengamati dari perkembangan kasus dan membuat analisis-analisis data tersendiri. Tidak masalah! Perlu diketahui bahwa data sendiri terdiri dari data utama yang merupakan sumber masalah kemudian ada data pendukung atau yang sering disebut data penguat. Mari kita buat contohnya bersama-sama.

Pada pemilu 2014, dari masa verifikasi parpol hingga tahap penyerahan daftar calon sementara (DCS), publik terus dikejutkan banyaknya muncul artis-artis papan atas menjadi calon legislatif. Perjalanan kalangan artis ikut serta dalam pesta demokrasi dimulai 2004, saat itu terdapat 27 artis maju menjadi caleg DPR. Pemilu 2009 jumlah itu menjadi 61 artis, dengan 16 di antaranya menjadi anggota DPR periode 2009-2014. Di tahun 2014 paling tidak tercatat 58 bakal calon artis yang akan berebut tiket ke Senayan (Kompas, 29/4/13).

Contoh di atas merupakan data yang diambil dari Harian Surat Kabar Kompas. Penulis merasa penting dengan data tersebut karena awalnya Penulis menceritakan awal mula artis terjun ke politik.

Data tersebut untuk memperkuat dan membuktikan bahwa tajuk “Politik Dolanan” yang Penulis angkat memang benar-benar terjadi. Selain data utama, Penulis juga menyertakan data tambahan di antaranya untuk memperkuat tajuk yang Penulis angkat bahwa anggapan publik terhadap kemampuan caleg artis memang diragukan.

Drama di atas tentu mengundang banyak keraguan publik atas kemampuan caleg artis. Jajak pendapat Kompas menyebutkan 7 dari 10 responden menyatakan ketidakpuasan atas kinerja DPR dari kalangan artis.

Kita juga bisa menggunakan data yang berasal dari pengalaman kita sendiri, baik pengalaman organisasi ataupun pengalaman-pengalaman merintis sebuah komunitas. Pada dasarnya data digunakan untuk menunjukkan bahwa apa yang kita sampaikan benar-benar terjadi untuk pembahasan lebih lanjut.

Data harus jelas dari mana asal atau hasil mengutip dari mana, karena data memang harus bisa dipertanggungjawabkan. Ketika ada orang lain yang ingin mengklarifikasi karena tersinggung ataupun tidak berkenan kita dapat beralasan dengan jelas dan tepat.

Oleh karena itu, sumber maupun asal muasal data harus dapat dipercaya. Bisa dari website, media cetak, ataupun sumber-sumber penelitian para akademisi dari jurnal, skripsi, ataupun tesis.

Acara lesehan bareng aktivis sekaligus dilanjutkan buka puasa tersebut dilaksanakan selama sepuluh hari yakni tanggal 10-20 Juli 2013. Hadir sejumlah organisasi pergerakan dan lembaga kampus seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Ikatan Muda Muhammadiyah (IMM), Ikatan Pemuda Nahdatul Ulama (IPNU), Lembaga Dakwah Kampus Sunan Kalijaga (LDK), Korps Dakwah Kampus (Kordiska), dan Mahasiswa Pecinta Islam (MPI).

Satu lagi contoh terkait penggunaan data, jika kita menulis sesuatu hal yang melibatkan pihak asing dan menjadi sorotan internasional harus menyertakan data dari sumber internasional juga. Tidak harus dari sumber pertama, bisa juga data yang telah diolah surat kabar tertentu kemudian dikutip dan diringkas seperlunya.

Data dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO, 2008), Rokhmin menyebutkan, penangkapan ikan nelayan asing di wilayah perairan RI mencapai 1 juta ton per tahun dengan jumlah kapal 3.000 (Kompas 05/06/2012). Kerugian negara setara dengan 30 triliun rupiah per tahun. Peluang nelayan mendapatkan ikan 1 juta ton per tahun pun terpuruk. Akibatnya, para nelayan kewalahan memasoki industri perikanan dalam negeri, walhasil impor ikan terus meningkat.”

Sekarang sudah jelas bukan bagaimana cara menyertakan data? Jelas aj deh…! Intinya, data haruslah akurat and mempunyai ciri ilmiah, artinya mampu dibuktikan dengan sumber rujukan yang jelas.

Perlu dicatat, saking sakralnya data, jangan sampai data menggunakan istilah-istilah abal-abal seperti, “kebanyakan”, “konon” atau “sesuai hasil penelitian”, semua data harus jelas sumbernya siapa yang melakukan penelitian.

Sebagai catatan, jikalau terdapat suatu kasus dan terdapat data yang berbeda-beda Anda sebagai penulis berjiwa intelektual harus fair terhadap data. Banyak saat ini demi kepentingan politik sesaat mereka merekayasa sebuah data  sehingga pemihakan pun terjadi secara akademis.

Inilah yang disebut penulis yang mengabdi ideologi, bukan mengabdi ilmu!

Tuliskan sejujurnya kepada publik agar tidak ada penyesatan publik. Oke! Segeralah menulis dan menulis. Insya Allah kesempurnaan akan mengikuti jika rajin berlatih.

 

2. Tambahkan Analisa Sistematis (Opini)

Belajar Menulis Analisis
www.123rf.com

Di sinilah nyawanya sebuah artikel opini. Ketika terungkap pertanyaan, di mana hasil pikiran Anda? Maka di sinilah kita harus tuangkan! Di bagian inilah bagaimana kita berkontribusi untuk memecahkan masalah.

Data yang awalnya telah kita sebutkan tadi kaitkan dengan ide Anda. Inilah proses berpikir bagaimana kita mampu menganalisa sebuah masalah dengan sistematis, runut dan runtut agar tulisan tersaji dengan renyah, gurih, jernih dan ueeeenak!

Sejauh pengalaman Penulis, opini atau buah pemikiran kita akan berbobot jika kita rajin mengikuti organisasi. Itulah tempat yang akan memberikan pengalaman, karena pengalaman adalah masalah maka pastinya kita akan mendapat pengalaman bagaimana cara menyikapi sampai menyelesaikan masalah.

Lewat masalah, pikiran akan berjalan dan renungan-renungan akan bangkit menggelora dari kegagalan maupun keterpurukan.

Coba perhatikan pesan Penulis ini, “Duhai pemuda, jangan ragu untuk menjadi yang terbaik. Jika kita ditunjuk sebagai pemimpin maka sanggupilah selama kita tidak berharap dan menginginkan jabatan demi hasrat sesaat. Jadilah pemimpin terdepan, jangan takut menghadapi risiko, tantanglah dan katakan pada masalah ‘kamu tidak ada apa-apanya’.”

Dengan menjadi pemimpin, kita akan banyak menemui masalah. Otomatis kita akan terbiasa menghadapi masalah demi masalah dan akhirnya memperoleh kemerdekaan diri. Maka bersyukurlah jika di masa muda Anda banyak masalah, karena hal itu akan sangat bermanfaat bagi masa depan kelak. Jangan menunggu masalah, namun carilah!

Opini atau pendapat juga akan berpengaruh terkait wawasan kita. Buku adalah gerbang wawasan paling luas. Dengan buku, kita mampu membaca pemikiran-pemikiran orang terdahulu hingga sekarang. Wawasan itulah yang akan bermain dan memberikan berbagai pendapat terkait masalah saat ini.

Rajinlah membaca, namun jangan mudah percaya terhadap tulisan di buku tersebut. Berpikirlah dan mainkan analisis dan akal sehat. Jika ragu apa yang disampaikan buku itu maka bertanyalah pada pembuat buku. Jika pembuat buku tersebut sudah mendahului kita, maka tanyalah pada pakarnya hingga kita menemukan jawaban yang memuaskan.

Jangan takut mempertanyakan dan jangan mudah percaya! Buku adalah sarana perangsang kita untuk berpikir, berkarya, dan memperbarui dengan inspirasi-inspirasi baru. Sayangnya, hari ini kita banyak disuguhi internet yang melalaikan.

Kita menjadi enggan membaca namun cenderung memilih internet sebagai bacaan utama yang biasanya berupa ringkasan dan garis besarnya saja. Kenanglah bahwa internet memang memberikan wawasan namun dangkal, sedangkan buku memberikan wawasan yang mendalam sekaligus komprehensif. Oke, lebih jelasnya mari kita simak contoh-contoh pendapat.

Menurut Penulis, hal ini disebabkan rendahnya minat untuk berpikir. Referensi itu penting, tapi digunakan dalam rangka merangsang untuk berpikir. Disadari atau tidak, pendidikan di negeri ini pun banyak mengajarkan untuk menyepelekan berpikir. Kebiasaan menanyakan “sumbernya dari mana” memicu lahirnya intelektual-intelektual yang takut berpikir sekaligus bernalar rendah (common sense). Budaya merasa hebat menghafal berjuta-juta buku dan teori Barat berkembang, padahal jika ditanya “mana hasil berpikirmu?” Hasilnya nihil.

Opini ataupun pendapat di atas merupakan awal dari pendapat yang akan disampaikan secara utuh. Adapun opini pun terdiri dari beberapa paragraf, tergantung si penulis sendiri akan memberikan opini berapa persen dalam sebuah tulisan.

Adapun nantinya akan ada opini-opini lainnya yang berfungsi bisa menjadi mempertegas, menambah yakin pembaca, ataupun melengkapi opini sesuai tingkat prediksi pemahaman pembaca. Adapun opini selanjutnya bisa dilihat di bawah ini.

“Bayang-bayang kehebatan khazanah keilmuan terdahulu kadang membuat diri terpaku pada satu tindakan untuk taklid buta, bukan melahirkan temuan-temuan ilmu baru. Alhasil, sering terjadi bias antara kebijakan dengan realitas. Pikiran seakan dibatasi dan ditempa oleh keadaan yang mengharuskan adanya referensi. Ilmu pengetahuan seakan-akan telah mencapai titik kulminasi dan kurvanya terus-menerus turun dari generasi ke generasi.

Ditambah lagi banyaknya plagiat dari kalangan akademis ke bawah hingga ke atas menunjukkan rendahnya budaya berpikir. Banyaknya plagiasi lewat mesin pencarian Google menyebabkan manusia mudah menerima, hanya mengetahui permukaan tanpa menelusuri mendalam. Manusia dibentuk menjadi fanatik lewat media Google yang diteruskan dari lidah ke lidah tanpa filter berpikir.

Nah kedua paragraf di atas merupakan opini tambahan. Pokoknya, dalam hal analisa ini jangan jadi orang manutan, nundak-nunduk, apa-apa diamini. Semakin detail data dan analisa Anda maka akan semakin tajam pula argument-argumen Anda.

Jangan mudah percaya, kembangkan kegelisahan intelektual (analisa intersubyektif), kekritisan, pendapat Anda segalau-galaunya. PD-lah dengan pemahaman Anda sendiri terkait apa yang kau rasakan, kritisi, naluri terhadap sebuah masalah yang kau kuasai.

Mulai sekarang, kita bisa membawa terbang pikiran untuk menjelajahi alam pikiran dan menemukan solusi-solusi imajinasi yang menginspirasi. Jangan batasi pikiran. Adapun ketika pikiran buntu, mungkin di situlah letak puncaknya ilmu. Berusaha dan berserah dirilah kepada Allah semoga diberi petunjuk dan jalan pikiran yang menerangkan kegelapan.

Lihat ulasan berikutnya mengenai belajar menulis penutup artikel opini

 

Tinggalkan komentar