Indonesia sebagai Karya Bersama (Refleksi Hari Kebangkitan Nasional)

Indonesia Merah Putih
Merah Putih Pixabay.com

Hari ini, tepat 107 tahun memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Pergerakan Nasional yang diawali lahirnya gerakan nasionalis Boedi Oetomo (1908) dan Sumpah Pemuda (1928) ini berhasil menyatukan tekad dan semangat nasional mengusir segala bentuk penjajahan.

Tuntutan untuk bangkit mengurai benang kusut yang telah lama melilit kehidupan berbangsa dan bernegara pun menjadi sebuah keharusan bagi generasi saat ini.

Hal ini untuk menjawab tantangan yang lebih rumit dan latent problem dari situasi 107 tahun lalu. Lilitan tersebut semakin kuat ditambah adanya berbagai benturan ideologi yang cenderung ekslusif dan “semaunya” sendiri.

Di tengah usaha mengembalikan kejayaan Indonesia, negeri ini kembali kehilangan kekompakan sekaligus eksistensi jati dirinya. Belum adanya kesadaran ber-Indonesia secara utuh, menjadi salah satu kunci tantangan terbesarnya.

Jika kita menilik sejarah, founding fathers bangsa ini pun telah membuktikan bahwa perbedaan ide, pandangan ataupun persepsi merupakan suatu hal yang wajar. Hal inilah yang seharusnya menjadi catatan bahwa biarpun ada perbedaan, kekerabatan tetap harus dijaga.

Dengan demikian, hal yang harus dievaluasi oleh setiap individu adalah seberapa banyak kebaikannya, bukan seberapa sedikit keburukannya.

Konflik-konflik antar individu pemangku kepentingan yang sering terjadi akhir-akhir ini menjadi racun masyarakat yang tersaji di setiap menu berbagai media. Usaha untuk menuju demokrasi yang berkualitas seakan terhenti pada sikap yang berseberangan.

Persaingan saling menjatuhkan demi meraih simpati masyarakat lewat mobilisasi rupiah besar-besaran menjadi sumber korupsi dan kecarutmarutan moral rakyat.

Padahal, jika perbedaan itu mampu dijadikan prinsip sebagai anugerah yang memperkuat keindahan, perbedaan akan memperkaya khasanah menuju imaginatif tatanan bangsa masa depan. Kedewasaan bersikap dan berpikir jernih masih jauh dari harapan dialektika sehingga terkesan gagap dalam melihat dunia yang plural.

Indonesia adalah Komunitas yang Berkembang Bersama

Hari Kebangkitan Nasional
pixabay.com

Usaha untuk menjadikan Negara Indonesia maju, tidak akan pernah bisa dilakukan hanya dengan segelintir orang yang berperan. Soekarno sering mengutip definisi Otto Bauer tentang bangsa sebagai “die au seiner shicksalsgemeinschaft erwachsende Charaktergemeinschaft”, “komunitas karakter yang berkembang bersama”.

Kutipan diatas bermaksud bahwa Indonesia adalah komunitas yang berkembang dari pengalaman bersama. Pengalaman itulah yang berhasil menyatukan hati seluruh pemuda Nusantara dari pengalaman dijajah, disiksa dan dihinakan oleh tuan-tuan bangsa asing serta menghisap tenaga rakyat.

Oleh karena itu, lahirnya peringatan Hari Kebangkitan Nasional seharusnya mampu menyadarkan segenap elemen bangsa bahwa Indonesia adalah hasil dari kekayaan karya yang harus diperjuangkan bersama.

Sebuah karya memang tak harus selalu serupa. Sebuah karya lahir dari jiwa yang semuanya mempunyai naluri tersendiri. Semua bebas berekspresi sesuai kaidah dan aturan yang telah termaktub di dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Karena hanya dengan seperti itu, karya-karya besar anak bangsa akan lahir menjadi garda-garda terdepan tonggak kemajuan bangsa. Generasi-generasi emas yang unggul, takwa dan cakap dalam berdialektika.

Kesadaran untuk  berkarya bersama guna membangun kemajuan bangsa Indonesia harus selalu dikobarkan. Di situlah harapan munculnya fajar yang siap berpendar di segenap pemangku kaki-kaki ras, suku, agama dan kekayaan bangsa lainnya. Semua bergerak bersama, berjuang dan berkarya untuk Indonesia.

Tinggalkan komentar