Memahami Pemikiran dan Perjuangan RA Kartini Melalui Dialektika Hegel

  • Joseph Sebastian Nazareno Silaen
  • Lulusan dari Univeritas Negeri Yogyakarta, Jurusan sejarah
  • Menyukai Isu-Isu Kekinian dan Pemikiran Sosialis.
  • Pengagum Pram, Sharir, dan Totti.

Sekolah ada suatu tradisi saat mendekati tanggal 21 April. Adalah anak perempuan berdandan lalu memakai baju adat ke sekolahnya. Perjuangan RA Kartini dalam ingatan masyarakat Indonesia memiliki tempat yang tersendiri. Terkhusus perempuan, bahkan Anda hanya menemukan dua sosok perempuan Indonesia yang mendapat tempat lebih dalam ingatan kolektif.

Pertama adalah Kartini sendiri, sedangkan kedua adalah Tjoet Nja’ Dhien sang panglima perang Aceh. Pembangunan memori kolektif dari sosok Kartini bisa dibilang cukup besar. Mulai buku yang “ditulis” Kartini yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang,  sejumlah penulis yang menulis kisah Kartini.

Selain Kartini dan pemikirannya, terlepas dari apakah itu benar-benar tulisan seorang Kartini atau siapa yang mengunakan nama Kartini. Sosok Armijn Pane yang meluangkan waktu untuk menerjemahkan tulisan Kartini hingga dapat terbaca oleh bangsanya.

kartini perjuangan
runtahlife.wordpress.com

Sebetulnya berbicara peradaban Indonesia, kita juga tidak begitu anti dengan pemimpin perempuan. Sebelum kita mengenal Kesetaraan Gender, Emansipasi, serta banyak pemikiran yang feminism lain. Kita mengenal Ratu Shima dan Tribuana Wijayatunggadewi yang memimpin kerajaan tradisional di Jawa.

Belum lagi sejumlah perempuan di luar Jawa, mampu berjuang angkat senjata untuk tanah tempat tinggal mereka. Ketika Tjoet Nja’ Dhien berperang geriliya, Martha Christina Tiahahu menjadi perempuan yang akat senjata lagi.

Perang Ambon menjadi peristiwa kolektif yang membangkitkan semangat perlawanan. Disamping itu, berbicara perempuan yang angkat senjata ada banyak. Tjoet Nja’ Meutia adalah perempuan sezaman agaknya beda. Dimana dia berperang lautan, sehingga membaca sepak terjang laksamana perempuan agaknya sedikit berbeda.

Berbicara kenapa perempuan dan perannya saja sudah berbicara dua dimensi berbeda. Pertama berbicara kodratnya dan bagimana nilai dan bagimana dia ada dalam masyarakat. Kita tidak sangkal perempuan sudat kodrrat bisa hamil dan menyusui.

Di samping kodrat, adanya nilai yang dirumuskan masyarakat. Nilai yang disusun dari agama, peristiwa masa lalu, dan tatanan masyarakat menjadikan adanya nilai harus dipenuh manusia terkhusus perempuan. Hal ini yang menjadikan sejumlah perempuan diatas terlihat berbeda dalam kacamata kita.

Kartini dengan pemikiran yang tertuang dari sekolahnya, tulisan, sampai kisah hidupnya menjadikan sosok yang istimewa. Dia mencoba melawan atas batasan-batasan yang ada dalam masyarakat. Walaupun dalam masyarakat kini, bisa diterima.

Saya mempercayai bahwa semua peradaban manusia kini, bersumber dengan ide. Pekembangan masyarakat akan bersumber pada pemikiran (ide) yang dikenal adalah Rasio. Menimbang penyataan filisuf Jerman bernama Hegel. Bahwa kita sering bertabrakan dengan Dialektika, ketika masyarakat memiliki pemahaman yang umum (banyak diterima) terhadap peranan perempuan dalam wilayah domestik itu baiknya.

Perempuan yang peranan hanya di rumah melingkup dapur, ranjang, dan sumur. Menerima peran baik dimadu, mengurus anak dan rumah tangga, serta pembaatasan informasi dan pengetahuan. Dialektika menurut Hegel adalah dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan tesis (pengiyaan/ide), antitesis (pengingkaran/alam), dan sintesis (kesatuan kontradiksi/roh).

Setiap kejadian atau ide (tesis) cenderung  menimbulkan kejadian atau ide yang berlawanan atau bertentangan (antitesis). Dalam pertentangan yang terjadi antara dua hal ini, muncul lah perkembangan baru (sintesis).

Sisntesis ini berbeda dengan kontradiksi yang ada sebelumnya, tetapi bukan merupakan penggabungan, melainkan mengandung elemen penting baik dalam tesis maupun antitesis dan menjelma menjadi entitas yang lebih kaya dan lebih komprehensif

riwayat ra kartini
tikmantema.wordpress.com

Nilai ini menjadi dogma (tesis) yang berkembang, bahkan hal harus dilakukan. Beruntung Kartini lahir dari keluaraga yang cukup terbuka. Memiliki ayah yang duduk dalam jabatan Bupati Rembang serta memiliki kakak laki-laki yang mebimbing pada puncak pemikirannya.

Sosok Kartini yang mencoba menuangkan pemikiran menjadi tawaran baru tentang posisi perempuan. Pemikiran Kartini dan sejumlah kisah perempuan lain yang saya ceritakan adalah bentuk ide lain dengan perjalanan waktu menjadi ide perlawanan dari yang sudah ada (antithesis).

Ide Kartini yang menjadi menarik dimata kita generasi pasca kemerdekaan sehingga peranan perempuan dikait dengannya.  Bahkan kita baik dalam Film yang berjudul Kartini karya Sumanjaya atau Buku berjudul “Panggil Aku Kartini Saja” karya Pramoedya Anata Toer dan lainnya menjadikan dia seperti Jeanne d’Arc yang dipuja oleh masyarakat perancis. Kita memang sangat mengidolakan Kartini sebagai perempuan hebat.

Kita tidak menjadikan nilai dalam masyarakat sebagai penghambat perkembangan perempuan dalam masyarakat. Nilai yang ada dan dipakai sebagai standar nilai itu, adalah susunanan dari anggota masyarakat yang memiliki alasan menetapkannya.

Kita bangsa Indonesia harusnya berdiri ada sikap sintesis dalam memahami bagimana nilai dari masyarat dan pemikiran Kartini agar ditidak terjebak pada pandangan sempit baik duduk sebagai pendukung Nilai atau lainnya.

Tinggalkan komentar