Pengawasan Bank Syariah, Perlukah?

bisnisukm.id
Pengawasan Bank Syariah

Hadirnya bank syariah di Indonesia sejak tahun 1991 menjadi angin segar bagi masyarakat.

Tumbuh dan berkembang dengan dasar hukum Islam telah membuat bank syariah menjadi pilihan utama masyarakat yang tidak hanya ingin menjalankan aktivitas ekonomi namun mengedepankan manfaat di dalamnya.

Pertumbuhan bank syariah menimbulkan opini dari berbagai kalangan masyarakat mengenai manfaat  hadirnya untuk  meningkatkan kinerja itu sendiri.

Bank Syariah dan Sebuah Harapan

Permasalahan yang muncul saat ini mengenai Sharia Compliance (kepatuhan syariah) yang memiliki unsur sebagai GCG (Good Corporate Governance), atau yang lebih dikenal dengan istilah tata kelola perusahaan.

Seperti yang dipaparkan Mardian bahwa GCG merupakan satu elemen yang menjadi keniscayaan dan harus ada pada setiap perusahaan.

Sebagai institusi di mana Al-quran dan sunnah menjadi pedoman dasarnya, masyarakat tentu mengharapkan hal lebih kepada bank. Termasuk pada aspek tata kelola bank itu sendiri.

Transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, integritas, dan keadilan merupakan prinsip GCC yang tidak asing lagi. Pengawasan termasuk dalam komponen elemen tersebut untuk menciptakan bank syariah yang sesuai dengan prinsip syariah.

Pengawasannya sendiri berada pada tingkat makro dan mikro. Pada tingkat makro, pengawasan dilakukan dengan cakupan nasional dengan pihak yang berwenang untuk melakukan pengawasan ini yaitu DSN MUI.

Ke-syariah-an produk dan aktivitas bank ditinjau oleh DSN MUI yang kemudian melahirkan fatwa sebagai output tinjauan (pengawasan) yang dilakukan.

Pada tingkat mikro terdapat beberapa pihak yang melakukan pengawasan yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS), Konsultan Syariah, serta Penasihat syariah.

DPS Bank Syariah, Pentingkah?

Di Indonesia sendiri, setiap bank syariah diharuskan memiliki DPS dengan posisi DPS berada pada satu tingkat yang sama dengan Dewan Komisaris bank.

Hal ini bertujuan agar DPS lebih memiliki integritas dan kebebasan opini dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada semua direksi di bank tersebut yang berhubungan dengan aplikasi produk perbankan syariah.

Anggota DPS dapat direkomendasikan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang kemudian akan ditetapkan oleh DSN MUI selaku pengawas tingkat nasional.

Adanya pengawas dalam tingkat makro dan mikro ini tidak semata untuk mencari kesalahan operasi dari manajemen, tetapi bertanggung jawab atas pemecahan masalah dengan bentuk pemberian solusi dari kesalahan tersebut.

Tujuan utama dari pengawas syariah yaitu memastikan bahwa bank syariah sesuai pada prinsip syariah dari segi produk dan aktivitas operasional.

Hal ini dilakukan agar masyarakat yang mempercayai bank tersebut merasa yakin bahwa dana yang mereka titipkan berada pada jalur yang benar.

Proses DPS

Terdapat tiga proses dari pengawasan syariah yaitu pencegahan (preventive), pengkoreksian (remedial), dan pengendalian pelengkap (complementary control). Pada proses pertama meliputi peninjauan atas kebijakan, kontrak, dan produk sebelum ditawarkan kepada publik.

Selanjutnya, proses audit yang dilakukan sebagai bentuk pengoreksian dari aktivitas operasional yang telah dilakukan. Setelah itu dilakukan kembali peninjauan secara keseluruhan sebagai pelengkap atas pengendalian yang telah dilakukan.

Dalam hal ini apabila pengawas gagal dalam menjalankan tugas atau tidak memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi, bukan tidak mungkin eksistensi bank syariah dapat tenggelam karena hilangnya kredibilitas.

Sebagaimana dipaparkan oleh Shanin A. Shayan bahwa risiko terbesar dari sistem keuangan yaitu karena hilangnya kredibilitas.

Dalam aspek lainnya, keberadaan pengawasan syariah sangat penting bagi manajemen dengan adanya pengungkapan transaksi yang mengakibatkan transparansi dari aktivitas operasional.

Praktiknya dapat dilihat pada audit yang dilaksanakan oleh DPS saat  akhir tahun ketika opini dikeluarkan sebagai bahan evaluasi manajemen. Bersamaan dengan dikeluarkannya opini, DPS juga mengungkapkan net income antara pemegang saham dan nasabah.

Seorang anggota DPS tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu agama, namun juga ilmu yang berkaitan dengan ekonomi, keuangan, bahkan ilmu komersil. Sebab seiring dengan berjalannya waktu, transaksi yang berkaitan dengan ilmu kontemporer juga semakin bertambah.

Maka dari itu, seorang anggota DPS yang bertanggung jawab atas kesesuaian aktivitas perbankan dengan prinsip syariah dan harus betul memahami permasalahan dari beberapa perspektif yang berbeda.

Walaupun terdapat beberapa tipe pengawas syariah pada tingkat mikro, DPS merupakan pengawas syariah yang paling umum digunakan dibandingkan dengan sharia advisor ataupun perusahaan konsultan syariah.

Dengan melihat 5 aspek penting (agama, sosial, ekonomi, legalitas, dan tata kelola perusahaan) pada perbankan syariah, DPS diharapkan dapat memastikan bahwa perbankan syariah di Indonesia telah mematuhi prinsip-prinsip yang berlandaskan Al-quran dan sunnah.

 

Referensi:

Agustianto. (2004) DPS dan Manajemen Risiko Bank Syariah.

Garas, S., & Pierce, C. (2010). Sharia supervision of Islamic Financial Institutions. Journal of Financial Regulation and Compliance Vol. 18 No. 4.

Mardian, S. (2011). Studi Eksplorasi Pengungkapan Penerapan Prinsip Syariah di Bank Syariah. SEBI Islamic Economics & Finance Journal Vol.04, No.1.

Tinggalkan komentar