Menakar Standar Kompetensi Auditor Syariah

Penulis Opini
penulis
  • Fatimah Eka Putri
  • Mahasiswi STEI SEBI program studi Akuntansi Syariah, Depok
  • Santri Berprestasi Husnul Khotimah Program IPS 2013

Perkembangan industri keuangan syariah yang cukup pesat tidak menjamin tumbuhnya kepercayaan dari masyarakat secara instan bahwa institusi yang mencantumkan brand syariah telah terjamin kesyariahannya.

Menakar Standar Kompetensi Auditor Syariah
pixabay.com

Perlu dilakukan sebuah audit atau evaluasi secara menyeluruh untuk memastikan apakah institusi terkait telah memenuhi shariah compliance (kepatuhan syariah) atau malah dapat dikatakan mirip dengan perusahaan konvensional pada umumnya.

Hasil dari evaluasi secara menyeluruh tentunya akan membantu membangun kepercayaan dari masyarakat dan para stakeholder serta meningkatkan nilai perusahaannya.

Fungsi Audit

Seiring dengan kebutuhan audit shariah compliance di industri keuangan syariah, maka muncul fungsi audit baru yaitu audit syariah. Idealnya, audit syariah dilakukan oleh auditor syariah yakni seseorang yang telah memiliki standar kompetensi dalam bidang syariah dan akuntansi secara mendalam.

Karena pada dasarnya, proses audit tidak hanya dilakukan berdasarkan standar regulasi tetapi juga standar dan prinsip syariah.

Sementara, kebutuhan akan tenaga kerja auditor syariah yang kompeten di industri keuangan Islam sangat dibutuhkan, Indonesia dan Malaysia menghadapi permasalahan tentang kompetensi auditor syariah yang relatif sama.

Sampai saat ini, permasalahan utama yang dihadapi yaitu mismatch antara apa yang diperlukan institusi syariah dengan apa yang ditawarkan di pasar. Karena pada kenyataannya, mayoritas auditor syariah yang memiliki pengetahuan akuntansi cenderung tidak memiliki pengetahuan syariah yang memadai dan sebaliknya.

Masalah kompetensi auditor syariah telah diperdebatkan sejak awal pembentukan keuangan Islam modern di tahun 1970-an. Diketahui salah satu penyebab utama timbulnya masalah tersebut adalah belum terdapatnya standar kompetensi auditor syariah yang dapat dijadikan acuan.

Di samping itu, minimnya lembaga pendidikan dan pelatihan yang menunjang kompetensi auditor juga menjadi penyebab minimnya auditor syariah yang kompeten. Masih sangat sedikit lembaga pendidikan yang mengajarkan syariah dan akuntansi secara bersamaan.

Standar Kompetensi Antara Malaysia dengan Indonesia

Di Malaysia, hanya terdapat satu universitas lokal yang mempunyai kurikulum khusus auditor syariah yaitu di Universitas Sains Islam Malaysia (USIM), bahkan IIUM pun yang dikenal sangat mendukung kurikulum terkait Keuangan Islam hanya mengadakan kurikulum  Akuntansi Islam dan Fiqh Muamalat saja.

Beruntungnya, di Malaysia telah ada lembaga pelatihan untuk mengembangkan auditor yang kompeten seperti Institute of Banking and Finance Institution (IBFIM), International Centre for Education Islamic Finance (INCEIF) Centre for Research and Training (CERT) dan REDmoney.

IBFIM contohnya, telah mengembangkan sertifikasi kualifikasi di lembaga keuangan syariah atau disebut dengan Certified Qualification in Islamic Finance (CQIF) yang terdiri dari tiga level, yaitu level inti, menengah dan level lanjutan (Nor Aishah Mohd Ali, Zakiah Muhammadun Mohamed, Shahida Shahimi, & Zurina Shafii, 2015).

Demikian pula di Indonesia hanya terdapat enam perguruan tinggi yang menyediakan program studi akuntansi  syariah, tiga dari perguruan tinggi swasta yaitu STEI SEBI, STEI TAZKIA, dan STEI Bina Cipta Madani, serta tiga dari perguruan tinggi negeri yaitu IAIN Surakarta, UIN Sunan Kalijaga dan UIN Walisongo Semarang.

Dan lembaga pelatihan seperti IAI Knowledge Centre yang menyediakan pelatihan akuntansi syariah juga tergolong masih jarang.

Beberapa peneliti asal Malaysia mengusulkan model KSOC (Knowledge, Skill, and Other Characteristic) sebagai dasar bentuk baru kompetensi auditor syariah yang bisa menguatkan fungsi efektif dan memenuhi kebutuhan institusi syariah.

Standar Kompetensi Auditor Syariah

Knowledge (Pengetahuan) yang diperoleh untuk auditor syariah di Malaysia dapat dikategorikan menjadi dua jenis yaitu jenis pengetahuan umum dan khusus.

Adapun pengetahuan umum yaitu yang diperoleh melalui pendidikan di universitas dan Pengetahuan yang khusus didapatkan dari lembaga yang menyediakan pelatihan.

Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan yang seimbang antara pengetahuan dalam bidangnya serta pengetahuan agama.

Seorang auditor dapat dikatakan telah memiliki knowledge yang baik hanya ketika telah memiliki keduanya dengan seimbang.

Adapun 5 bidang umum utama dari pengetahuan yang berkaitan dengan kompetensi untuk melakukan pekerjaan audit dari hasil penelitian di seluruh dunia oleh Institute of Internal Auditor Research Foundation (IIARF) yang dituangkan dalam Common Body of Knowledge (CBOK) yaitu etika, kesadaran fraud, standar audit internal, dan pengetahuan tekhnik dari industri terkait.

Skill untuk Bank Syariah yang Berkemajuan

Skill (Keterampilan) yang dimiliki auditor syariah mengacu pada kemampuan individu untuk menerapkan pengetahuan- bagaimana untuk mengerjakan tugasnya dan memecahkan masalah yang ada.

Adapun skill yang penting untuk auditor syariah sebagai audit internal dalam islamic banking, yaitu mampu menerapkan pengetahuan syariah dalam bentuk pengetahuan tentang produk, transaksi, dan aktifitas Islamic Banking sehingga mampu mendeteksi setiap ketidakpatuhan syariah dalam pelaksanaannya.

Skill ini juga diklasifikasikan menjadi dua (2) kategori oleh IIARF yaitu keterampilan teknis dan perilaku masing-masing.

Lima (5) keterampilan teknis utama yang diidentifikasi yaitu 1. Memahami bisnis, 2. Menganalisis risiko dan teknik penilaian kontrol, 3. Mengidentifikasi jenis pengendalian internal, 4. Memahami risiko dan alat kontrol yang tepat 5. Memahami teknik lain terkait proses bisnis.

Di sisi lain, lima (5) keterampilan perilaku utama yang diidentifikasi oleh IIARF adalah 1. Kerahasiaan, 2. Objektivitas, 3. Komunikasi, 4. Judgement/ penilaian dari suatu kasus yang telah diobservasi 5. dan etika sensitivitas.

Other Characteristic (Karakteristik lain) – mengacu pada sifat seseorang dan tentu saja berbeda antar individu. Sifat dapat dilihat dari tes psikologi yang idealnya dilakukan saat awal pemilihan kandidat auditor syariah. Hasil dari tes psikologi dianggap penting karena membantu memilih kandidat terbaik pada tahap awal penyeleksian calon auditor syariah.

Integrasi dari ketiga unsur ini merupakan framework ideal yang dapat dipertimbangkan untuk diadopsi ke dalam kurikulum lembaga pendidikan untuk gelar sarjana.

Harapannya, hal tersebut digunakan sebagai sarana mempersiapkan lulusan-lulusannya menjadi auditor syariah di masa depan dan dijadikan modul untuk acuan lembaga-lembaga yang mengadakan pelatihan auditor syariah.

Ketika standar kompetensi auditor syariah telah terbentuk, pasar akan memiliki pemahaman yang jelas tentang auditor syariah yang kompeten sehingga profesi auditor syariah dapat tinggi (nilainya) di pasar.

Tinggalkan komentar