Lebih Dekat dengan Sosok Tokoh Dunia di Bidang Manajemen; Biografi Rhenald Kasali

Belum lama belakangan ini kita dihebohkan dengan tulisan viral di sosial media tentang Sharing Economy. Nama Rhenald Kasali tersebar sebagai penulis artikel tersebut dan hasilnya menuai pro dan kontroversial.

biografi rhenal kasali
noor-magazine.com

Beliau memang terkenal sebagai akademisi yang cukup aktif dalam menulis. Sudah puluhan buku dan karya ilmiah dihasilkannya dan masuk dalam kategori best seller.

Biografi Rhenald Kasali

Pria kelahiran Jakarta ini merupakan guru besar bidang manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Bidang iklan dan pemasaran menjadi dua keahliannya dalam bisnis.

Tidak hanya mengajar di Universitas Indonesia, ia juga menjadi dosen terbang untuk Program Magister Manajemen Universitas Sam Ratulangi, Universitas Tanjung Pura, Universitas Udayana, dan Universitas Lampung

Pemikirannya Menuai Pro dan Kontra

Gagasan pemikirannya tentang aplikasi online sempat heboh di dunia maya. Situasi maraknya permintaan aplikasi online sempat menimbulkan kericuhan. Model bisnis online dan offline diperdebatkan karena dianggap merugikan satu pihak.

Dari sinilah, Rhenald Kasali menuliskan gagasannya dengan judul Demo Sopir Taksi dan Fenomena Sharing Economy. Istilah ini seringkali disalah artikan. Mereka mengartikan sebagai kegiatan berbagi melalui cerita, pengalaman, sosial yang sama sekali tidak memberdayakan masyarakat. Ini definisi yang berbeda dari yang dimaksud.

Sebagai contoh aplikasi transportasi online yang bekerja dengan berbagi peran dan berbagi hasilnya. Mereka tidak menggaji sopir. Sebaliknya, mereka menjalin kerjasama dengan individu yang bisa menyetir dan butuh pekerjaan.

Mereka juga memutar otak dengan tidak membeli tanah untuk membangun pangkalan. Individu dan perusahaan rental mobil diajak bekerja sama untuk menghindari urus plat kuning yang mahal. Sistem inilah yang membuat harga yang diberikan konsumen menjadi murah.

Tulisan ini mendapat banyak pujian sekaligus kritik. Dedy Permadi dalam tulisan Kompasiana mengatakan kurang sepakat penggunaan istilah sharing economy. Ia merasa lebih nyaman penggunaan istilah digital collaborative consumption (DCC).

Singkatnya, DCC mewakili fenomena riil di lapangan bahwa fenomena ini lebih sebagai proses konsumsi barang atau jasa yang sifatnya kolaboratif dan digital. Dengan kata lain, ada kolaborasi antara penjual, fasilitator digital, dan pembeli.

Meskipun mendapati banyak kritikan, tujuan dari model bisnis baru ini untuk bertujuan positif. Sebuah sikap partisipasi dalam kegiatan ekonomi yang menciptakan value, kemandirian, dan kesejahteraan ialah definisi yang tepat untuk konsep sharing economy.

Jatuh Bangun Sedari Dini

Meskipun namanya kini tersohor di berbagai media, Rhenald Kasali mencapai karirnya hingga kini dengan jatuh bangun. Kehidupan pahit pernah dijalaninya sejak dini bersama keluarga. Rhenald tumbuh tidak seperti anak-anak keluarga kaya, ia lahir dalam keluarga yang miskin.

Ayahnya yang bekerja di pelayaran harus mengalami PHK dan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga. Himpitan ekonomi yang memburuk sempat membuat keluarganya merasakan makan nasi dan garam, bahkan pernah tidak makan.

Dalam biografi Rhenald Kasali juga menceritakan pengalaman duka beliau ketika menginjak kelas 5 SD. Ia tidak dapat naik kelas karena tidak bisa menjawab lawan kata dalam mata pelajaran bahasa Indonesia.

Pada saat pertanyaan lawan kata dari, “Apakah kamu cinta?” ia menuliskan jawaban “Aku tidak cinta”. Bertolak belakang dengan jawaban tersebut, guru dan teman-temannya menegaskan jawaban, “Aku benci kamu”.

Perbedaan jawaban ini membuat penulis aktif ini sempat tidak diluluskan dalam kenaikan kelas. Ia sangat terpukul karena merasa seperti dicap bodoh. Tapi dirinya tidak berlarut dalam kesedihan, ia berinteropeksi diri dan semakin giat belajar.

Sekolah sampai ke Negara Paman Sam

Situasi duka yang pernah dialaminya berbuah sukses mengantarkan Rhenald hingga sekolah di Amerika. Setelah lulus dari SMA, ia diterima di Fakultas Ekonomi dan tetap berjuang membiayai kehidupannya sehari-hari.

Untuk menyiasati pengeluaran, ia menjadi guru les privat SD untuk mengajarkan matematika. Tidak hanya itu, Rhenald juga meminjam buku dari kakak kelasnya agar tidak mengeluarkan biaya lagi. Saat kuliah, beliau hanya memiliki IP sebesar 2,49 dan pernah mendapatkan bantuan beasiswa pada saat tingkat dua.

Setelah lulus kuliah pada tahun 1985, ia pernah bekerja sebagai reporter di Kompas Gramedia. Di tempat yang sama, ia juga bekerja sebagai staf pemasaran dan mendalami ilmunya di sana. Rejeki berkata lain, seniornya menawari kesempatan untuk mengajar di kampus.

Dari pekerjaan dosen inilah mendorong keinginan beliau untuk melanjutkan studinya. Rhenald mengamati juniornya yang kembali dari luar negeri dan memiliki gelar yang lebih baik. Ia mendaftar banyak beasiswa, namun ia menerima bantuan dalam bentuk internship, bukan biaya sekolah.

Semangat untuk terus melanjutkan sekolah tidak pernah pupus. Ia menemui penyeleksi calon penerima beasiswa dan mengatakan jujur untuk meminta tolong diberikan tanda terima. Kegagalan yang pernah dialaminya membentuk mental yang kuat dan tidak patah semangat.

Hasil tidak pernah mengkhianati proses. Perjuangan Rhenald Kasali terbayarkan. Akhirnya ia mendapatkan sponsor dan mengantarkannya hingga mengenyam pendidikan magister dan doktoral di Negara Paman Sam.

Mengawali Rumah Perubahan

Berawal dari perenungannya selama menjalani karir sebagai dosen ekonomi di Universitas Indonesia. Rhenald Kasali merasakan kegelisahan dan membuat tidurnya tidak tenang. Ia tengah dibebani banyak pikiran karena merasa belum bisa menjadi dosen yang benar.

Menurutnya, dosen yang benar itu berbeda dengan guru biasa karena ia harus melakukan tiga hal, yakni pendidikan, penelitian, dan publikasi, serta pengabdian masyarakat. Sebagian besar dosen hanya pintar mengajar dan menguji mahasiswanya, bahkan ada yang sengaja mempersulit kelulusan mahasiswa.

Rhenald Kasali juga merasakan kontribusinya kurang karena baru terbatas melahirkan buku dan karya ilmiah. Tidak hanya ingin pintar berteori, dosen kelahiran tahun 1960 ini mereklamasi tanah bekas rawa seluas 4 hektar di Jatimurni Bekasi. Sebuah kantor lahir dengan nama Rumah Perubahan.

Bersama dengan istrinya ia meluncurkan berbagai program seperti mendirikan taman baca dan pendidikan anak usia dini. Tidak hanya berfokus pada pendidikan, beliau turut mengembangkan pangan lokal, menyediakan pelatihan untuk perusahaan.

Rhenald Kasali juga giat mengajarkan cara memelihara hewan ternak sapi yang dapat dimanfaatkan biogasnya. Beragam tanaman sayur diberikan pada warga untuk diolah kembali, hingga proses pengelolaan sampah juga diajarkan beliau.

Dari keseluruhan program yang diluncurkan, dirinya fokus pada satu tujuan yaitu perubahan untuk tata nilai, perilaku, dan mindset (Change Leadership. 2015).

Kedekatan dengan Anak Muda

“Untuk apa mengejar posisi CEO di umur 29 tahun?” sebuah pertanyaan andalannya ketika gencar mengisi pelatihan untuk anak-anak muda.

Perubahan tidak hanya diterapkan untuk segmen orang-orang dewasa saja yang tengah memimpin perusahaan. Sebaliknya, perubahan lebih mudah dibentuk untuk segmen anak muda. Angka 17-25 merujuk pada seseorang dengan usia muda yang masih dalam proses pencarian jati diri.

Gagal bukan hal yang salah dan justru pada usia muda ialah waktu untuk banyak mencari gagal. Dalam buku Change! Ia juga menuliskan, “tak peduli berapa jauh jalan salah yang Anda jalani, putar arah sekarang juga,”

Kepeduliannya kepada anak muda, mendorong alumni Universitas Illinois ini meluncurkan program RK Mentee, singkatan dari Rhenald Kasali Mentee. Sebanyak 40 anak muda dikumpulkan untuk mendapat pelatihan kewirausahaan, manajemen perubahan, dan soft skills.

Tidak hanya pelatihan di indoor, anak-anak muda diberikan kesempatan bertemu tatap muka dengan pimpinan seperti Ahok, Dahlan Iskan, dan RJ Lino. Mereka juga mengunjungi banyak perusahaan yang diciptakan melalui budaya korporasi yang baik.

Semoga ulasan biografi Rhenald Kasali diatas memicu pembaca untuk terus berkarya dengan cara tidak instan. Seperti yang dikatakan beliau bahwa hasil tidak pernah mengkhianati proses.

Tinggalkan komentar