Belajar Menulis Lead Artikel Opini

Belajar Menulis Lead
Makerstore.cc

Penulis sempat berpikir, memang jangan banyak alasan, jika bisa, hiduplah tanpa alasan! Buat apa memikirkan alasan jika hanya mempersulit dan menghambat masa depan? Jadikan alasan sebagai koreksi diri, bukan untuk diluapkan ke sanak saudara agar mereka juga merasa simpati pada Anda. Lebih baik berlatih “menghisab” diri sendiri (sebelum dihisab beneran) dan curahkan segalanya kepada-Nya. Sebelum melangkah untuk memulai menulis lead, Penulis ingin berbagi nikmatnya berusaha menemukan cinta dari Yang Maha Menciptakan Cinta. Soal mencurahkan perasaan ataupun curhat biasanya memang kita terlalu berharap kepada manusia, sanak-saudara kita untuk dapat membantu menyelesaikan masalah.

Itu tak masalah alias no problem. Masalahnya, hari ini yang kita ketahui masih sering meminta bantuan manusia namun lupa minta bantuan Yang Maha Perkasa segala-galanya. Hal inilah yang menjadi PR kita, bahwa Tuhan memang ada dan dekat dengan kita.

Dalam Alquran dijelaskan “(Dan) apabila hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku.” (Q.S. Al Baqarah: 186).

Oleh karena itu, meminta pertolongan kepada Allah seharusnya dilakukan terlebih dahulu, baru disusul ikhtiar kepada manusia. Allah senang jika hamba-hamba-Nya mengharapkan pertolongan-Nya seperti hadis yang mengatakan,

Mintalah kepada Allah akan kemurahan-Nya karena sesungguhnya Allah senang apabila dimintai (sesuatu).” (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Mas’ud).

Karena bagaimanapun juga, janganlah terlalu berharap kepada manusia, karena manusia sering kali lebih suka untuk dipahami daripada memahami. Lagi pula, setiap manusia juga tidak semua mengerti akan perasaan?

Hal di atas bukan berarti untuk hidup sendiri dan tak acuh tuk meminta pertolongan terhadap saudara kita, namun lebih pada siapa yang seharusnya diprioritaskan dalam hidup. Jika yang menjadi pembela adalah Allah, tentu pembawaan yang tenang akan didapat dan tidak terlalu silau oleh gemerlap.

Pasti fine-fine aja, tetap tenang meski sedang dilanda guncangan kesusahan ataupun diberi segunung emas pujian. Oleh karena itu, hendaknya kita melakukan salat Tahajud, karena di situlah kita dapat meluapkan segala masalah kita kepada Allah.

Di saat itulah Allah akan turun langsung dan pada momenmomen itulah insya Allah inspirasi akan selalu muncul, perasaan menjadi peka, pikiran menjadi tajam dan jernih. Penasaran? Coba aja, jangan lupa sebelum tidur berdoa dan mohonlah agar dibangunkan di sepertiga malam. Jadikan arti hidup lebih dari yang “itu-itu” Bung!

Untuk mengawali sebuah tulisan artikel, usahakan menulis lead memang benar-benar menarik dan menggugah sehingga rasa penasaran untuk mengikuti kalimat-kalimat selanjutnya mampu menyihir pembaca sampai akhir. Oleh karena itu, menulis lead jangan sampai diremehkan.

Dalam menulis Lead harus benar-benar benar, maksud Penulis harus benar baik dari sisi kepenulisan, segi pengaturan rata kiri, rata kanan, dan kalimat-kalimat baku. Jika hal ini tidak serius mengerjakannya sudah tentu redaktur akan banyak pertimbangan untuk menerbitkannya.

Menulis Lead Tulisan
theleadweightcompany.co.uk

Bagi redaktur, adalah kewenangan tertinggi memperlakukan teks kita, tentu tak mau ambil pusing dalam menyeleksi. Selain per harinya kurang lebih ada seratusan artikel yang masuk, redaktur terkadang juga masih mengerjakan tugas yang lain.

Oleh karena kebiasaan itulah redaktur terkadang hanya melihat judul atau hanya lead-nya saja. Jika yang awal memberikan kesan yang baik, insya Allah akan dimuat. Maka jagalah kesan baik itu selamanya.

Mengutip bukunya Widyamartaya Seni Menuangkan Gagasan, bahwa ciri lead pembuka ataupun pengatar dapat berhasil apabila lead mampu mengetuk hati, memperoleh simpati, menggugat minat dan gairah orang orang lain untuk mengetahui lebih banyak. Adapun secara ringkas, paragraf pertama atau sebagai lead pengantar berfungsi:

  • Memberikan pokok persoalan ataupun masalah;
  • Menarik minat pembaca dengan memberitahukan latar belakang, pentingya pokok soal, atau terpecahkannya masalah; dan
  • Menyatakan ide sentral karangan, yaitu pendirian penulis. Pendirian ini dapat dinyatakan sepenuhnya, atau hanya sebagai persiapan ke arah pernyataan pendirian selengkapnya pada akhir karangan.

Paragraf pertama ataupun yang sering disebut paragraf topik merupakan paragraf yang bertugas sebagai payung agung bagi semua paragraf.

Paragraf inilah yang akan menentukan arah dan tatanan sebuah artikel. Paragraf pembuka artikel ini sangat berpengaruh pada minat pembaca. Lebih jelasnya mari kita rinci dan bahas satu-per satu tentang menulis Lead:

 

1. Lead Model Sebetik Berita Hangat

Menulis Lead dengan Berita
newstoss.com

Tipe lead seperti ini sering digunakan mengingat sifat opini kebanyakan mengandung unsur kebaruan isu. Selain isu berita yang disampaikan merupakan berita terbaru, lead ini juga mempunyai magnet penyedot bagi siapa saja yang tertarik dan sangat minat terhadap permasalahan krusial yang sedang berlangsung.

Contoh yang akan Penulis kemukakan ini adalah contoh dari tulisan Saratri Wilonoyudho seorang Ketua Koalisi Kependudukan Jawa Tengah bertajuk “Urbanisasi Indonesia”:

Dua hari berturut-turut (15 dan 16 April) Kompas menyajikan dua tema menarik tentang pertumbuhan kota di Jawa yang mengarah kepada megapolitan, seperti Jabodetabekjur, Bandung Raya, Kedung Sepur, dan Gerbang Kertasusila. Megapolitan yang membentang dari arah barat sampai timur diperkirakan akan “menyatu” sehingga Jawa akan menjadi pulau kota. Kecenderungan serupa juga terjadi di seputar Kota Medan, Palembang, Makassar, dan sebagainya.

Penulis berharap lead seperti di atas membuat rasa penasaran mengapa lead yang digunakan merupakan berita yang ditayangkan di Kompas dua hari berturut-turut, dan diharapkan pembaca dapat melanjutkannya sampai paragraf-paragraf selanjutnya.

 

2. Lead Hari Bersejarah, Secuil Sejarah atau Riwayat Hidup Seseorang

Menulis Lead dengan Sejarah
probe.org

Ingatlah petuah Presiden 1 RI, “Jas merah” alias jangan sekali-kali melupakan sejarah. Agar kita tak terlupa sejarah, mari kita ingat petuah kebenaran sahabat Nabi Ali bin Abi Thalib, “Ikatlah ilmumu dengan tulisan.”

Orang yang gemar membaca dan menuliskannya dalam bentuk catatan harian maupun gagasan akan lebih teringat orang yang menuliskannya daripada yang sama sekali tidak menggoreskan tintanya. Mari Penulis ajak untuk menggunakan lead terkait secuil sejarah Palang Merah Indonesia (PMI).

“Bulan ini, tepatnya 17 September, kita memperingati Hari Palang Merah Indonesia (PMI) ke-69. PMI berperan membantu pemerintah dalam bidang kemanusiaan terutama dalam hal kepalangmerahan. PMI memegang teguh tujuh prinsip dasar gerakan PMI, yaitu kemanusiaan, kesamaan, kesukarelaan, kemandirian, kesatuan, kenetralan, dan kesemestaan.

PMI tidak berbentuk begitu saja, tetapi melalui perjuangan cukup berat sejak zaman penjajahan Belanda 1873 melalui organisasi Netherlandsche Rode Kruis Afdeeling Indie (NERKAI), kemudian dibubarkan pada penjajahan Jepang dan akhirnya berhasil didirikan sebulan setelah Indonesia merdeka atas perintah Presiden Soekarno kepada Menteri Kesehatan saat itu. PMI berdiri berdasarkan Keppres No. 25 Tahun 1950 dan ditetapkan sebagai satu-satunya organisasi perhimpunan nasional yang menjalankan tugas kepalangmerahan melalui Keppres No. 246 Tahun 1986.”

Lead di atas terbentuk dari dua paragraf yang sekaligus Penulis ambil untuk memberikan contoh dengan cara menulis lead yang berawal dari pemaparan hari bersejarah kemudian secuil sejarah singkat terkait apa yang akan dituliskan.

Anda juga dapat menulis lead yang lain seperti yang Penulis petik dari artikel Dokter Titik Kuntar MPH di atas, misal jika bertepatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, kita pun bisa membuat lead yang lebih menarik dan menggugah lalu menceritakan sekilas perjalanan sejarahnya. Penulis yakin kita bisa lakukan itu!

 

3. Lead Cerita Pengalaman Pribadi

Menulis Lead dengan Pengalaman
bryankramer.com

Setiap orang pasti mempunyai pengalaman, entah itu menarik ataupun tidak yang jelas suatu saat akan ada manfaatnya bagi orang lain, terlebih bagi diri sendiri. Daripada pengalaman kita menumpuk lalu hilang, lebih baik jadikan pengalaman sebagai lead pengantar paragraf artikel kita. Berikut ini contohnya:

“Suara Politik Lansia jangan disalahartikan sebagai lansia yang memaksa jadi elite politik. Juga bukan lansia sebagai obyek politik. Sebaliknya, suara politik lansia seharusnya dipandang sebagai dukungan dari para lansia dan menjadikan lansia seagai aset bangsa demi masyarakat yang sejahtera. Namun, bagaimana supaya penduduk lansia bisa menyumbangkan suaranya dengan baik? Tentunya mereka harus mempunyai kualitas yang baik. Jika tidak, suara politik mereka akan hilang percuma. Pengalaman pemilu legislatif lalu, beberapa kasus penduduk lansia mengalami kesalahan pengisian formulir atau karena ketidaktahuan mereka sehingga mereka mengisi asal saja.”

Tulisan opini bertajuk “Suara Politik Lansia” (Kompas, 10/05/2014) yang dibawakan Lilis Heri Mis Cicih seorang peneliti di Lembaga Demografi FEUI; Kandidat Doktor Fakultas Kesehatan asyarakat Universitas Indonesia tersebut sangat unik.

Pasalnya, artikel opini tersebut sengaja ia ambil dari ide disertasinya yang berjudul Ketahanan Penduduk Lansia dalam Perspektif Penuaan Sehat, Aktif dan Produktif dalam Mewujudkan Ketahanan Nasional Bangsa. Tulisan tersebut tersirat merupakan pengalaman Lilis dalam meneliti lansia berkaitan persepsi yang selama ini disalahartikan.

Oleh sebab itu, Lilis sengaja menjadikan lead yang menarik untuk mengajak dan mengubah persepsi tentang peran keberadaan lansia. Selain itu, Lilis juga mengajak bersama terkait pentingnya memilih calon presiden yang memerhatikan nasib lansia dan mau mengadakan program kelanjutusiaan.

Terbukti, dari data yang dihimpun terbilang 53,4 persen masih produktif dan 80 tahun ke atas sebanyak 19,7 persen masih produktif bekerja.

 

4. Lead dengan Kutipan Orang Lain Langsung maupun Tidak Langsung

Menulis Lead dengan Kutipan
mra.ilovemelville.co.za

Menulis Lead semacam ini juga sering digunakan oleh penulis opini, yakni dengan menggunakan kutipan perkataan orang lain baik secara langsung atau secara tidak langsung mengutip peribahasa, puisi, prosa, pantun, kata mutiara, atau yang lainnya.

Menulis Lead seperti ini selain populer, juga merupakan pendapat para tokoh yang sudah teruji kapabilitasnya. Tak mungkin jika hanya orang biasa, dalam artian orang yang disebut itu merupakan orang yang telah mengeluarkan karya-karya besar sesuai keilmuannya.

Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah orang yang kita kutip perkataannya memang benar-benar orang yang kompeten.

Pada contoh ini, penulis akan memberikan tulisan opini bertajuk “Pertumbuhan Dua Digit” yang ditulis Slamet Sutomo, Direktur Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Regional.

Lead tulisan yang terbit di Kompas 22 April 2014 tersebut mengutip pendapat Presiden Boston Institute for Developing Economies, Profesor Gustav F. Papanek terkait masa depan ekonomi Indonesia. Perhatikan lead-nya berikut ini:

“Beberapa waktu yang lalu, Presiden Boston Institute for Developing Economies Profesor Gustav F Papanek menyatakan bahwa ekonomi Indonesia berpeluang tumbuh lebih baik, yaitu sekitar 10 persen, pada tahun-tahun mendatang dengan menekankan pada basis industri pengolahan padat karya.”

Contoh berikutnya dari tulisan Ikrar Nusa Bakti, seorang profesor riset di Pusat Penelitian LIPI bertajuk “Kampanye yang Mencerdaskan”.

Ikrar ingin menyampaikan pentingnya kampanye yang bermartabat. Ia memulai menulis lead-nya dengan puisi seorang aktivis 98, Wiji Thukul, berikut adalah puisinya yang dijadikan lead pembuka opini:

“Jika rakyat pergi. Ketika penguasa berpidato. Kita harus hati-hati. Barangkali mereka putus asa/kalau rakyat sembunyi. Dan berbisik-bisik. Ketika berbicara membicarakan masalahnya sendiri. Penguasa harus waspada dan belajar mendengar/dan bila rakyat tidak berani mengeluh. Itu sudah gawat. Dan bila omongan penguasa. Tidak boleh dibantah. Kebenaran pasti terancam/atau apabila usul ditolak tanpa ditimbang. Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan. Dituduh subversi dan mengganggu keamanan. Maka hanya satu kata: LAWAN! (Solo: 1986).

Selain hal di atas, juga bisa melihat tulisan Ahmad Sahide, calon kandidat Doktor Sekolah Pascasarjana UGM. Tulisan bertajuk “Megawati dan Jokowi-JK” yang terbit 11 Agustus 2014 tersebut mengawali lead-nya dengan ungkapan dari Milan Kundera: “Politik adalah seni untuk mengabadikan diri.” Kemudian disusul dengan ulasan pemberitahuan mengenai hasil pemilu yang ditetapkan oleh KPU.

Artikel di atas mengangkat isu publik yang semakin menjamur terkait diragukannya Jokowi sebagai presiden. Hal ini dikarenakan Jokowi bukan merupakan pemimpin puncak partai namun hanya kader terbaik. Kesimpulannya, tulisan Ahmad Sahide tersebut menjelaskan agar jangan ragu terhadap kepemimpinan presiden terpilih.

Hal ini merupakan warna baru dalam perpolitikan Indonesia yakni bisa calon presiden bukan dari pemimpin puncak namun dari kader terbaik. Bukti legowo seorang pemimpin puncak partai sebagai penjaga ideologi sedangkan Jokowi dan JK selaku presiden dan wakil presiden bertugas menjalankan ideologi.

Satu lagi contoh yang menarik dari lead artikel Indra Trenggono bertajuk “Menunggu Ksatria Konstitusi” (Kompas, 21 April 2014);

“Rendra pernah bilang, rakyat tidak membutuhkan ratu adil, tetapi hukum yang adil. Pernyataan ini menghardik cara berpikir mesianistik yang lebih dekat dengan mitologi dan “klenik”, dua fakta mental yang tetap hidup dalam kebudayaan bangsa kita.”

Mudah, kan? Tentu masih banyak contoh yang lain. kita bisa menemukannya sendiri di berbagai tulisan opini-opini yang terbit di berbagai media massa.

 

5. Lead Latar Belakang, Suasana, atau Watak

Belajar Menulis Lead Latar Belakang
thechefandwife.com

Pernah kesal? Atau ingin marah namun tak tahu kepada siapa meluapkannya? Lewat lead saja, dan luapkan kekesalan atau bahkan sindiran kita terhadap suatu fenomena yang tidak kita kehendaki. Jika naluri kita bersih, tentu kita akan ngomel-ngomel sendiri atau meluapkannya di jejaring media sosial FB, Twitter, atau blog.

Berikut contoh dengan judul “Uang dan Sunyinya Suara Agama” (Kompas, 10/05/2014) yang disampaikan Paulinus Yan Olla MSF;

“PEMILU legislatif baru saja berlalu. Euforia pesta demokrasi berubah menjadi kabung nasional para caleg gagal. Janji-janji pemilu dan rezeki musiman yang ditaburkan para caleg dan dinikmati sebagian besar pemilik suara berubah menjadi petaka. Yang dihasilkan hanya caleg stres dan kepentingan umum yang terancam terabaikan oleh bayang-bayang politik uang.”

Seorang rohaniawan Dosen Sekolah Tinggi Widya Sasana Malang tersebut ingin menampilkan perubahan suasana yang mendadak pekat. Bagi yang lolos tentu merupakan sebuah kebahagiaan, karena usaha yang disangkanya atas hasil kerja keras bukan politik uang.

Begitu sebaliknya, yang tidak lolos tentu akan menjadi hari berkabung nasional karena segala pengorbanan berupa uang, harta, pertemanan, semua sudah dipertaruhkan.

Ketika suara agama sudah tidak laku dalam kancah perpolitikan, akibat digunakan rias pemolesan diri. Uang selalu hadir mengalahkan segala-galanya. Di tengah himpitan ekonomi, hal yang seharusnya dianggap bencana demokrasi malah berbalik sebagai berkah.Wah-wah.

 

6. Lead dengan Ringkasan Isi Karangan

Menulis Lead dengan isi
wisegeek.com

Menurut Anda, siapakah pembunuh yang paling membahayakan negara? Ternyata bukan teroris! Kalau boleh jujur, di Indonesia sendiri pemberitaan teroris terkesan sangat sadis seperti langit dan bumi semua membenci. Bukan bermaksud membela teroris, namun ada satu pembunuh lagi yang lebih berbahaya. Ia adalah koruptor.

Coba kita timang-timang, teroris mana pun, ia masih mempunyai rasa kebangsaan. Teroris beralasan bahwa apa yang dilakukannya demi mencintai negara Indonesia. Namun karena perbedaan ideologi, ia nekat mengorbankan dirinya demi keyakinan kebenaran ideologinya.

Sedangkan kelas koruptor kakap maupun teri sama sekali tidak memiliki rasa kebangsaan. Jubah kekuasaan hanyalah bermain pencitraan agar terkesan rakyat ada pembelaan. Ia menggerogoti sendi-sendi bangsa yang kasat mata menjadi rapuh bahkan jika terus-menerus akan punah.

Koruptor lebih berbahaya. Dengan korupsinya, berapa nyawa yang tak tertolong akibat pembangunan jembatan, perbaikan jalan yang rusak, perbaikan angkutan umum yang tak layak pakai yang tak kunjung diperbaiki akibat dikorupsi. Korupsi seperti kanker, terasa sakitnya jika sudah fatal puluhan tahun kemudian.

Jakob Sumarjo mencoba menguraikannya lewat artikel opininya “Koruptor Membunuh Negara” (Kompas, 09/05/2014). Dengan menulis lead yang menukik masalah, beliau sengaja memberikan ringkasan isi artikel, lihat dan perhatikan:

“Kedudukan koruptor tidak berbeda dengan pemberontak negara, teroris, anarkis yang akhirnya meniadakan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika setiap teroris dan pemberontak dapat dikenai hukuman mati, belum ada koruptor yang dihukum mati.”

7. Lead Contoh Konkret Berkenaan dengan Pokok Pembicaraan

Belajar Menulis Lead lagi
alcohollicence.org

Menurut beberapa teman Penulis, memahami suatu teori, gagasan, ataupun ide lebih mudah dengan sampel contoh konkretnya terlebih dahulu. Seperti contoh tulisan M. Subhan S.D. yang mengangkat tulisan “Penunggang Demokrasi” (Kompas/10/5/2014).

Wartawan senior Kompas tersebut ingin menunjukkan bukti atau contoh konkret bahwa demokrasi bukanlah alat yang digunakan sebagai pertemanan abadi. Demokrasi menjadi alat untuk saling menjatuhkan tak hanya di lingkup antarpartai, namun dalam intern pun semua bisa dihalalkan.

Demokrasi ibarat wadah kosong, siapa yang mengisinya dia yang akan menang. Baik ataupun buruk tergantung siapa yang menjalankannya. Penunggang demokrasi sendiri berkisah betapa demokrasi mampu dibeli dengan uang. Popularitas maupun figur tak akan menjamin seseorang untuk bisa langgeng di kursi DPR seperti Nurul Arifin dan Eva Kusuma Sundari.

Demokrasi bisa ditunggangi dengan uang, tak perlu kapabilitas ataupun elektabilitas, yang jelas satu amplop sudah cukup untuk bisa memengaruhi bahwa dia sangat tepat untuk dipilih karena “kedermawanannya.”

Berikut contoh lead-nya:

“Pendamba demokrasi percaya popularitas dan figur akan linear dengan elektabilitas. Maka, politisi seperti Nurul Arifin (Partai Golkar) atau Eva Kusuma Sundari (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) bakal tak sulit mempertahankan kursinya di DPR. Nurul adalah mantan aktris top, penggerak kaum perempuan dan punya rekam jejak cukup bagus selama berkiprah di DPR 2009-2014. Eva juga dikenal piawai berpolitik. Namun, argum en rasional itu tiba-tiba irasional. Keduanya tampaknya terpental dari Senayan. Sebaliknya banyak yang bermasalah yang terpilih.”

8. Lead dengan Pernyataan yang Tegas

Belajar Menulis Lead dengan Pernyataan
niemanlab.org

Masih ingat kasus kekerasan seksual di Jakarta International School? Kasus tersebut sangat heboh di tengah maraknya kebobrokan dunia pendidikan yang semakin menggila. Hal tersebut tak terlepas dari sekolah yang bersangkutan merupakan sekolah yang mendeklarasikan diri sebagai sekolah bertaraf internasional.

Jelas, tidak hanya soal ekonominya saja yang tinggi, namun juga mutu dan kualitas menuntut untuk lebih tinggi dari sekolah-sekolah biasa.

Pada kasus tersebut Penulisngnya sejumlah aktivis LSM ataupun komunitas-komunitas yang hadir bukan malah memprioritaskan untuk menyejahterakan anak-anak yang menjadi korban. Mereka lalai dan akhirnya “sok jadi pahlawan” terlalu menyudutkan sekolah bahkan bergeser pada persoalan penting tidaknya soal taraf standar yang digunakan.

Pola pikir yang keliru, semestinya lebih fokus pada pencarian pelaku utama ataupun jaringan-jaringannya. Bukan masalah sekolah ataupun malah terlalu sibuk menghadapi wartawan dengan berbagai sudut pandang yang menyudutkan sekolah. Hal ini akan berdampak pada suramnya masa depan anak korban itu sendiri.

Itulah yang ingin diangkat Irwanto selaku Guru Besar Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Jakarta. Tulisan tersebut ia beri judul “Penangan Kasus JIS” yang terbit di Kompas 9/05/2014. Di bawah ini adalah paragraf pembuka yang sekaligus menggunakan tipe lead yang menekankan suatu pernyataan yang tegas:

“Kasus kekerasan seksual yang menimpa seorang siswa prasekolah Jakarta International School telah membangkitkan kemarahan publik. Kekerasan seksual terhadap anak atau siapa pun adalah bentuk kekerasan yang tidak dapat ditoleransi.”

9. Lead Definisi suatu Istilah

Belajar Menulis Lead dengan Definisi
tandemic.com

Di dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat kolom opini, Dwi Arianta Kurniawan S.T. MSc. menulis artikel bertajuk “Kemacetan dan Masa Depan Kota” (17/09/2014).

Seorang peminat masalah perkotaan yang bekerja di pusat studi transportasi dan logistik (Pustral) UGM tersebut menyampaikan pendapat pribadinya terkait pengamatan macetnya sejumlah ruas jalan seperti Jalan Nyi Condrolukito (AM Sangaji), Jalan Affandi (Gejayan), serta Jalan Kaliurang terutama di Persimpangan dengan Jalan Lingkar Utara.

Berkaitan dengan pokok permasalahannya soal transportasi, Dwi menulis lead berupa definisi yang umum dari para ahli, berikut coba perhatikan:

“Transportasi didefinisikan oleh para ahli sebagai kebutuhan turunan dari berbagai kegiatan ekonomi maupun sosial (lihat misalnya Morlock, 1985). Disadari, tipe kegiatan sosial ekonomi yang berbeda akan memiliki dampak kegiatan transportasi yang berbeda pula.”

10. Lead Pertanyaan yang Tajam dan Menyentak

Belajar Menulis Lead dengan Awal Pertanyaan
en.hdyo.org

Sebagai contoh awal dalam menulis lead ini, Penulis pernah menulis opini di media online Edupost bertajuk “Kurikulum dan Darurat Kepahlawan Guru”. Sebagai pembuka paragraf, Penulis sajikan kisah sejarah yang bermuatan pertanyaan tajam.

Masih segar di ingatan kita sosok bijak Kaisar Jepang, ia adalah Kaisar Hirohito. Tahun 1945 Kaisar Hirohito kalah dalam perang melawan Sekutu. Ketika negerinya hancur, ia hanya menanyakan satu pahlawan sebenarnya, yakni guru. “Berapa banyak guru masih kita punya?”

Artikel tersebut sengaja Penulis paparkan demi memperlihatkan betapa pentingnya guru bagi pedidikan suatu bangsa. Oleh karena itu, contoh yang diambil pun adalah tokoh dari negara maju yakni Jepang yang bisa bangkit dari keterpurukan setelah Kota Nagasaki dan Hirosima diluluhlantakkan.

Selanjutnya, coba amati paragraf pembuka berikut:

“Indonesia saat ini menghadapi suatu paradoks pelik yang menuntut jawaban dari para pemimpin nasional. Setelah 16 tahun melaksanakan Reformasi, kenapa masyarakat kita bertambah resah dan bukannya tambah bahagia, atau dalam istilah anak muda sekarang semakin galau?”

Itulah tulisan pertama kali seorang calon presiden di SKH Kompas. Joko Widodo cerdik dalam menempatkan paragraf pertama dengan membuka pertanyaan yang unik sekaligus benar-benar terjadi dalam kehidupan akhir-akhir ini. Ya, semakin hari semakin galau itulah yang dirasakan seluruh masyarakat saat ini.

 

11. Lead Menggelitik dengan Perbandingan, Analogi, Kiasan, Kontras

Menulis Lead dengan comparison
valuescentre.com

“Hari-hari ini, media cetak dan elektronik sibuk memberitakan hirukpikuk, apa yang dikenal dalam bahasa sosial disebut “kicauan”. Di Jakarta, seorang Komisioner Komisi Kepolisian Nasional RI, terpaksa minta maaf kepada pihak Polri karena kicauannya mengenai Reskrim “ATM” Polri. “Kami menyatakan meminta maaf terkait penyataan kami khususnya dalam hal pemediaan. Kami mohon maaf kepada pihak Polri yang tersinggung begitu,” ujarnya.”

Lead di atas menjadi kontras dan menggelitik pembaca. Bagaimana tidak, koran ataupun media cetak yang seharusnya mengusung nilai-nilai berbobot perlahan-lahan menjadi penyaji kilas berita yang bersumber dari kicauan masyarakat. Sesuatu hal yang berlawanan dari karakter media yang “jual mahal”.

Prof. Sudjito mengangkat hal tersebut di kolom opini bertajuk “Menghukum Kicauan” (3/09/2014). Dalam hal ini Prof. Sudjito tak bermaksud menyalahkan media sebagai penyaji berita, namun lebih kepada masyarakat terlebih penyelenggara negara untuk menjaga etika dalam berkomunikasi.

Harapannya, jika mengungkapkan komplain maupun kekecewaan memang harus diselesaikan pada pihak yang bersangkutan atau merujuk kepada pihak yang berwajib. Jika tidak, hal yang kecil akan menjadi masalah yang besar dan semakin panas dengan munculnya kubu pro dan kontra.

Oleh karena itu Prof. Sudjito ingin menyampaikan betapa saat ini orang dapat dengan mudah terjebak dalam situasi yang serba tidak jelas. Penyelenggara negara khususnya penegak hukum harus menyadarkan masyarakat bahwa media sosial tidak akan menyelesaikan masalah dengan tuntas namun malah memperbesar masalah.

Jika tidak, lihat saja keotentikan hukum yang seharusnya menegakkan akan luntur. Hukum akan diambangkan media sosial yang berawal dari klaim kebenaran masing-masing pribadi masyarakat pengguna jejaring sosial.

 

12. Lead yang Mendebarkan

Belajar Menulis Lead
youthopia.in

“Menulis mengenai masalah-masalah hubungan internasional dan diplomasi pada tahun 2014 ke depan akan menjadi tantangan tersendiri. Di satu sisi persoalan nasionalisme, regionalisme, dan multilateralisme sekarang berhadapan dengan jalur patahan (fault lines) tatanan hubungan internasional dan diplomasi selama lima tahun terakhir di semua sisi kehidupan berbangsa dan bernegara.”

Artikel di atas ditulis oleh seorang senior wartawan Kompas, Rene L. Pattiradjawanee yang mengangkat judul “Melindungi Mimpi ASEAN” (Kompas, 21/04/2014). Tentu perasaan was-was sejak awal sudah terjadi ketika membaca kata “melindungi”.

Hal ini memang tema yang diangkat berkaitan persoalan hidup yang semakin kompleks bukan saja meliputi lingkup nasional ataupun regional, namun bisa saja regional berhadapan langsung dengan jalur tatanan hubungan internasional. Mudah, kan?

 

13. Lead Tanggapan

Belajar Menulis Lead Artikel
trepod.blogsite.org

Inilah ruang bebas menyampaikan ide ataupun gagasan. Adanya tanggapan ini biasanya ada dua hal yakni mendukung ataupun melawan. Jika mendukung, tulisan artikel opini akan menambah opini ataupun fakta yang tambah meyakinkan khalayak bahwa yang disampaikan penulis pertama adalah benar.

Sebaliknya, jika respons dari tulisan pertama adalah ketidaksetujuan, jelas artikel opini yang dikemukakan akan berseberangan, melawan untuk mematahkan pendapat dari penulis pertama.

Di sinilah peran penting media dalam hal pendidikan. Masyarakat diajak berpikir dan bebas menentukan pilihannya sendiri. Tidak ada yang bisa menilai siapa yang akan menang dan kalah, bahkan medianya sendiri pun tak akan bisa. Semua kembali pada penangkapan pembaca masing-masing sesuai pengalaman, doktrin maupun gaya berpikir yang beraneka warna.

Contoh “perang opini” ada di Harian Republika, meskipun tanggapan-tanggapannya tidak selalu berada di koran tersebut namun Republika-lah yang menjadi awal adu gagasan terkait perbedaan Sunni-Syiah.

Di zaman yang serba kabur saat ini, masyarakat memang sulit untuk menentukan informasi mana yang valid. Penulis pun bersama teman-teman pengurus Laboratorium Agama Masjid Sunan Kalijaga pernah mengadakan seminar bertajuk “Dialog Sunni-Syiah”.

Dialog tersebut ramai dihadiri berbagai ormas Islam termasuk dari Sunni sendiri. Ada Prof. Dr. H. Machasin, dan dari tokoh Syiah ada Haidar Baghir yang menjadi pembicara dalam acara tersebut.

Acara tersebut sempat mendapatkan kritikan dari kaum Islam kiri yang menganggap bahwa judul yang lebih tepat adalah “Menyoal Islam-Syiah”, bukan antara Sunni-Syiah. Islam kiri tidak menganggap Syiah sebagai Islam karena beberapa hal yang bertentangan dari Islam pada umumnya.

Meskipun awalnya berjalan lancar, namun seminar terpaksa diberhentikan karena adu mulut kedua tokoh antara Syiah dengan Islam kiri tidak ada yang mau mengalah, bahkan saling tunjuk. Di saat itu pula, Prof. Machasin pun telah meninggalkan tempat terlebih dahulu karena suasana sudah mulai mengarah anarki.

Nah itulah sekelumit pengalaman menjadi takmir masjid kampus. Kembali ke awal, mari kita lihat kembali perang opini di Republika antara Haidar Baghir (dirut dan pendiri Mizan serta dosen pemikiran Islam di Islamic College), Mohammad Baharun (Ketua Komisi Hukum MUI Pusat dan Guru Besar Sosiologi Agama), Fahmi Salim (Wakil Sekjen Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia – (MIUMI) dan Aldian Husaini.

Berikut Penulis sebutkan “perang opini” yang Penulis kutip dari www. Fathiiii.wordpress.com;

Berawal artikel-artikel dari rubrik Islamia Republika yang ditulis Aldian Husaini, “Solusi Damai Sunni-Syiah” (Republika, 19/01/2014).

Selanjutnya, Haidar Baghir juga menulis “Syiah dan Kerukunan Umat” (Republika, 20/01/2012). Nah berikut adalah bantahan artikel Haidar Baghir yang ditulis Fahmi Salim berjudul “Distorsi Itikad Baik Merukunkan Umat” pada 21 Januari 2012 yang terbit di Eramuslim, coba perhatikan dalam menulis lead-nya;

“Di tengah kondisi umat dan bangsa yang sarat dengan problem sosial dan membutuhkan solusi konkret, Penulis menyambut baik tulisan Sdr. Haidar Bagir yang berjudul “Syiah dan Kerukunan Umat” yang dimuat di Harian Republika (20/1/2012). Apalagi Bung Haidar, yang tentu saja telah mencermati sikap dan reaksi para pengkritik Syiah sejak meletus kasus sampang akhir tahun lalu, dengan bijak menulis,”…harus diakui bahwa inti nasihat mereka kepada para pengikut Syiah di Indonesia mengandung kebenaran-kebenaran dan patut jadi renungan. Intinya agar setelah memahami bahwa antara dua mahzab ada perbedaan-perbedaan pandangan yang sulit atau bahkan tak bisa dipertemukan, para pengikut Syiah di Indonesia tidak sekali-kali berupaya untuk melakukan dakwah Syiah di Indonesia.”

Artikel Eramuslim di atas juga mendapat sambutan dari kolega Haidar Baghir dengan judul “Syiah dan Tuduhan Tahrif Alquran” di Iran Indoensia Radio, 22 Januari 2012. Berikut conoh dalam menulis lead-nya:

“Setelah membaca tanggapan Bung Fahmi Salim yang berjudul “Distorsi Iktikad Baik Merukunkan Umat” yang dimuat di Eramuslim, pada Sabtu (21/1), Penulis melihat meskipun ia mengkritik tulisan Bung Haidar Bagir di Republika, namun ia menyampaikannya dengan cukup santun. Tetapi saat berbicara tentang Syiah, tampak sekali bahwa ia terlalu “pede” dengan hanya bermodalkan kutipan-kutipan dari satu atau dua buku bacaan.”

Itulah contoh menulis lead yang menggunakan model tanggapan dari artikel yang ditulis sebelumnya oleh orang yang berbeda. Adapun kelanjutan kisah perang opini tersebut sempat juga direspons oleh Muhammad Baharun, “Kritik Syiah Sudah Proporsional” (Republika, 24 Januari 2012).

Tajuk “Syiah dan Kerukunan” pun dikirim Fahmi Salim di Republika 26 Januari 2012. Berangkat dari Distorsi Syiah, Muhammad Anis juga memberikan tanggapan di (Blog, 26 Januari 2014). Setelah itu, muncul pula Aldian Husaini “Menagih Janji Kaum Syiah” yang dimuat di Hidayatullah, 27 Januari 2012.

Haidar Baghir pun mempertegas kembali artikel pertamanya dengan tajuk “Sekali Lagi, Syiah dan Kerukunan Umat” yang tembus di Republika, 27 Januari 2012. Tidak berhenti sampai di situ, Fahmi Salim masih menanggapi perbedaan tersebut lewat artikelnya “Syiah dan Kesalahpahaman ‘Pembelanya’” (Hidayatullah, 30/01/2012).

Dengan terang-terangan pula, Muhammad Baharun juga mengungkapkan gagasan artikelnya bertajuk “Beda ‘Rukun’, Tapi Bisa Rukun” yang dimuat di Republika 3 Februari 2012.

Terakhir ada close statement artikel menarik dari Holil Hasib dengan judul “Ukhuwah dan Keterbukaan” yang secara tidak langsung mewakili kedua belah pihak untuk menyatakan bahwa polemik Sunni-Syiah lewat jagat media dinyatakan cukup (Republika, 3/02/2012).

 

Tinggalkan komentar